Gaya Politik Status Quo di Pilkades 2020 Sudah Mati!

Rasyiqi
By Rasyiqi
9 Min Read
Kursi panas Pilkades Lombok Tengah
Kursi panas Pilkades Lombok Tengah

Lombok Tengah,- PilkaDes sudah di ambang pintu. Sekitar 4 bulan lagi, jika tidak ada kendala, akan di helat demokrasi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat bawah ini (Pilkades).

Status quo secara bahasa keseharian diartikan sebagai kondisi yang ada saat ini yang sedang berjalan. Kosakata ini sering dipakai dalam bentuk negatif karena berlawanan dengan makna perubahan atau singkatnya “anti perubahan”. Kata “status quo” ini banyak sekali digunakan dalam hirarki perpolitikan untuk menyatakan kondisi, kultur dan habit yang sudah berjalan sudah cukup lama.

Jadi, mempertanyakan status quo adalah mempertanyakan kondisi sekarang yang sudah mengakar kuat yang terkadang buruk dan baik, tergantung penilaian publik dalam suatu tempat.

Status quo jika dipandang sebagai hal yang negative maka asumsi yang bisa mewakili untuk memberantasnya adalah “lawan, dan jadikan sebagai musuh bersama, dan jika itu bagus, pertahankan asal ada perubahan dalam keperbedaan”.

Kita bisa mengambil contoh, bagaimana ketika dalam scup yang luas, Negara Singapura, negara termaju di Asia Tenggara berhasil menjadi negara maju karena membebaskan diri dari “status quo” artinya warga Singapura tidak pernah mau berlama-lama dengan kondisi yang sama, selalu ada inovasi dan terobosan. Selama suatu Negara, Daerah, Kabupaten, bahkan Desa mau melepaskan diri dari Status Quo, maka bisa dijamin akan selangkah lebih maju.

Mengambil sampel di Desa Mangkung, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah terkenal dengan nuansa politik yang luar biasa, terbukti dengan mampunya satu Desa ini mencetak 2 orang anggota DPRD Provinsi NTB, dan 2 Anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah, dan banyak tokoh politik yang sudah lahir di Desa ini dan tercatat hanya satu Desa di Pulau Lombok Tengah Yang mampu seperti ini (tokoh legislator).

Dengan kondisi ini, menarik kita lirik perpolitikan yang ada di pusaran Desa ini, yakni PilKades. Kepala Desa Mangkung selama dalam kurun waktu berdirinya telah di pimpin oleh beberapa orang yakni

Status Quo Pilkades Mangkung yang dimaksud adalah dengan mengandalkan kodisi geografis, cost politik, trah yang mesti memimpin Desa, asal usul Kades, Ketokohan, serta siapa yang ada di balik layar suksesor masing-masing calon.

Terkait dengan status quo Pilkades Mangkung ini, diasumsikan akan mati, sebab teradapat beberapa alasan yang logis yang mungkin bisa diterima publik, yakni;

  1. Pasal 21 Permendagri No. 65 Tahun 2017 tentang perubahan atas Permendagri No 112 tahun 2014 tentang syarat wajib Calon Kepala Desa yang dirubah berdasarkan surat keputusan MK No. 128/PUU-XIII/2015. “Calon Kepala Desa tidak terbatasi dengan domisili”. Artinya bahwa dalam satu Desa kemungkinan besar akan ada calon kuat dari luar Desa setempat.
  2. Kondisi masyarakat yang sudah bosan dengan Status Quo yang menginginkan perubahan baik secara sistem maupun pimpinannya.

Hal ini terbukti dengan tidak ada bedanya antara semua calon. Calon yang akan menjadi pemenang adalah calon yang bisa mengambil hati masyarakat, Tentu ini sulit sebab masing-masing wilayah Desa yang berpenghuni sekitar 13.000 orang ini mempunyai calon masing-masing di wilayah masing-masing.

Publik sudah memahami siapa yang serius maju sebagai abdi masyarakat, dan siapa yang hanya sekedar penghibur alias di pasang oleh salah satu calon sebagai pemecah suara. Jika melihat peluang yang sama, maka sungguh naas nasib dari calon yang berstatus sebagai pemecah suara saja/ penghibur.

