Eddy Hiariej: Saat Gelar Profesor Tertukar dengan Label Tersangka

Noer Huda
3 Min Read
Eddy Hiariej: Saat Gelar Profesor Tertukar Dengan Label Tersangka
Eddy Hiariej: Saat Gelar Profesor Tertukar Dengan Label Tersangka

jfid – Edward Omar Sharif Hiariej, atau lebih dikenal sebagai Eddy Hiariej, adalah sosok yang telah mencatatkan namanya dalam sejarah dunia hukum Indonesia.

Sebagai Profesor Hukum termuda di Universitas Gadjah Mada (UGM), ia meraih gelar tertinggi di bidang akademis pada usia 37 tahun.

Namun, prestasi gemilang ini tampaknya tidak mampu melindunginya dari jeratan hukum yang mendalam.

Eddy Hiariej adalah Guru Besar Ilmu Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Ia dikenal luas sebagai saksi ahli bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi pada Pilpres 2019.

Selain itu, dia juga pernah menjadi saksi kasus penistaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, pada tahun 2017.

Tahun 2020, Presiden Joko Widodo mengangkatnya sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM dalam Kabinet Indonesia Maju Periode 2020-2024.

Namun, karir politiknya mengalami kehancuran ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Eddy sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi.

Eddy diduga menerima gratifikasi senilai Rp7 miliar dari seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan. Dalam kasus gratifikasi ini, terdapat empat tersangka. Tiga di antaranya diduga menerima suap dan gratifikasi, sementara satu orang lainnya diduga sebagai pemberi suap.

Sebagai seorang akademisi, Eddy Hiariej telah menghasilkan sejumlah karya ilmiah, termasuk “Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana (2009)”, “Teori dan Hukum Pembuktian (2012)”, “Prinsip-prinsip Hukum Pidana (2016)”, “Pengantar Hukum Pidana Internasional (2009)”, “Hukum Acara Pidana (2015)”, dan “Pengadilan Atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM (2010)”. Buku-buku ini mencerminkan dedikasinya yang luar biasa dalam bidang hukum pidana.

Prestasi gemilang Eddy Hiariej di dunia akademis dan politik tidak dapat dipungkiri. Namun, kasus korupsi yang menjeratnya memberikan pelajaran berharga bagi kita semua

. Ia mengingatkan bahwa prestasi tidak selalu dapat melindungi seseorang dari konsekuensi hukum ketika integritas dan kejujuran dipertaruhkan.

Sebagai masyarakat, kita perlu memahami bahwa integritas adalah pondasi utama dalam membangun bangsa yang adil dan berkeadilan. Kejujuran adalah nilai yang harus dijunjung tinggi, tidak peduli seberapa tinggi prestasi yang telah dicapai.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article