• Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
Menu
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
Search
Close
Search
Close
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
Menu
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
Home»Kolumnis
2 Mins Read

Soekarno Mata Air Keteladanan Para Pemuda

By RasyiqiApril 16, 2020
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email Telegram WhatsApp

jfID – Perjalanan panjang Soekarno dalam menapaki pergulatan pemikirananya, terutama dalam merumuskan philosofische grondslag (dasar filosofi) dan menjaga keutuhan Bangsa, telah menjadikannya teladan bagi generasi muda. Sosok Negarawan dan politisi yang mengalir dalam dirinya seharusnya menjadi suri tauladan bagi anak-anak muda progresif untuk bangkit dari perpolitikan indonesia yang sudah mulai suram den gelap saat ini.

Narasi kenegarwanan yang dibangun oleh Pemuda kelahiran surabaya tersebut merupakan ekspektasi yang sangat besar, andaikan para anak-anak muda hari ini benar-benar menterjemahkan pemikiranya dan dijadikan prinsip utama dalam tindakan. Sikap Negarawan yang disematkan kepadanya, bukanlah suatu yang diraih dengan instan dan sporadis, melainkan sikap kenegarawananya tersebut, ia dapat dari hasil dinamika dan dialektika yang panjang. Disinilah diperlukan karakter kepemimpinan politik yang tidak hanya teruji kapasitas dan integritasnya, tetapi Konsisten dalam merawat impiannya, memperjuangkan isu-isu kebangsaan di atas isu-isu sektoral yang mungkin menghinggap.

Dalam merangkul dan merumuskan indonesia, Soekarno telah menunjukkan suatu etika berbangsa di tengah masyarakat yang plural. Bung besar tersebut juga selalu hadir dalam merespon isu-isu keberagaman. Berkolaborasi dengan siapa pun tanpa memandang perbedaan suku, agama, warna kulit apalagi perbedaan bendera partai politik dan itu menunjukkan jika beliau adalah seorang negarawan yang layak untuk di teladani.

Keteladanan Soekarno yang paling menarik adalah mengaktivasi nilai-nilai islam sebagai basis moral dalam bertindak, bahkan dilakukan saat ketika ia masih muda. “Sejak usia muda, pemikiran Bung Karno senantiasa mengikutsertakan pemikiran tentang islam. Tahun 1926, beliau sudah menulis pemikiran tentang Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme yang tertuang dalam buku Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1.” Tulis DR. Ahmad Basarah dalam bukunya Bung Karno Islam dan Pancasila.

Transformasi  Nilai-nilai keislaman  sebagai sumber inspirasi dalam bersikap dan berkontestasi adalah pilihan cerdas seorang anak  muda kekinian. Dalam bahasa yang lain, keislaman yang kita miliki sungguh-sungguh dapat terpancar dalam sikap dan tindakan kita termasuk dalam berpolitik. Bila ini terjadi, maka politikus di  Indonesia yang mayoritas Muslim, sejatinya dapat menjadi pelopor perubahan yang merawat kehidupan berbangsa dengan nasionalisme kuat.

Sekali lagi, bagi saya Soekarno merupakan sumber mata air yang layak untuk di teladani di tengah kentalnya politik identitas dan menipisnya rasa toleransi. Konsepsi pemikiran beliau sudah selayaknya di hidupkan lagi ditengah perpolitikan indonesia, sehingga kita bisa merawat keberagaman yang ada di indonesia. Hal-hal yang tidak di inginkan katakanlah seperti saling hujat, caci maki, dan merasa paling benar.

Ahmad Wafi

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram WhatsApp

Baca Juga

Jacob Ereste, penulis produktif di usia yang tak lagi muda (foto: dok. Redaksi jurnal faktual.id)

Menulis untuk Menjaga Akal Tetap Sehat

5 Mins Read

Eksploitasi dan Perdagangan Manusia

6 Mins Read
Perang Rusia-Ukraina (foto: istimewa)

Menyoal Kecongkaan dan Hegemoni Barat atas Invasi Rusia terhadap Ukraina

4 Mins Read
Warga Desa Wadas/Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Masih Tentang Wadas

3 Mins Read
Dr. Sirikit Syah, seorang Pengajar dan Pengamat Media

Tantangan Pers Indonesia Sekarang

4 Mins Read
Ilustrasi wawancara

Wawancara dengan Wakil Komite Nobel & Akademi Sastra

5 Mins Read
Add A Comment

Leave A Reply Cancel Reply

Anda harus masuk untuk berkomentar.

  • Tentang
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Periklanan
Menu
  • Tentang
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Periklanan
Facebook Twitter Youtube Instagram

Copyright © 2022 Jurrnalfaktual.id. All Rights Reserved

  • Tentang
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Periklanan
Menu
  • Tentang
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Periklanan

Copyright © 2022 BeramalBaik. All Rights Reserved

Home

Indeks

Nulis

Login

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

  • Arta
  • Flash
  • Headline
  • Histori
  • Kolumnis
  • Rupa-Rupa
  • Sasana
  • Siasat
  • Tahta
Menu
  • Arta
  • Flash
  • Headline
  • Histori
  • Kolumnis
  • Rupa-Rupa
  • Sasana
  • Siasat
  • Tahta

Berlangganan Pembaruan

Dapatkan artikel-artikel berita kreatif dari jf.id

Facebook Twitter Pinterest YouTube WhatsApp TikTok Telegram Discord RSS