jfid – Washington – Amerika Serikat (AS) pada Selasa (7/11/2023) mengatakan tidak setuju bahwa pasukan Israel harus menduduki kembali Gaza. Namun, AS tetap menjamin dukungan keamanan untuk Israel menyerang Hamas, kelompok militan Palestina yang menguasai Gaza.
“Presiden (Joe Biden) masih berpendapat bahwa pendudukan kembali Gaza oleh pasukan Israel adalah hal yang tidak baik. Tidak baik bagi Israel, tidak baik bagi rakyat Israel,” ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby dalam program “CNN This Morning”, seperti dilansir Rabu (8/11).
Kirby mengatakan bahwa “perlu ada serangkaian pembicaraan yang sehat tentang seperti apa Gaza pasca-konflik dan seperti apa pemerintahannya”. “Apa yang benar-benar kami sepakati dengan rekan-rekan Israel kami adalah bahwa hal ini tidak akan terlihat seperti apa yang terjadi pada 7 Oktober,” tambah Kirby.
Pada tanggal 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel dari Jalur Gaza. Pasukan Hamas menembus tembok pembatas Gaza-Israel dan memaksa masuk melalui penyeberangan perbatasan Gaza, ke pemukiman terdekat dan instalasi militer Israel. Serangan Hamas tersebut menyebutkan sebagai Operasi Badai Al-Aqsa.
Dalam serangan tersebut, sedikitnya 1.400 warga Israel meninggal dunia. Ada pula 203 tentara dan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, yang dibawa ke Gaza sebagai sandera – berdasarkan catatan militer Israel. Di sisi Palestina, lebih dari 5.000 warga Gaza tewas akibat serangan udara dan artileri militer Israel, sebagai balasan dari serangan Hamas.
Atas serangan tersebut, Israel meresponsnya dengan mendeklarasikan perang terhadap Hamas. Israel tidak akan diam dan akan membalas apa yang tidak diperkirakan oleh Hamas. Serangan balasan yang dilakukan oleh Israel sebagai Operasi Pedang Besi oleh IDF. Dengan serangan balasan yang sudah dilancarkan oleh Israel ini, ada sekitar 8.000 orang Palestina meninggal dunia. Korban didominasi oleh anak-anak dan perempuan.
Wajah Dua AS atas Konflik Israel-Palestina
Sikap AS yang melarang Israel menduduki Gaza, tetapi tetap mendukung serangan ke Hamas, menunjukkan wajah dua ala AS atas konflik Israel-Palestina. AS seolah ingin berperan sebagai penengah damai, tetapi sebenarnya masih berpihak kepada Israel.
AS memiliki hubungan khusus dengan Israel, yang dianggap sebagai sekutu strategis di Timur Tengah. AS juga merupakan penyokong utama Israel, baik secara politik, militer, maupun ekonomi. AS sering kali menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk melindungi Israel dari resolusi yang mengkritik atau mengutuk tindakan Israel terhadap Palestina.
Di sisi lain, AS juga mengklaim sebagai mediator yang netral dan adil dalam proses perdamaian Israel-Palestina. AS telah berulang kali mencoba untuk mendorong dialog dan negosiasi antara kedua belah pihak, serta menawarkan solusi dua negara, yaitu pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat di samping Israel.
Namun, upaya perdamaian AS selalu gagal, karena AS tidak mampu atau tidak mau menekan Israel untuk menghentikan kebijakan-kebijakan yang merugikan Palestina, seperti pembangunan permukiman ilegal di wilayah pendudukan, penghancuran rumah-rumah warga Palestina, penahanan sewenang-wenang, dan penggunaan kekerasan yang berlebihan.
AS juga tidak bersikap konsisten dalam mendukung hak-hak rakyat Palestina, seperti hak untuk kemerdekaan, hak untuk kembali ke tanah airnya, dan hak untuk hidup dalam kedamaian dan keamanan. AS sering kali mengabaikan atau mengecilkan penderitaan dan aspirasi rakyat Palestina, serta menyalahkan Hamas atau kelompok-kelompok radikal lainnya sebagai penyebab utama konflik.
Dengan demikian, AS sebenarnya tidak berperan sebagai penengah damai yang jujur, tetapi sebagai pelindung dan pendukung Israel yang setia. AS tidak memiliki kepentingan atau kemauan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina secara adil dan permanen, tetapi hanya ingin menjaga status quo yang menguntungkan Israel dan merugikan Palestina.