PAN dan Syaikhona Kholil

Deni Puja Pranata
3 Min Read

“Serangan harus seperti petir. Ia harus mengejutkan, keras menyambar, dan tak terhentikan,” Sun Tsu.

jfid – Partai Amanat Nasional (PAN) secara kultur idiologis dan basis adalah Muhammadiyah. Sedangkan Syaikhona Kholil adalah guru dari kaum Nahdhatul Ulama. Fenomena nyentrik terjadi saat usulan Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura, justru pertama kali dicetuskan oleh fraksi PAN di Senayan.

Usulan fraksi PAN, yang diwakili Slamet Ariyadi di rapat Paripurna III DPR-RI pada Rabu 10 Februari 2021, tentang Syaikhona Kholil, harus diakui Negara sebagai Pahlawan Nasional. Menjadi daya magnetig masyarakat Madura, menyuarakan   Syaikhona Kholil sebagai Pahlawan Nasional.

Tentu, ini bukanlah kecelakaan idiologis atau disfungsi politik. Secara demografis, Madura adalah lumbung pesantren di Indonesia yang para kyai-kyainya mayoritas NU. PAN sangat cerdas dalam momentum mengambil hati masyarakat Madura. Hal tersebut, tidak lepas dari latar Slamet Ariyadi sebagai santri NU dan mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berhaluan Aswajah.

Grand issu dan usulan Syaikhona Kholil sebagai pahlawan Nasional. Tidak hanya datang dari Partai Amanat Nasional (PAN), PDIP pun melalui Said Abdullah juga ikut menyuarakan. Ini, menjadi sebuah kewajaran, karena selain mencari simpatik masyarakat, Syaikhona Kholil adalah guru daripada Kyai-kyai besar di masa pra kemerdekaan.

Secara pemikiran, penulis masih belum mempelajari pertemuan Ahmad Dahlan dan Syaikhona Kholil. Namun, setidaknya, pertemuan itu dijumpai di sosok Slamet Ariyadi. Seorang anak santri NU yang patuh pada Kyai, lahir di Matahari Muhammadiyah.

Sebagaimana penulis pernah utarakan, Slamet Ariyadi adalah sintesa dari Gusdur Muda dan Amin Rais muda. Pandangan politik Slamet Ariyadi yang kritis terhadap sesuatu seperti terlihat sebagai Amin Rais muda yang bicara panjang soal Reformasi. Dan Slamet seperti menjelma sosok Gusdur muda. Konstruksi berfikir Nahdiyin dari pendidikan pesantren, Slamet tampak seperti Gusdur muda.

Slamet Ariyadi, memandang, jika sangatlah penting Syaikhona Kholil diakui Negara sebagai Pahlawan Nasional. Karena dedikasi dan perjuangannya melawan Belanda tidak terbantahkan.

Bicara PAN, sebagaimana yang tegas diucapkan Zulkifli Hasan (ketum PAN) jika Muhammadiyah adalah ibu dari PAN. Itu tak bisa dipungkiri, karena kala itu, Amin Rais sebagai ketua umum Muhammadiyah duduk sebagai ketua umum pertama di partai berlambang matahari itu.

Namun, itu semua menjadi klise, saat Slamet Ariyadi yang berangkat di kandang NU melenggang mulus dengan suara  133.495. Sebuah Hipotesa baru dalam dunia politik.

Madura basis PAN, ini bukanlah sebuah diskursus, sebagaimana Rizki Shadiq ketua umum DPW PAN Jatim menyebut “Jatim basis PAN”

Dalam strategi politik PAN, mentransformasikan apa yang dikatakan Sun Tsu. “Serangan harus seperti petir. Ia harus mengejutkan, keras menyambar, dan tak terhentikan,”

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article