Siapa Aku?

honing alvianto bana
5 Min Read
Ilustrasi alam semesta yang kosong dan sunyi (Shutterstock)
Ilustrasi alam semesta yang kosong dan sunyi (Shutterstock)

“Baik dan buruk itu tidak memiliki inti pada dirinya sendiri. Suci dan tidak Suci adalah kata-kata kosong. Sebelum semuanya muncul, yang ada hanya kosong dan sunyi…”

jfid – Au adalah bahasa orang dawan (Suku Timor, NTT). Au Artinya, Aku. Aku ini bermakna ganda. Bisa berarti aku dalam artian identitas, bisa bermakna sesuatu sebelum adanya identitas. Au adalah usaha untuk memahami dan menyadari siapa diri kita sebenarnya. Siapa saya? Atau, siapa aku? Aku yang dimaksudkan ini adalah aku sebelum agama, teologi, atau sekumpulan pengetahuan yang harus dipercaya buta. Au juga bukan filsafat. Au ini sama dengan zen dalam tradisi Buddha. Au atau zen adalah sebuah jalan kuno untuk menyadari jati diri kita yang sebenarnya, sebelum semua konsep dan pikiran muncul. Dengan kesadaran itu, kita bisa hidup dengan jernih dari saat ke saat, dan membantu semua makhluk. Inilah jantung hati “Aku” atau “Au”.

Siapa Aku?

Beberapa hari lalu, dua orang sahabat saya: Fendy dan Edward mengajukan pertanyaan. Mereka berkata bahwa mereka pernah ditanyakan oleh salah seorang senior. Senior itu bertanya kepada mereka tentang: siapa aku?

Pertanyaan itu adalah pertanyaan mendasar yang diajukan bukan kepada orang lain, melainkan kepada diri kita sendiri. Selain pertanyaan itu, ada pertanyaan lain yang mendasar dan selalu diajukan oleh umat manusia. Pertanyaan itu seperti, mengapa kita lahir ke dunia ini? Mengapa kita harus meninggal? Mengapa segala hal yang kita raih tidak bisa memberikan kita kebahagiaan yang sejati? Mengapa semuanya harus kita lepas, ketika kita meninggal? Ingat, mayat tidak memiliki kenangan dan pengetahuan dibadannya.

Semua orang pasti pernah bertanya tentang hal itu. Setiap agama berusaha mengajukan jawaban. Setiap ajaran filsafat dan ilmu pengetahuan mencoba menggali penjelasan tersebut.Namun, tidak ada satupun yang bisa memberikan jawaban untuk semua orang. Apa itu kesadaran? Mengapa kita ada? Mengapa kita harus lahir, dan kemudian mati? Memang, ilmu pengetahuan telah berkembang amat pesat. Agama-agama besar juga bertumbuh dan berkembang di berbagai belahan dunia.

Namun, semua itu tidak pernah bisa sungguh menjawab pertanyaan mendasar berikut: Siapa aku sebenarnya?

Filsafat dan ilmu pengetahuan mengandalkan akal budi manusia.

Ketika kita bertanya, siapa aku sebenarnya, akal budi kita terhenti. Kita pun lalu mencerap keadaan batin, sebelum segala pikiran muncul. Ini adalah keadaan batin kita yang asli, sebelum semua agama, filsafat dan konsep.

Jati diri kita yang asli tidak memiliki nama. Ia tidak memiliki bentuk. Ia tidak datang, dan ia tidak pergi. Tidak ada yang muncul, dan tidak ada yang hilang. Ia bukanlah benda, dan bukanlah tempat. Ketika kita menamainya, kita sudah jatuh dalam kesalahan.

Kita bisa menyadari jati diri kita dengan bertanya, siapa saya? Mengapa kita hidup di dunia ini? Sejuta pertanyaan kehidupan

berakhir pada pada pertanyaan ”siapa saya sebenarnya”.

Saat ini

Kita perlu untuk melihat ke dalam diri kita sendiri. Kita perlu bertanya, ”Siapa ini yang sedang membaca tulisan ini? Siapa ini

yang sedang bernafas?” Ketika ditanyakan secara serius, pertanyaan tersebut menghentikan pikiran kita. Semua analisis konseptual secara alamiah berhenti.

Yang muncul adalah kesadaran akan gerak nafas kita. Kita berakar di keadaan di sini dan saat ini. Kita tidak lagi menilai keadaan sekitar kita. Kita melepaskan semua pikiran konseptual, dan kembali ke kesadaran akan telinga, nafas, tubuh dan lidah kita. Inilah keadaan alamiah kita sebagai manusia. Semua kata dan konsep berhenti.

Ketika ini terjadi, kita bergerak dari ranah pikiran ke ranah sebelum pikiran. Ini bisa disebut kesadaran akan  ”kekosongan dan kesunyian ”, atau ”pikiran pemula”, atau ”jati diri alamiah”. Pada titik itu, kita adalah diri kita sendiri, sekaligus kita adalah siapa pun.

“Siapa aku?” Adalah sebuah pertanyaan mendasar yang menyatukan semua mahluk. “Aku”, tak memiliki nama dan identitas. Aku adalah kekosongan dan kesunyian. Aku adalah awal mula dan awal dari segalanya.

Honing Alvianto Bana. Penulis adalah anak asli Kota Soe, NTT. Penulis juga suka menulis puisi dan cerpen. Tulisannya sering terbit dibeberapa media lokal dan nasional. 

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article