4 Jam Perjuangan di Bea Cukai: Korban Sistem Error atau Ketidakbecusan Petugas?

Yumna fahira
3 Min Read
4 Jam Perjuangan di Bea Cukai: Korban Sistem Error atau Ketidakbecusan Petugas?
4 Jam Perjuangan di Bea Cukai: Korban Sistem Error atau Ketidakbecusan Petugas?

jfid- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kembali menjadi sorotan publik dalam beberapa pekan terakhir.

Bukan karena prestasinya, direktorat yang dipimpin oleh Askolani itu, justru mendapat beberapa komplain atau keluhan dari masyarakat terhadap kinerjanya.

Dalam catatan, setidaknya terdapat tiga keluhan masyarakat terhadap Bea Cukai yang viral di media sosial.

Pertama, soal keluhan pembelian sepatu olahraga impor yang dilakukan Radhika Aktaf.

Awalnya, ia membeli sepatu seharga Rp10,3 juta melalui perusahaan jasa titipan (PJT), DHL dengan biaya pengiriman Rp1,2 juta.

Namun, ia justru harus membayar bea masuk sebesar Rp31,8 juta.

Kedua, mengenai alat pembelajaran siswa tunanetra untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang ditagih Bea Cukai hingga ratusan juta.

Bea Cukai awalnya meminta sejumlah data untuk memenuhi persyaratan pembebasan bea masuk dan pajak.

Dalam hal ini, pihak sekolah terkait diminta melengkapi sejumlah dokumen, termasuk ditagih ratusan juta untuk barang tersebut.

Penagihan bea masuk tersebut dilakukan sebelum diketahui bahwa status barang tersebut adalah barang hibah.

Ketiga, mengenai mainan untuk review milik influencer yang tertahan di Bea Cukai.

Konten Kreator khusus produk mainan, Medy Renaldy, kecewa karena produk yang akan di review -nya tertahan di Bea Cukai hampir dua pekan.

Hal itu diungkapkan langsung melalui akun X pribadinya @medyrenaldy_. Dalam cuitannya, Medy mengunggah produk yang dikirim dari luar negeri tertahan di Bea Cukai.

Robot Transformers Megatron Auto-Converting Robot Flagship yang dikirim belum tiba. Padahal produk Megatron Robosen itu sudah dikirim dari Hong Kong pada 15 April 2024.

Analisis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, mengatakan keluhan masyarakat sangat bisa dipahami.

Terlebih layanan bea cukai sangat berkaitan dengan aktivitas ekonomi masyarakat Indonesia, terutama dari sisi perdagangan lintas batas.

“Dan saya kira, keluhan yang sempat viral tersebut hanya puncak gunung es dari berbagai kekurangan bea cukai dalam memberikan pelayanan selama ini,” ujar dia kepada Tirto, Senin (21/4/2024).

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan, jika telisik masalah ini lebih mendalam, ada isu ketidakpercayaan publik terhadap institusi DJBC.

Karena jika melihat secara jernih, dari beberapa kasus yang ramai kemarin, sesungguhnya tidak dapat dijustifikasi bahwa pihak DJBC sebagai pihak yang melakukan kesalahan.

Maka dari itu, pertanyaan yang muncul adalah apakah ini merupakan korban sistem error atau ketidakbecusan petugas? Hanya waktu yang akan menjawab.

Namun, satu hal yang pasti, perubahan dan perbaikan harus terus dilakukan untuk membangun kepercayaan publik dan mencapai tujuan Bea Cukai untuk menjadi lembaga yang profesional, akuntabel, dan transparan.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article