Jurnalfaktual.id, – Kewenangan Presiden membuat Perpu lahir dari Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan:
Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
Dalam hal makna genting yang memaksa adalah kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Sekarang, publik menanti momentum paling tepat Jokowi melakukan public policy (kebijakan hukum). Kalau tidak sejarah pergerakan mahasiswa dan bangsa Indonesia akan mencatat, Jokowi membiarkan pelemahan KPK.
Pengertian kegentingan yang memaksa tidak dimaknai sebatas hanya adanya keadaan bahaya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 12 UUD 1945.
Bahwa keadaan bahaya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 12 UUD 1945 dapat menyebabkan proses pembentukan Undang-Undang secara biasa atau normal tidak dapat dilaksanakan, namun keadaan bahaya bukanlah satu-satunya keadaan yang menyebabkan timbulnya kegentingan memaksa sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945.
Uji materiil UU KPK yang dilakukan oleh para pemohon dari kalangan mahasiswa akan berdampak pada gerakan ketidak puasan mahasiswa dan mosi tidak percaya kepada pemerintah, dan hal ini akan dicatat orang yang berlawanan dengan semangat Reformasi, bahkan bisa dikatakan penghianat Reformasi.
Presiden sangat dinanti keberpihakan kepada pemberantasan tindak pidana korupsi dengan kewenangan nya membuat public policy peraturan pemerintah pengganti perundang undangan.
Gerakan mahasiswa bukan ajang saling tuduh, melainkan gerakan idealis kaum terpelajar terlepas dari tuduhan tunggangan menunggangi.
Tentang Penulis: Nadianto mantan Ketua BEM Hukum Universitas Trunojoyo Madura dan saat ini berprofesi sebagai advokat.