Pembaca-Penulis: Ruang Interpretasi Tanpa Henti

Tjahjono Widarmanto
5 Min Read
Ilustrasi kampanye disinformasi lewat internet | Gerd Altmann /Pixabay
Ilustrasi kampanye disinformasi lewat internet | Gerd Altmann /Pixabay

jfID – Todorov pada abad ke-18 pernah berseru, bahwa sebuah teks adalah sebuah piknik. Seorang penulis mengristalkan pikiran-pikiran di kepalanya, di otaknya, ke dalam wujudnya yang baru: ‘kata-kata’. Melalui kata-kata itulah ditawarkannya pikirannya kepada pembaca yang datang dengan khazanah dalam kepala dan pikirannya. Seorang pembaca bukanlah bidang kosong sama sekali, namun dalam dirinya, dalam kepala seorang pembaca sudah terdapat cakrawala atau khazanah yang mungkin berdekatan, selaras, bahkan berlawanan dengan penawaran yang dilakukan penulis.

Maka berlangsunglah sebuah pertemuan yang intim, perjalanan yang gaduh serta riang, atau sebuah perjamuan yang mungkin tidak berhenti pada sebuah pertemuan, perjalanan atau perjamuan yang sekejap itu, melainkan akan bergulir dari waktu ke waktu, dari satu ruang ke ruang yang lain. Sebuah piknik (meminjam istilah Todorov di atas), bisa berlanjut panjang, tak hanya berhenti pada satu pembaca saja, namun dengan berbagai pembaca dari segenap mata angin, dari berbagai kurun waktu. Proses piknik tersebut mengundang para pelancong yang pada gilirannya nanti akan melahirkan teks yang baru. Dengan kata lain sebuah teks akan beranak pinak dalam wujud teks-teks baru yang tak terbilang dan tak terduga. Teks-teks yang baru itu mungkin saja akan menguatkan teks yang lama, memproyeksikan sudut yang baru, bahkan bisa menjadi malin kundang yang melawan teks sebelumnya.


Pembaca tak hanya mengacu pada jumlah oplah atau kelarisan sebuah buku, juga tak sekedar menunjukkan tingkat keterpelajaran sebuah bangsa, namun lebih dari itu pembaca adalah ayah kandung dari sebuah teks yang akan membuahi teks tersebut menjadi teks-teks baru. Semakin banyak pembaca, semakin banyak teks tersebut beranak pinak Pada mulanya seorang pembaca adalah seorang penikmat, lantas dalam sekejap ia berubah menjadi seorang pelancong, atau meminjam istilah Hasif Amini, seorang pemain di lapangan bahasa.


Dengan berbekal cakrawala pengetahuan serta pembendaharaan khazanah yang dipunyainya, seorang pembaca berubah menjadi seorang penafsir. Teks-teks yang dihadapinya akan ditafsirkan, diberinya makna, sekaligus akan mempertanyakannya. Sebagai pelancong, ia akan memberi tanda setiap persinggahan yang menarik hatinya. Pelancong sejati adalah pelancong yang selalu mencatat apa yang dijumpainya dalam perjalanan. Pun dengan pembaca, saat berhadapan dengan sebuah teks, tak henti-hentinya dalam perjalanan menelusuri teks tersebut dengan setia ia merangkai makna, menafsir, mencatat, dan memberi tanda bagian-bagian teks yang memikat hatinya. Sebagai seorang penafsir, maka ia dengan otomatis menjelma sosok yang lain: penulis. Pembaca yang baik otomatis akan menjadi seorang penulis pula, paling tidak ia akan menulis teks baru (dari respon apa yang dibacanya) dalam pikirannya sendiri.


Pembaca-penulis inilah yang menjadikan sebuah teks tak hanya berhenti pada teks belaka, namun teks itu menjelma menjadi virus yang membuat pembaca yang lain, yang hadir berikutnya, juga pembacanya terdahulu; menjadi gelisah untuk terus menggali, menguak, dan mengorak berbagai dimensi teks tersebut dari yang paling terselubung sampai batas yang paling tidak terduga. Maka piknik itu pun terus berlanjut tiada berujung, mengarungi berbagai alternative pemaknaan dengan jumlah pelancong yang juga terus bertambah seperti deret ukur atau lokomatif kereta.


Sebuah pembacaan adalah upaya penafsiran. Upaya menafsir tersebut tak akan pernah sampai pada titik final. Sebuah pembacaan melahirkan pembacaan selanjutnya, demikian terus menerus seperti putaran musim. Sebuah teks yang sama, di waktu pembacaan lain, baik dibaca ulang oleh pembaca yang sama atau pembaca yang baru, selalu saja akan menampilkan sisi-sisi baru, detil-detil yang berbeda, dan pencapaian yang berbeda-beda. Pembacaan ulang sebuah teks oleh serombongan pembaca, serombongan pelancong, tak bisa disebut sebagai pengulangan saja atau sekedar napak tilas belaka, namun sesungguhnya selalu hadir sebagai sebuah pencarian yang baru. Pencarian yang baru itu bisa saja melahirkan penemuan yang berbeda, namun bisa pula justru pembongkaran bahkan penjungkirbalikkan tafsir yang pernah dijumpai dalam pembacaan sebelumnya, paling tidak akan memperkaya tafsir yang selama ini telah dilakukannya.


Benar kata Todorov bahwa teks adalah sebuah piknik. Dan sebuah piknik adalah perjalanan yang mengasyikkan serta selalu menggoda. Pada akhirnya piknik itu akan melahirkan sekian pelancong berikut sekian tafsir. Piknik itu akan melahirkan beratus-ratus makna yang terus berkembang, beranak pinak, berkelindan, dan tak pernah sama.***

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article