Peran Guru Mustahil Tergantikan Tekhnologi

M. Rizwan
3 Min Read

jfID – Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 berbicara tentang tujuan pendidikan. Pada pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan pendidikan nasional, jelas untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, mandiri dan kreatif, agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab serta demokratis.

Menilik hal tersebut, pada dekade ini, yakni selama masa Pandemi Covid 19, para siswa dan atau Mahasiswa diinstruksikan untuk belajar di rumah melalui ketergantungan tekhnologi. Melalui tekhnologi tersebut, para siswa atau mahasiswa mengakses bahan ajar dan pembelajaran mereka selama masa pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Sebagian siswa atau Mahasiswa boleh jadi merasa nyaman menggunakan tekhnologi pada pekan awal belajar daring. Namun, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mulai menuai banyak persoalan pasca sekitar sebulan sudah diterapkan.

Terlebih ada sebagian orang tua yang tak mampu melakukan pengawasan kepada anaknya, sehingga orang tua pun sadar bahwa peran guru memang tak bisa tergantikan oleh apapun dalam persoalan mendidik, dan memikirkan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memang tak efektif.

Masalah Pembelajaran Jarak Jauh lainnya yakni koneksi internet yang jangkauannya belum merata. Daerah asal para siswa dan mahasiswa tak semuanya berasal dari kota yang koneksi jaringannya 4 G, tetapi jika berasal dari kampung atau dusun, jaringan E lite/G sering dijumpai.

Beruntung profesi guru adalah profesi yang unik. Dengan panggilan jiwanya, guru terus mencari cara dan metode untuk terus melayani siswa dan atau mahasiswanya terus belajar.

Selain itu juga pembelajaran dengan sistem online, juga sangat sedikit kemungkinan membentuk karakter dan spiritual. Hal itu karena pembelajaran dalam jaringan (daring) hanya membuat para siswa sekedar mengetahui namun tidak memahami, karena intraksi antara subjek dan objek pendidik tak terlaksana. Dan diyakini pembentukan karakter siswa tak bisa dibentuk dengan online dan tekhnologi.

Mungkin saja, materi lebih komplit di internet, namun pendekatan bathin pembentukan karakter dan pembiasaan spiritualitas hanya bisa diperoleh melalui guru. Perlu diingat bahwasanya, pendidikan bukan hanya bertujuan untuk menjadikan anak bangsa cerdas secara intelektual, akan tetapi cerdas secara spiritual dan etik (kognitif, afektif dan psikomotorik).

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article