Apakah Erdogan Bisa Menyelamatkan Dunia dari Krisis Pangan Akibat Perang Rusia-Ukraina?

ZAJ
By ZAJ
4 Min Read

jfid – Perang antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari tahun lalu tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, tetapi juga mengancam ketersediaan pangan dunia.

Pasalnya, kedua negara tersebut merupakan produsen pertanian utama dunia, terutama gandum, barley, jagung, rapeseed, minyak rapeseed, biji bunga matahari, dan minyak bunga matahari.

Pada bulan Juli tahun ini, Rusia mengundurkan diri dari “Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam”, sebuah perjanjian yang bertujuan untuk menyalurkan gandum dari Ukraina ke pasar dunia melalui Laut Hitam.

Perjanjian ini awalnya dibuat untuk meredakan krisis pangan global yang menurut PBB telah diperburuk oleh invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.

Namun, Rusia mengklaim bahwa negara-negara Barat gagal menerapkan memorandum terpisah yang disepakati dengan PBB soal pengabaian sanksi bagi komoditasnya.

Salah satu tuntutan utama Moskow adalah agar Bank Pertanian Rusia terhubung kembali ke sistem pembayaran internasional SWIFT, yang disetop Uni Eropa pada Juni 2022¹.

Keluarnya Rusia dari perjanjian tersebut membuat pangan Ukraina rawan diserang rudal Rusia dan meningkatkan krisis pangan global.

Pada tanggal 3 September 2023, Rusia menggempur salah satu pelabuhan pengekspor biji-bijian utama Ukraina, yaitu Odessa, dengan menggunakan pesawat tempur dan kapal selam.

Serangan ini menewaskan ratusan orang dan menghancurkan sebagian besar fasilitas pelabuhan.

Serangan ini juga memicu protes keras dari negara-negara Barat dan PBB, yang mengecam Rusia sebagai “pembunuh rakyat” dan “penyebab kiamat”.

Di tengah ketegangan yang semakin meningkat, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melakukan kunjungan ke Moskow pada tanggal 4 September 2023 untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Kedua pemimpin tersebut tidak membahas perdamaian Rusia-Ukraina, melainkan kemungkinan kembalinya Rusia ke “Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam”. Erdogan dianggap sebagai perantara utama dan orang yang memiliki reputasi baik di mata Putin.

Turki sendiri merupakan negara anggota NATO yang memiliki hubungan baik dengan Rusia dalam beberapa hal, seperti perdagangan energi, kerjasama militer, dan penyelesaian konflik regional.

Menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, pembicaraan antara Putin dan Erdogan berlangsung secara konstruktif dan positif.

Ia mengatakan bahwa kedua pemimpin tersebut sepakat untuk membuka kembali dialog mengenai perjanjian gandum, dengan syarat bahwa Barat memenuhi komitmen mereka dalam kesepakatan tersebut.

Peskov juga mengatakan bahwa Putin menawarkan kepada Erdogan untuk memasok secara mandiri hingga 1 juta ton biji-bijian Rusia, yang akan diolah pabrik Turki dan dikirim ke negara-negara yang paling membutuhkan.

Sementara itu, juru bicara kebijakan luar negeri dan keamanan Erdogan, Akif Cagatay Kilic, menyatakan bahwa Turki berhati-hati, namun berharap dapat mencapai kesuksesan dalam upaya diplomasi ini.

Ia mengatakan bahwa Turki peduli dengan kesejahteraan rakyat Ukraina dan dunia, serta berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional.

Kilic juga menegaskan bahwa Turki tetap mendukung kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina, serta menolak aneksasi Krimea oleh Rusia.

Apakah upaya Erdogan ini akan berhasil membujuk Rusia untuk kembali ke perjanjian gandum dan mengurangi ancaman krisis pangan global? Ataukah Rusia akan tetap bersikeras untuk melanjutkan perangnya dengan Ukraina dan mengabaikan penderitaan rakyat? Hanya waktu yang akan menjawab.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article