  1. Terdapat seolah ada pembagian wilayah yang masing-masing mempunyai jagoannya sendiri. Wilayah tersebut yakni, pertama, wilayah utara terdiri dari Dusun Telok Rembitan, Mangkung, Daye, Pelah, kedua, wilayah Mangkung Tengah/pusat, terdiri dari Dusun Mangkung Lauk, Batu Samban, Dusun Bat eat, ketiga, Wilayah Selatan, yakni Dusun Open, Dusun Teboh, Dusun Orok Gendang, Dusun Tojang, Dusun Jangkih Jawe, Dusun Batu Ampun, Dusun Modak, Dusun Keling, Dusun Bun Pande, Dusun Batu Keliang, dan Ke empat yakni Poros Tengah, terdiri dari Dusun Patre 1 dan 2, Dusun Emboan.
  1. Masing-masing wilayah tersebut di prediksi mempunyai jagoannya sendiri.
  2. Kondisi ini akan membuat situasi perpolitikan yang semakin seru, sebab masyarakat di masing-masing wilayah mempunyai jagoannya masing-masing.

Artinya bahwa masing-masing calon mempunyai peluang yang sama dan sama-sama menginginkan perubahan. Dengan peluang tersebut, menguatkan bahwa semua calon mempunyai basis masa yang sama-sama kuat, sehingga dengan potensi tersebut, tidak ada kelebihan dari calon, entah itu berasal dari utara, selatan, tengah ataupun lainnya.

  1. Cara Pandang Masyarakat sudah cerdas.
    Semakin pesatnya perkembangan dan kemajuan zaman, mempengaruhi gaya pikir masyarakat. Uang dan cost politik serta ketokohan sudah mulai luntur, cost politik sudah tidak menjadi barometer kemenangan, sebab ada konsensus hukum yang menghadang. Justru jika cost politik yang besar dalam level pilkades, cendrung akan menimbulkan bencana korupsi di kemudian hari jika calon Kades tersebut menang. “SAY No TO MONEY POLITIK”.
  2. Politik Identitas Sudah Tidak Mempan lagi.
    Alat yang paling hebat dalam mempertahankan gaya status quo adalah politik identitas, yang mengandung ras, suku, agama, trah dan segala jenis faksi dalam tubuh masyarakat. Masyarakat hanya memandang dalam bentuk perubahan, siapa saja yang dirasakan mampu membawa perubahan, maka itulah pemimpin Desa yang akan mampu mengangkat harkat, martabat serta derajat Desa, Terlebih Desa Mangkung adalah penyangga Destinasi Pariwisata di NTB, maka sudah tidak relevan lagi berbicara mengenai politik identitas, akan tetapi berbicara mengenai kapasitas dan capablitas calon.

Status Quo dalam konteks Pilkades sangat erat kaitannya dengan Kepemimpinan dan perubahan sebab diyakini bahwa hal yang tersulit dalam kepemimpinan dan manajerial adalah mengelola perubahan, sebab cendrung akan mengakibatkan ketegangan.

Pemimpin yang bisa merubah status quo ini harus memiliki kredibelitas dan reputasi yang hebat, tidak cukup dengan hanya dikenal saja akan tetapi tidak sebagai orang yang memposisikan diri sebagai mentor, fasilitator, serba bisa di tengah masyarakat, inspitator, pendidik dan motivator.

Perubahan itu penting, biar tidak sama kondisi yang terdahulu dengan sekarang dan hari kemudian, dari sebab itulah, pemimpin mesti sebagai kreator, terampil, profesional “the right man on the right place, the right place on the right job”.

Kemajuan dan laju zaman menjadi dasar pemikiran dalam perubahan, jadi catatan kecil yang mesti terfateri dalam sanubari para calon Kades adalah cerdas, percaya diri, berfikir keras bekerja tepat, mampu membaca peluang dan alokasi penduduknya, manajemen berbasis etika “managing organisation base on behavior” sangat dibutuhkan.

Perubahan terhadap status quo ini tentu tidak akan terlaksana jika tidak memenuhi empat unsur yakni.

  1. Desire of change ( semangat untuk merubah ) dengan cara mencatat hal-hal yang membuat tidak puasnya terhadap suatu hal yang berkaitan dengan sistem dan managerial Desa.
  2. Frezzing ( pencairan ), yakni pemberian dorongan, perubahan, bujukan melalui pendekatan-pendekatan dengan mengurangi penolakan dan ancaman sehingga setiap elemen masyarakat siap untuk menolak status quo yang menjerat perubahan.
  3. Changing ( merubah ), memberikan pembelajaran baru pada sikap baru untuk perubahan dengan alasan logis terhadap alasan penolakan status quo, melalui informasi baru, cara pandang baru dan lainnya.
  4. Reoptimalizing ( pemantapan ), membuat 3 elemen di atas jadi cara permanen.
    Semoga apa yang menjadi ide untuk masyarakat Desa di Indonesia umumnya dan Mangkung khususnya menjadi jendela perubahan yang akan mampu menjadi ikon perubahan Desa untuk Indonesia.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article