jfid – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sriwijaya (Unsri) telah mengambil peran proaktif dalam mengadvokasi seorang mahasiswi yang menuduh dosen pembimbing skripsinya, yang diidentifikasi sebagai AR, melakukan pelecehan seksual.
Insiden tersebut dilaporkan terjadi pada 25 September 2021 di Laboratorium Sejarah di FKIP Unsri, Indralaya, Ogan Ilir, dan sejak itu menarik perhatian yang signifikan baik di dalam maupun di luar universitas.
Korban awalnya mengungkap kasus ini melalui sebuah postingan di media sosial, yang dengan cepat menjadi viral dan memicu investigasi yang lebih luas.
BEM Unsri merespons dengan cepat dengan memberikan dukungan kepada korban dan memastikan bahwa kasus ini dilaporkan kepada otoritas universitas dan penegak hukum.
Menurut Detik.com, BEM Unsri telah aktif mengadvokasi korban sejak 26 September 2021.
Sebagai tanggapan atas tuduhan tersebut, rektorat Unsri menangguhkan dosen yang dituduh dari tugasnya dan membentuk tim etik ad-hoc untuk menangani kasus ini, seperti yang dilaporkan oleh Tirto.id.
Tindakan cepat ini dimaksudkan tidak hanya untuk menangani insiden spesifik ini tetapi juga untuk mengirimkan pesan yang jelas tentang sikap universitas terhadap pelecehan seksual.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga terlibat, mendorong universitas untuk menangani kasus ini dengan pendekatan kolaboratif yang melibatkan semua elemen mahasiswa, termasuk BEM.
Inspektur Jenderal Chatarina Muliana dari Kemendikbudristek menekankan pentingnya kolaborasi ini dalam menyelesaikan kasus saat ini dan mencegah insiden serupa di masa depan.
Dia menyoroti bahwa Unsri dapat menjadi contoh nasional bagi universitas lain dalam menangani masalah sensitif seperti ini (VOI.id, 13 Desember 2021).
Menurut Kompas.com, insiden ini telah memicu percakapan yang lebih luas tentang keamanan dan integritas lingkungan akademik di Indonesia.
Keterlibatan organisasi mahasiswa seperti BEM Unsri sangat penting dalam mendorong penanganan yang transparan dan efektif terhadap kasus-kasus pelecehan seksual.
Upaya advokasi mereka tidak hanya mendukung korban tetapi juga menyoroti kebutuhan akan perubahan sistemik di dalam universitas untuk memastikan lingkungan belajar yang aman bagi semua mahasiswa.
Seiring dengan berjalannya kasus ini, aspek hukum terus berkembang. Menurut laporan dari Tirto.id, investigasi polisi mengungkap bahwa AR diduga memikat mahasiswa tersebut ke dalam situasi kompromi dengan dalih bimbingan skripsi.
Keputusan universitas untuk menangguhkan AR dan membentuk tim etik dipandang sebagai langkah yang diperlukan untuk menangani kekhawatiran langsung dan memastikan keadilan bagi korban.
Implikasi yang lebih luas dari kasus ini signifikan, menyoroti masalah pelecehan seksual yang merajalela di lembaga pendidikan dan peran penting organisasi mahasiswa dalam mengadvokasi korban.
Tindakan yang diambil oleh BEM Unsri dan langkah-langkah responsif dari administrasi universitas menekankan pentingnya pendekatan kolektif dan responsif dalam menangani kasus-kasus seperti ini.
Advokasi BEM Unsri dalam kasus pelecehan seksual ini telah menyoroti peran krusial organisasi mahasiswa dalam menangani dan mencegah pelecehan seksual di universitas.
Upaya mereka, yang dikombinasikan dengan langkah-langkah responsif dari universitas dan keterlibatan otoritas nasional, bertujuan untuk memastikan keadilan bagi korban dan menetapkan preseden dalam menangani kasus serupa di masa depan.
Harapannya adalah melalui tindakan-tindakan ini, keamanan dan integritas lingkungan akademik dapat ditingkatkan secara signifikan.