Kuasa Hukum Pemkab Bangkalan Tanggapi Gugatan TRK: “Salah Alamat, Bukan PMH, Tapi Wanprestasi”

Redaksi
By Redaksi
4 Min Read
Kuasa Hukum Pemkab Bangkalan Tanggapi Gugatan TRK: “Salah Alamat, Bukan PMH, Tapi Wanprestasi” (Ilustrasi)
Kuasa Hukum Pemkab Bangkalan Tanggapi Gugatan TRK: “Salah Alamat, Bukan PMH, Tapi Wanprestasi” (Ilustrasi)
- Advertisement -

Jfid- Kuasa Hukum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan, Syarif Baskoro, S.H., akhirnya angkat bicara terkait gugatan yang melibatkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) serta Satpol PP dalam perkara sengketa Taman Rekreasi Kota (TRK) di belakang Stadion Gelora Bangkalan.

Menurut Syarif, gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilayangkan oleh pihak penggugat adalah bentuk kekeliruan serius dalam konstruksi hukum. Ia menyatakan bahwa akar persoalan bukan terletak pada instansi pemerintah, melainkan pada hubungan bisnis antara penggugat dan pihak ketiga, yakni CV Putri Bahari.

“Ini seperti menagih utang kepada orang yang tidak pernah berutang. Hubungan hukumnya jelas antara penggugat dan CV Putri Bahari, bukan dengan pemerintah,” tegas Syarif dalam pernyataannya, Senin (22/7).

Syarif menjelaskan, Budpar sebelumnya memiliki kerja sama resmi dengan Koperasi Segar-Segoro dalam pengelolaan kawasan TRK. Namun tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan dari Budpar, koperasi tersebut justru menyerahkan pengelolaan kepada CV Putri Bahari.

Lebih lanjut, CV Putri Bahari menggandeng investor swasta yang kini menjadi penggugat juga tanpa melibatkan atau memberitahukan kepada Pemkab Bangkalan.

“Fasilitas seperti plengsengan dan food court dibangun atas permintaan CV Putri Bahari. Pemerintah tidak pernah memberi persetujuan, apalagi menjalin kontrak dengan penggugat,” jelasnya.

Karena pengelolaan oleh pihak sebelumnya dinilai tidak produktif dan tidak menyumbang terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), Budpar mengambil langkah strategis dengan mengalihkan pengelolaan TRK kepada Koperasi Gerbang Madura. Pengalihan tersebut dilakukan secara sah, melalui persetujuan tertulis dan dituangkan dalam akta notaris.

“Langkah kami terstruktur dan sah secara hukum. pada saat dialihkan ke gerbang, akhirnya ada PAD,” tegasnya.

Lebih jauh, Syarif menilai gugatan yang diajukan seharusnya dikategorikan sebagai wanprestasi, bukan PMH. Ia menegaskan bahwa substansi sengketa sebenarnya adalah pelanggaran terhadap Pasal 1238 dan 1243 KUH Perdata, bukan Pasal 1365 sebagaimana yang digunakan oleh penggugat.

“Ini adalah kasus wanprestasi, soal ingkar janji antara dua pihak yang terikat kontrak. Bukan perbuatan melawan hukum. Menggunakan pasal 1365 KUH Perdata dalam kasus ini adalah kekeliruan hukum yang mendasar,” ujarnya.

Terkait keterlibatan Satpol PP dalam pembongkaran warung di area TRK pada 3 Februari 2025, Syarif menjelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan dalam rangka penegakan Peraturan Daerah (Perda), menyusul temuan bahwa lokasi tersebut dijadikan tempat praktik asusila dan kegiatan tidak sesuai peruntukan.

“Tindakan Satpol PP adalah bentuk pelaksanaan kewenangan hukum. Itu penertiban yang sah. Satpol PP tidak bisa dimintai pertanggungjawaban perdata atas penertiban yang legal,” tegasnya.

Meski demikian, Syarif menegaskan bahwa pihaknya tetap menghargai langkah warga negara yang menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan. Namun ia menegaskan, “kebenaran tidak lahir dari gugatan yang dibangun di atas kekeliruan.”

“Kami tetap menghormati hak penggugat untuk mencari keadilan. Tapi gugatan ini dibangun di atas kekeliruan demi kekeliruan—baik dari sisi fakta, hukum, maupun logika,” pungkasnya.

- Advertisement -
Share This Article