jfid – Dari Yaman, Irak, hingga Lebanon, sebuah aliansi milisi bersenjata yang dikenal sebagai Poros Perlawanan (Axis of Resistance) menantang kepentingan AS dan Israel di Timur Tengah. Siapa mereka, apa tujuan mereka, dan bagaimana mereka mempengaruhi keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut?
Poros Perlawanan adalah istilah yang digunakan oleh Iran untuk menggambarkan aliansi antara negara-negara dan kelompok-kelompok yang menentang dominasi AS dan Israel di Timur Tengah. Aliansi ini mencakup Iran sendiri, Suriah, Hizbullah di Lebanon, Hamas dan Jihad Islam di Palestina, serta milisi-milisi Syiah di Irak dan Yaman.
Menurut Iran, tujuan utama Poros Perlawanan adalah mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara-negara anggotanya dari campur tangan asing, serta mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk membebaskan tanah mereka dari penjajahan Israel. Namun, menurut AS dan Israel, Poros Perlawanan adalah ancaman bagi stabilitas dan keamanan regional, serta sumber terorisme dan ekstremisme.
Salah satu ciri khas Poros Perlawanan adalah penggunaan milisi bersenjata sebagai alat untuk memperluas pengaruh dan kepentingan Iran di kawasan tersebut. Milisi-milisi ini menerima bantuan finansial, militer, politik, dan ideologis dari Iran, serta berkoordinasi dengan Pasukan Quds (Quds Force), unit elit Korps Garda Revolusi Islam (Islamic Revolutionary Guard Corps) yang bertanggung jawab atas operasi luar negeri Iran.
Milisi-milisi Poros Perlawanan memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada konteks lokal dan nasional masing-masing. Namun, secara umum, mereka memiliki beberapa kesamaan, yaitu:
- Mereka mengikuti ajaran Syiah Dua Belas Imam (Twelver Shiism), aliran utama dalam Islam Syiah yang juga dianut oleh Iran.
- Mereka mengakui otoritas agama tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sebagai Pemimpin Tertinggi (Supreme Leader) atau Wali al-Faqih (Guardian of the Jurist).
- Mereka menganggap AS dan Israel sebagai musuh utama yang harus dilawan dengan segala cara.
- Mereka memiliki kemampuan militer yang cukup tinggi, baik dalam hal persenjataan maupun taktik.
Berikut ini adalah beberapa contoh milisi Poros Perlawanan yang paling aktif dan berpengaruh di Timur Tengah:
- Hizbullah: Kelompok militan dan politik Syiah terbesar di Lebanon, yang didirikan pada tahun 1982 sebagai respons terhadap invasi Israel. Hizbullah telah berperang melawan Israel dalam beberapa konflik, termasuk Perang Lebanon 2006. Hizbullah juga berperan penting dalam mendukung rezim Suriah melawan pemberontak dalam Perang Saudara Suriah. Hizbullah memiliki lebih dari 20.000 anggota bersenjata, serta roket dan rudal jarak jauh yang mampu mengancam wilayah Israel.
- Hashd al-Shaabi: Juga dikenal sebagai Pasukan Mobilisasi Populer (Popular Mobilization Forces), sebuah koalisi milisi Syiah di Irak yang dibentuk pada tahun 2014 untuk melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Iraq and Syria). Hashd al-Shaabi memiliki lebih dari 100.000 anggota bersenjata, serta kendaraan lapis baja dan artileri berat. Hashd al-Shaabi juga terlibat dalam konflik dengan pasukan Kurdi di Irak utara, serta melakukan serangan terhadap pangkalan militer AS di Irak.
- Houthi: Juga dikenal sebagai Ansar Allah (Supporters of God), sebuah gerakan pemberontak Syiah di Yaman yang didirikan pada tahun 1994 sebagai respons terhadap diskriminasi dan marginalisasi oleh pemerintah pusat. Houthi telah berperang melawan pemerintah Yaman dan koalisi pimpinan Arab Saudi dalam Perang Saudara Yaman sejak tahun 2014. Houthi memiliki lebih dari 100.000 anggota bersenjata, serta drone dan rudal balistik yang mampu mengancam wilayah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Milisi-milisi Poros Perlawanan memiliki pengaruh yang signifikan di negara-negara tempat mereka beroperasi, baik dalam hal militer, politik, maupun sosial. Mereka sering kali menjadi aktor utama dalam konflik dan negosiasi, serta memiliki basis pendukung yang loyal dan militan. Mereka juga menyediakan layanan sosial, kesehatan, pendidikan, dan kemanusiaan bagi masyarakat sipil yang terkena dampak perang.
Namun, milisi-milisi Poros Perlawanan juga menghadapi tantangan dan kritik dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri. Beberapa tantangan dan kritik tersebut adalah:
- Mereka dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia, seperti pembunuhan, penyiksaan, penculikan, dan pembersihan etnis terhadap lawan-lawan politik dan kelompok-kelompok minoritas.
- Mereka dianggap sebagai boneka atau proxy Iran yang mengorbankan kepentingan nasional negara-negara tempat mereka berada demi agenda regional Iran.
- Mereka menghadapi perlawanan dari kelompok-kelompok bersenjata lain yang memiliki ideologi atau afiliasi yang berbeda, seperti kelompok Sunni, Kurdi, atau nasionalis.
- Mereka mengalami tekanan dari komunitas internasional, terutama AS dan Israel, yang berusaha untuk mengisolasi, menghukum, atau menghancurkan mereka melalui sanksi ekonomi, operasi militer, atau pembunuhan terarah.
Milisi-milisi Poros Perlawanan merupakan fenomena yang kompleks dan kontroversial di Timur Tengah.
Mereka memiliki potensi untuk menjadi mitra dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan tersebut, namun juga memiliki risiko untuk menjadi ancaman bagi keamanan dan kesejahteraan rakyat di kawasan tersebut.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak yang terlibat atau berkepentingan untuk memahami latar belakang, motivasi, kapabilitas, dan dampak milisi-milisi Poros Perlawanan secara objektif dan komprehensif.