Jangan Takut, Serang Amerika dan China

Rasyiqi .
8 Min Read
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping (Foto: AFP)
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping (Foto: AFP)

jfID – Ketegangan laut China Selatan berlanjut per hari ini yang menurut pengamatan banyak orang, pemerintah belum ada langkah antisipasinya. Kalau sudah seperti ini kita di pertontonkan hal yang sama ketika covid, bakal gagap.

Ingat corona di bulan Januari dan Februari. Malah mempromosikan pariwisata, malah membuka pintu virus masuk. Bagi saya ini seperti servo mechanism nya pengelola negara saat ini. Apa itu servo mechanism? Yaitu sebuah hal negatif yang berulang-ulang. Itu seakan sudah “bawaan nasib”, bawaan pilihan bawah sadarnya pengelola negara ini.

Servo mechanism adalah sistem kehidupan yang melayani seseorang yang selalu berulang dan “semua ini sebenarnya ciptaannya sendiri”.

Servo mechanism manusia cenderung menarik hal yang sama, berulang-ulang. Karena pikiran bawah sadarnya sudah “mempunyai program itu”.

Jadi, ketika di perlihatkan peristiwa yang persis sama seperti perang di laut China Selatan, yang jadi atau tidak jadi perang militer, kedua negara Tiongkok dan Amerika sudah masuk kategori PEPERANGAN.

Untuk mengantisipasinya, juga pendekatan perang. Saat ini kita tahu, keputusannya pejabat negara BUSINESS AS USUAL. Ini kasihan rakyat Indonesia kalau di beginiin terus.

Seperti pada corona, sebelum masuk under estimate corona, ketika masuk puanik pol, semua tindakan over estimate, lalu bingung cara mundur maju keputusan jangan boleh jangan boleh, baru sekarang bulan ketiga redaan, minta damai dan mulai mau dinormalkan, tetapi malah terlihat underestimate lagi terhadap covid. Bingung dah!

Kalau di laut China Selatan, hening. Pemberitaan hening. Bahkan kayak ngak faham, baik medianya, kalau disiarkan seakan akan menakuti warga Indonesia, jadi lebih baik tidak di tayangkan. Tetapi pejabat juga tidak directed, tidak memberikan petunjuk jelas.

Kalau perang bagaimana? Apa merasa mentang-mentang pelurunya jauh terus ngak harus di pikirkan gitu?

Jadi pendapat umum sama dengan melihat covid dalam perang laut China Selatan. Sebelum perang under estimate, ketika perang nanti pasti over estimate, panik, gagap.

Saran bagaimana? Ada baiknya “sebelum perang over estimate”, penuh dengan persiapan, solutif dan antisipasi. Caranya?

Ikut aktif ambil posisi. Ambil bagaimana? Ikut perang gitu? Iya lah…ambil posisi itu pro aktif.

Kita jelaskan. Kita semua tahu posisi Indonesia sekarang miring ke Tiongkok dalam perang laut China Selatan. Jelas itu dan tidak usah di bantah-bantah.

Sebentar ada komentar, itu Trump mau pindahkan pabrik Amerika di China ke brebes, Trump juga telpon-telponan mau bantu alat kesehatan ke Indonesia.

Ini susah nih kalau bernegara masih polos melihatnya.

Kita balik deh cara mikirnya. Anda jadi Trump. Anda ingin 2 kali jadi presiden Amerika, anda ingin menang kompetisi dengan China, anda ingin terus menjadi sherif nya dunia.

Maka yang dimainkan ada lobby politik, ada janji surga. Ingat! anda kan politikus begitu, PHP, janji surga yang mana ketika jabat ngak ada yang di tunaikan janjinya.

Trump juga sama, ambil hati dulu seluruh negara di kawasan laut China Selatan. Tetapi hatinya Amerika sudah di sungai Mekong. Indonesia selama ini bukan mitra bukan aliansi lagi, beda. Transaksional sekali.

