Industrialisasi Laut dan Penataan Sistem Ikan Nasional

Rusdianto Samawa
5 Min Read
Foto: russgeorge.net
Foto: russgeorge.net

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

jf.id – KOMPLEKS DPR MPR, SENAYAN – industri Kelautan dan Perikanan sedang dalam masalah besar. Arah pembangunan Industrialisasi ini sudah dicanangkan pada Visi Poros Maritim Jilid Pertama, Periode Joko Widodo tahun 2014 – 2019.

Dimana-masa 5 tahun ini, induatrialisasi Kelautan dan Perikanan terseok-seok. Ibarat kata “Berlari Ditengah Lumpur”. Bayangkan kalau berlari ditengah lumpur, betapa capek, berat dan mandeg. Tentu membuat visi poros maritim gagal 1000%.

Yang membuat gagal itu, karena tidak ada platform akselerasi kebijakan antara pusat dan daerah. Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan selama ini justru paradoks diantara banyak cita-cita yang ingin dicapai.

Padahal, keyakinan besar pemerintahan Joko Widodo pada periode pertama, adalah pembangunan industri kelautan dan perikananan sebagai jalan keluar untuk mengatasi kendala dalam pengembangan industri perikanan di dalam negeri.

Bahkan, Presiden Joko Widodo memberikan instruksi kepada seluruh Kabinet agar melaksanakan Keputusan Presiden No. 7 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan Industri Kelautan dan Perikanan.

Karena, selama ini pengembangan industri banyak menemui kendala dan buntu pada level kebijakan. Kendala itu meliputi pasokan bahan baku, infrastruktur, sarana dan prasarana, serta kebijakan dan peraturan.

Saat ini, utilisasi kapasitas terpasang industri pengolahan ikan masih di bawah 40 persen. Untuk itu, diperlukan optimalisasi Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) sehingga pasokan bahan baku ikan dan harganya bisa stabil.

Namun demikian, pemerintahan Joko Widodo pada periode kedua, poros maritim jilid 2 agar optimistis bahwa industri perikanan nasional dapat segera tumbuh seiring dengan komitmen pemerintah dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.

Persoalan sekarang, pada level menteri Kabinet, banyak yang melakukan pencitraan untuk mengejar pundi-pundi daripada bekerja buat kebaikan Kelautan dan Perikanan. Pencitraan dari sisi ekspor naik, impor turun, utilities industri naik, stok ikan naik, dan lain sebagainya. Padahal sejatinya, semua itu omong kosong dan tidak terbukti.

Padahal 10 – 15 tahun lalu, ekspor udang, ikan, lobster dan kepiting sangat bagus. Selain itu, ada industri-industri yang sudah advance di pasar ekspor pada bidang processed food (produk olahan). Tetapi sekarang industri itu malah mengalami penurunan produksi. Selain itu, industri olahab juga ada kelompok ikan fresh dan kaleng.

Saat ini penting untuk mendorong pertumbuhan dan revitalisasi industri Kelautan dan Perikanan. Untuk mempermudah hal itu, harus ada agenda deregulasi seluruh Peraturan Menteri sebelumnya yang dianggap melemahkan investasi Kelautan dan Perikanan.

Syarat utama industrialisasi Kelautan dan Perikanan pemerintah harus berjalan bersama untuk membangun industri perikanan nasional. Selain itu, pengembangan program aquakuktur sangat diperlukan: udang, rumput laut, dan ikan. Sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia.

Pada periode kedua presiden Joko Widodo dengan visi poros maritim jilid II, masih optimistis bahwa industri perikanan nasional mampu tumbuh secara signifikan. Karena Indonesia memiliki potensi besar di sektor kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan perlu dioptimalkan baik untuk pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan permintaan ekspor.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), industri pengolahan ikan di Indonesia terdiri dari 636 Usaha Pengolahan Ikan (UPI) skala besar dan 36 ribu UPI skala kecil atau rumah tangga dengan teknologi sederhana. Salah satu industri pengolahan ikan yang cukup berkembang di Indonesia yaitu industri pengalengan ikan seperti Surimi. Pada 2015, industrinya mencapai 41 perusahaan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 46.500 orang dan nilai investasi sebesar Rp.1,91 triliun.

Kapasitas terpasang industri tersebut mencapai 630 ribu ton dengan nilai produksi 315 ribu ton (utilisasi produksi hanya 50 persen). Sedangkan, nilai ekspor ikan dalam kaleng mencapai US$ 26 juta dengan nilai impornya sebesar US$ 1,6 juta.

Semoga kedepan, cita-cita industrialisasi laut Indonesia menjadi bagian penting terhadap kontribusi bangsa dan negara.[]

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article