ISI KOTEKA

Rasyiqi
By Rasyiqi
4 Min Read
Gambar Ilustrasi Masyarakat Papua pakai Koteka
Gambar Ilustrasi Masyarakat Papua pakai Koteka

Oleh : Herry Santoso

EMBUN PAGI belum sepenuhnya menguap, Bejo sudah nyerocos di angkringan Yu Nas.
“Kalau memang mengaku sebagai bagian NKRI ya jangan mokong nggak mau pasang merah putih ! Itu pengkhianatan sebagai bangsa, apalagi sampai membuang bendera di selokan segala ! Bumpang is symbol of the state bendera itu lambang negara !” ujarnya berapi-api. Sodrun yang di dekatnya cuma ndomblong.


“Memandang Papua tidak semudah yang kamu ucapkan Jo !” akhirnya suami juragan batik itupun angkat bicara.
“Maksudmu ?
“Papua itu cuwilan tanah surga. Orang Papua tidur bekasur emas, rumahnya berdinding tembaga ! Namun sangat disayangkan, sejak dulu terus dan selalu tereksploitasi dengan syahwat keserakahan yang menggelora.

Bayangkan, Kota Bintumi, belum ada listrik padahal kota kabupaten yang berjarak dari Freeport cuma beberapa puluh kilometer dan kamu harus tahu, Freeport cuma lubang hitam di kulit bumi tetapi sudah jadi a black hole that became an underground city atau lubang hitam yang jadi kota bawah tanah ! Apa yang tidak bisa di beli di dalam sumur Freeport ? Dan…”


“Dan sekarang sudah ada listrik di Kota Bintumi, Drun ! ” sergah Bejo, “Malah sebenderang Jayapura karena telah Jokowi telah membangun sumber listrik bekapasitas 1.000 MW !” tukas Bejo.


“Ya, kan baru saja, dulu beberapa dasawarsa kan gelap ? Untuk itu ada luka lama yang memborok dan bernanah di hati orang Papua. Ia punya sensitivitas tinggi wajar jika mahasiswa itu mudah ngamuk dan sakarepe dewe, wong sapai dikain monyet segala !” ganti Sodrun yang mulutnya berbusa-busa.
“Tapi…” sela Bejo.
” Tapi apa ?”
” Sudah sekitar 200.000 anak Papua yang dibeasiswakan pemerintah pusat, bahkan setelah bagi royalty Freeport sekarang 51%di era Jokowi akan lebih banyak lagi anak Papua yang akan turun gunung ngangsu ngelmu di berbagai PT di luar Papua. Karena orientasi pembangunan di periode-2 Jokowi adalah SDM. Sudah ribuan kilometer jalan til, eh tol terbangun, pun sekitar 4.500 km jalan setingkat tol di papua, seragam harga BBM dan bahan pokok, bandara, pelabuhan dibangun kok masih tetap kurangajar, ayo !” ujar Bejo tak terkendali. Sodrun cuma menahan geli karena sebagian kecil makanan di mulutnya turut nyemprot ke arahnya.


“Jo, bicara Papua bukan sekadar hitam-putih. Papua itu banyak yang mengincar, banyak yang turut “bermain” baik pilitisi, maupun orang luar negeri. Papua itu bukan sekadar koteka, tapi isinya ada juga politik, ada keserakahan, kemunafikan, ada juga cinta kasih. Makanya, orang Papua harus disuapi nasi pecel, rawon, soto, atau gudeg agar lebih nasionalis, agar rasa kolonial dan keterkucilannya tidak mendarah daging.


“Memandang Papua…” kata Sodrun lagi, ” jangan sekadar Kotekanya saja, dalamnya juga harus diabaikan, dicermati ada apa dengan isi isinya…!” tutup Sodrun Bejo cuma melongo sampai-sampai mulutnya kemasukan lalat nggak terasa.

(Penulis adalah seorang pengamat sosial dan budaya kini menetap di Blitar Jawa Timur)

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article