jfid – Israel terus menghantam Gaza dengan serangan udara saat mempersiapkan invasi darat dalam beberapa hari ke depan. Israel telah memerintahkan pengepungan total Jalur Gaza setelah serangan tak terduga oleh Hamas di Israel.
Serangan udara Israel telah menewaskan hampir 2.000 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil, termasuk ratusan anak-anak. Di sisi lain, lebih dari 1.300 orang tewas di Israel akibat serangan roket dan terowongan Hamas yang mengejutkan akhir pekan lalu.
Israel mengatakan tujuannya adalah untuk menghancurkan infrastruktur teroris Hamas dan mencari tawanan yang dibawa oleh kelompok militan itu. Hamas mengatakan tujuannya adalah untuk membebaskan rakyat Palestina dari penjajahan Israel dan mendapatkan hak-hak mereka.
Sementara itu, ribuan warga Palestina telah melarikan diri dari rumah mereka di utara Jalur Gaza menjelang aksi militer Israel yang lebih lanjut. Israel telah memperingatkan 1,1 juta penduduk Gaza utara untuk mengungsi ke selatan, dan banyak yang melarikan diri dengan kendaraan atau berjalan kaki.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan panggilan untuk evakuasi massal sangat berbahaya dan mendesak akses kemanusiaan. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dia sangat prihatin dengan situasi krisis di Timur Tengah dan mendesak gencatan senjata segera.
Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa konflik akan mereda dalam waktu dekat. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengejutkan publik, ketika dia tiba-tiba mengumumkan pada Jumat malam bahwa dia akan menyampaikan pidato televisi kepada bangsa.
Netanyahu diperkirakan akan mengumumkan rencana untuk invasi darat penuh ke Gaza, yang akan menjadi eskalasi besar dalam perang yang sudah berdarah. Ini juga akan menjadi tantangan besar bagi Presiden AS Joe Biden, yang telah mendukung hak Israel untuk membela diri, tetapi juga mendesak pengurangan ketegangan.
Di tengah kekerasan yang meningkat, ada juga laporan tentang bentrokan antara warga Arab dan Yahudi di beberapa kota Israel. Polisi Israel telah menangkap ratusan orang yang terlibat dalam kerusuhan dan vandalisme.
Di sisi lain, ada juga upaya perdamaian dari beberapa pihak, termasuk Mesir, Qatar, dan Turki, yang mencoba untuk meredakan ketegangan dan menengahi gencatan senjata. Namun, hingga saat ini, belum ada kemajuan nyata dalam diplomasi.