jfid – Perang antara Israel dan Hamas kembali meletus pada Sabtu (7/10/2023), ketika kelompok militan Islamis yang berbasis di Jalur Gaza melancarkan serangan roket ke wilayah Israel, menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan lainnya.
Serangan ini merupakan yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir dan mengancam akan memicu konflik yang lebih luas di Timur Tengah. Bagaimana sikap dan tindakan Amerika Serikat (AS), negara adidaya yang menjadi sekutu strategis Israel, dalam menghadapi krisis ini?
AS mengecam serangan Hamas sebagai tragedi kemanusiaan dan menegaskan dukungan untuk Israel, yang memiliki hak untuk membela diri dari serangan teroris.
Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa AS akan memberikan bantuan militer kepada Israel, termasuk mengisi kembali sistem pertahanan rudal Iron Dome yang digunakan untuk mencegat roket-roket Hamas.
Biden juga berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan menawarkan “semua sarana dukungan yang sesuai”.
Namun, AS tidak hanya berpihak kepada Israel. Biden juga memperingatkan kepada pihak-pihak lain yang memusuhi Israel untuk tidak mengeksploitasi serangan-serangan ini untuk mencari keuntungan.
Biden mengatakan bahwa dunia sedang mengawasi dan bahwa AS tidak akan membiarkan Iran atau kelompok-kelompok lain yang mendukung Hamas untuk mengganggu stabilitas kawasan.
Pejabat senior pemerintahan AS menyebut bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan apakah Iran terlibat langsung dalam serangan berskala besar Hamas, tetapi tidak diragukan lagi bahwa Hamas didanai, diperlengkapi, dan dipersenjatai oleh Iran dan pihak-pihak lain.
Selain memberikan dukungan militer kepada Israel, Biden juga mengumumkan bahwa AS akan mengirim bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, yang merupakan wilayah yang dikuasai oleh Hamas dan menjadi sasaran balasan dari Israel.
Biden mengatakan bahwa AS akan bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mitra-mitra lainnya untuk memberikan bantuan medis, makanan, air, dan perlindungan kepada warga sipil di Jalur Gaza, yang banyak di antaranya mengalami krisis kesehatan dan kemanusiaan akibat blokade Israel.
Biden juga berbicara dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas, yang merupakan pemimpin gerakan Fatah yang bersaing dengan Hamas, dan mendesak agar kedua belah pihak menahan diri dari kekerasan lebih lanjut.
Dengan demikian, AS menunjukkan bahwa ia tidak hanya mendukung satu pihak dalam perang antara Israel dan Hamas, tetapi juga berusaha untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat.
AS berperan sebagai mediator, penengah, dan penyelamat dalam krisis ini. Apakah langkah-langkah AS ini akan berhasil menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung selama puluhan tahun ini? Ataukah perang ini akan terus berlanjut tanpa ada solusi? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.