Tentang NU

bramadapp
3 Min Read
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

jfID – Tulisan ini hanya kesimpulan yang kemungkinan besar salah. Namun, tulisan ini bukan sekedar tulisan, tetapi rangkuman dari cerita-cerita pendek masyarakat di kampung halaman. 

 
Kepercayaan masyarakat terhadap organisasi NU, bervariasi. Bagi yang mengerti, mereka berharap dianggap santri oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’arie. Sebagian yang lain, karena mengikuti keyakinan guru ngajinya yang ada di kampung.

 
Masalah yang terjadi saat ini, secara menyeluruh adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap NU. Sebagai warga NU, saya hanya mendengarkan dari mereka. Mulai dari keluh kesah, sampai yang ekstrim menuduh NU dengan tuduhan yang tidak pantas.

 
Pertama, ada anggapan bahwa warga NU hanyalah komoditi politik yang layak diperdagangkan dengan nilai tinggi. Terbukti, sekalipun secara langsung NU tidak berpolitik praktis, tapi keterlibatan NU secara struktural sering terjadi di tingkat pemilihan, mulai dari Kepala Daerah sampai Presiden.
 

Kedua, masyarakat merasa berbuat banyak terhadap kepentingan NU, tapi tidak memperoleh apa pun dari NU. Terbukti, mereka paham tentang akidah, justru dari Kiai kampung yang tidak berkepentingan apa-apa, bahkan tidak dipedulikan sama sekali oleh NU struktural.
 

Ketiga, masyarakat menilai jajaran yang berada di struktural NU, dianggap tidak mewakili harapan dan aspirasi warga NU. Seolah sebuah jabatan yang menguntungkan, mereka sering mengambil sikap-sikap yang tidak populis. Akibatnya, masyarakat kecewa, merasa kepentingannya terabaikan oleh kepentingan tingkat tinggi.
 

Keempat, warga NU bukanlah segelintir orang yang berada di struktur kepengurusan, termasuk pengurus di banom-banom NU. Kesan yang dirasakan, mereka terlihat arogan seolah memiliki kekuatan yang tidak membutuhkan masyarakat luas sebagai warga. Perbedaan pandangan saja, bisa menjadi persoalan besar, seperti bunyi genderang perang melawan NU kultural. Mereka lupa, jumlah besar di dalam NU, adalah jumlah besar warganya yang saat ini diabaikan begitu saja oleh jajaran orang-orang berbatik dan berjas hijau.
 

Kelima, lahirnya FPI dan ormas-ormas lain yang berakidah Ahlussunnah wal Jamaah, cukup menjadi cermin kegagalan dan keangkuhan yang kerap dilakukan oleh oknum pewaris yang salah. Akhirnya, NU kalah populis di masyarakat perkotaan. Kenapa demikian? Bayangkan saja, seorang yang dikenal dengan Abu Janda saja bisa terlihat penting di salah satu Banom NU.

Masih banyak lagi persoalan berat yag tidak dirasakan berat oleh orang-orang penting di NU, justru dianggap masalah yang tidak lebih besar dari masalah lain yang tidak terkait dengan akidah dan pemahaman NU.

 
Tulisan ini jelas akan menuai teguran keras dari sebagian orang, dengan dasar-dasar yang tidak rasional. Kecuali, bila pembacanya adalah orang bijak yang memahami makna kritik sebagai tanda cinta.


Mohon maaf, ini murni sebuah kesimpulan yang dijamin 100% tidak ditunggangi kepentingan politik dan kepentingan di luar NU.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article