jf.id – Sekitar 7 atau 8 tahun silam, semasa saya Mahasiswa, surat-surat kabar, ramai membicarakan nama Abrori Mannan. Iya, dia kala itu sebagai anggota legislatif dari PKB dan menjabat Ketua Komisi I DPRD Sumenep (Periode 2009-2014).
Hampir setiap hari, diberbagai surat kabar (koran), saya menemukan wajah dan gagasan Abrori Mannan muncul dihalaman utama. Melihat Abrori Mannan kala itu, seperti Mahasiswa semester Akhir yang penuh ambisi menyelesaikan Skripsi.
Abrori Mannan, kala itu, mungkin baru lulus kuliahI S1 dan hadir di kancah perpolitikan Sumenep. Idealisme Abrori Mannan muncul sebagai anggota legislatif dari identitas Politik kaum Nahdiyin.
Fondasi politik Nahdiyin yang ia bangun, kembali mengantarkan duduk dikursi Legislatif periode 2014-2019. Namun, sikap politik Abrori Mannan diperiode selanjutnya, tak begitu kritis. Saya hanya menduga, jika Abrori Mannan, banyak diam untuk menyimpan energi. Namun, dugaan saya salah. Karena asumsi, batal disebabkan realitas politik.
Pada Pemilu Legislatif 2019, Abrori Mannan tidak lagi melenggang ke kursi Dewan. Suaranya kalah dari Noufil, lawan politik satu partainya di PKB. Dan pasca Pileg 2019, nama Abrori Mannan seolah terhapus dalam draf percaturan politik elit Sumenep.
Melihat Abrori Mannan seperti nasib Naseem Hamed (Petinnju Legenda Inggris). Naseem Hamed di ring tinju selalu menghibur dengan gaya khas tinjunya. Hamed Petinju Legenda yang menakutkan bagi musuh tandingnya, namun sial, cidera ditangan kanannya menyebabkan Hamed harus pensiun di dunia tinju.
Semoga dugaan saya salah. Dan mungkin Abrori Mannan adalah Daniel Dubois (Petinju Inggris), Petinju yang masih muda dan tak mengenal kekalahan.
Catatan Pagi; Deni Puja Pranata