Makanya saya pernah bilang, hubungannya kayak sama lonte. Beli putus, ngak pake hati, yang penting puas. Anda yang nentuin siapa yang puas, siapa yang bayar dan siapa yang di bayar. Wis ngerti?

Jadi, nanti ketika perang selesai, ya ngak ada janji-janji tadi. Janji tinggal janji. Persis lah seperti semua cowok punya mental, maunya niduri doang, puas tersalurkan. Sebelum syahwat terlampiasi, wui, bulan kalau diminta dikasih kali. Air laut dikeringin, besok kering tuh laut.

Begitu dapat apa yang dimaui, belok dia. Mana ada loyalitas didapat dari transaksional. Mana ada cinta, mana ada relationship. Kapan pacarannya, kapan romantisnya. Terus ngarep di kawin gitu?

Makanya, kita jangan lenje-lenje begitu, sok-sok cantik. Sadar lah, barang bekas, ngak pernah perawatan, ngak pernah nabur mau nuai.

Kita harus ubah semua itu. Bisa kita ubah. Ngak ada kata telat. Apa yang kita harus lakukan?

Begini solusinya, kasih penawaran yang tidak bisa kedua belah pihak tolak tetapi memerlukan cukup waktu untuk dikerjakan.

Kita semua tahu kekuatan Indonesia ada di chock point Selat Malaka. Dengan posisi chock point itu, China minta jangan kasih Amerika. Lalu Amerika minta izin, boleh pasang pangkalan di sana.

Ini kuncinya.

Kalau saya nih yang punya mandat, maka jawabnya beda dengan apa yang dilakukan saat ini yang mengatakan “kita negera bebas aktif” kami tidak memihak, kami netral. Beeeeuhh itu jawaban diplomat pemula, boleh. Kalau kita?

Harusnya pakai strategi ini ketika Amerika datang. Dengan muka serius kita bilang. Amerika mau pasang pangkalan di chock point. Siaaaap silahkan, tapi ada syaratnya boss. Kami ini perang lawan covid, kasih kami obat-obatan dulu, alat kesehatan ventilator dan kirimkanlah 1000 tenaga medis beserta peralatannya.

Juga untuk stimulus ekonomi, kasihlah kami pinjaman tanpa bunga 5 tahun untuk 2000 Triliun ekonomi kami. Di tambah lagi 1000 perusahaan Amerika pindah ke Indonesia saat ini sebelum bedil meletus, kalau semua itu OK pakai lah chock poin itu selama 1 tahun aja. Hanya buat menang kan dengan Tiongkok menyekek supplay energi ke China.

Amerika pasti ngak bisa jawab cepat. Bisa 3 bulan nego ketat itu. Dan keburu waktu Trump habis, sudah mau pilpres di Amerika. Kayak main catur lah, kalah langkah boleh, tapi kita menang waktu.

Ketika Tiongkok datang, minta jangan izinkan Amerika buat pangkalan di chock point. Kita bilang, siaaaap.

Tapi itu semua investasi China jalan tol, pelabuhan, potong 100% investasinya. Lu juga kagak rugi lah. Orang cetak uang juga di negaranya. Gratisin semua. Kita hitung NOL. Termasuk investasi ekport debt di konawe, 50% nya buat BUMN antam. Sebagai stragei over sight ada unsur negara di dalam bisnis strategis.

Saya yakin China bingung jawabnya.

Keduanya, Amerika dan China akan panik, gulung koming merayu dan bernegosiasi dengan Indonesia. Itu tawaran sulit mereka tolak tapi sulit mereka kerjakan. Ujung ujungnya keburu perang.

Tapi di pandangan mereka, Indonesia punya STAND POINT, punya POSTURE, mereka hormat nantinya, karena kita tahu posisi kita. Kalaupun salah satu memenuhi permintaan kita, kita dalam posisi menang. Dari pada ngak dapat apa-apa kayak sekarang dan jadi bulan-bulanan. Semoga manfaat informasinya, ngak pantes banget ya sontoloyo ini ilmunya. #peace

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article