Dramaturgi Edhy Prabowo Melawan Covid-19

Rusdianto Samawa
6 Min Read

Penulis: Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia (FNI), Petualang Pesisir Indonesia (PPI) Menulis dari Pantai Bahari, Bangkala dan Palameang Biringkassi, Jeneponto.


jfID – Covid-19 menurunkan permintaan perikanan sebesar 10% – 20% yang mengganggu produksi perikanan Indonesia. Kalau Covid-19 menambah speed daya serang terhadap masyarakat Indonesia dan dunia. Maka pemerintah sudah pasti kelabakan dalam antisipasi laju serangan itu. Begitu pula, banyak negara telah diserang oleh Covid-19 tanpa pandang bulu.

Negara-negara yang diserang oleh Covid-19 ini merupakan: negara pengepul ekspor hasil kelautan dan Perikanan dari Indonesia, seperti China, Jepang, Italia, Amerika Serikat, Taiwan, Singapore dan lainnya. Akibatnya: ratusan juta gerai restoran skala besar hingga kecil tutup diseluruh dunia.

Sala satu yang paling sulit dilakukan yakni: ekspor lobster ke negara utama konsumsi lobster, seperti China, Taiwan, Arab Saudi, Thailand, Brunei Darussalam, Amerika Serikat dan Singapore. Sehingga kurun waktu satu bulan ini, hasil budidaya Lobster terjadi penumpukan dan tidak terdistribusi dengan baik, karena seluruh gerai restoran Lobster di dunia tutup.

Ditengah Covid-19 ini, pihak pemerintah via Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus berjuang agar semakin meningkat dan berkembang produksi hasil perikanan sehingga nilai tukar nelayan naik dan berdampak positif pada kesejahteraan nelayan. Karena, Covid-19 ini telah menyebabkan kekacauan dunia. Kesempatan Bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bergerak lebih kencang dalam peningkatan nilai produksi komoditas perikanan untuk memplaster ekonomi puluhan negara.

Mengenjot produksi hasil perikanan ditengah negara-negara menghentikan jalur produksi pabrik-pabrik pengolahannya yang berakibat pasar saham jatuh. Lagi pula, Indonesia bisa lakukan kontrol dan tekanan terhadap speed epidemi Covid-19 ini dengan kebijakan turunkan harga komoditas serta distribusi hasil kelautan dan perikanan sebagai pangan utama masyarakat, seperti ikan asin, kerang, lobster, gurita, kepiting, ikan kering, siput, tiram, dan lainnya.

Jikalau KKP memainkan strategi kebijakan dramaturgi (panggung) untuk meningkatkan nilai tambah dan posisi Indonesia diantara negara-negara di dunia. Hal ini penting dilakukan, ditengah ekonomi negara lesu dan tak kunjung membaik. Ditambah Covid-19 menyerang imunitas masyarakat. Maka bisa memakai panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage).

Konteks nilai tambah produksi hasil perikanan memang metode panggung depan sering berbeda dengan panggung belakang. Karena Covid-19 juga berada di Indonesia. Sehingga membutuhkan peran KKP untuk mendistribusikan parcel pangan dalam menjaga daya imun tubuh masyarakat.

Ditengah penderitaan rakyat yang positif Covid-19 sebanyak 2.283 orang, itu ukuran kecil bagi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo untuk mendistribusikan hasil laut untuk mereka. Perhari bisa distribusi 5 kilo perorang yang positif Covid-19 sehingga menambah imunitas tubuh dan cepat pemulihannya. Itu panggung depan sebagai kewajiban tanggungjawab Menteri KKP Edhy Prabowo terhadap masyarakat ditengah Covid-19. Inilah yang dimaksud oleh Goffman disebut dramaturgi.

Sementara, panggung (dramaturgi) belakang. Menteri KKP Edhy Prabowo memakai strategi percepatan peningkatan nilai ekspor membuat optimistis yang berpeluang ditengah bencana pandemi Covid-19 yang melanda sejumlah negara. Maka pemerintah segera mendorong pengesahan berbagai revisi regulasi yang telah dirancang itu. Terutama peraturan menteri tentang: pengelolaan usaha perikanan tangkap, pengelolaan Lobster serta rancangan peraturan lainnya, agar segera disahkan. Justru kesempatan ditengah pandemi Covid-19, tunggu apalagi.

Setelah regulasi itu disahkan dan dimasukkan dalam lembaran negara, maka kedepan lakukan kebijakan pada strategi penguatan industri dimulai dari hulu dengan terus menggenjot produksi bernilai ekonomis tinggi disemua sektor dan komoditas. Sehingga sempurnakan strategi peta jalan (road map) percepatan industrialisasi seluruh komoditas Kelautan dan Perikanan nasional. Tentu meliputi percepatan produksi, pengaturan tata niaga, penguatan daya saing dan nilai tambah, investasi, serta perluasan dan penguatan pasar ekspor. Itulah yang dimaksud panggung (dramaturgi) belakang.

Sebagaimana teori fungsionalnya Robert Merton, sesungguhnya regulasi itu berfungsi pada dua arah yakni: 1) negara peroleh keuntungan ekonomi melalui ekspor dengan menekan fiskal dan 2) demokrasi hukum berfungsi untuk untuk mengatur dalam mengahadapi Covid-19 seperti physical distancing atau jaga jarak fisik harus diterapkan secara tegas, disiplin, dan efektif. Bersamaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Jadi, esensi kebijakan distribusi pangan Covid-19 dan peningkatan ekspor ke berbagai negara oleh Menteri KKP Edhy Prabowo senafas dengan teori fungsionalnya Robert Merton. Sekarang, tinggal menjalankan format Dramaturgi metode dua panggung itu. Tentu, strategi dua panggung ini sama-sama berdampak positif terhadap: kesembuhan pasien Covid-19, ekonomi negara karena ekspor dan perubahan regulasi yang memberi stimulus jaminan kesejahteraan pada masyarakat nelayan Indonesia.

Demikian dramaturgi Edhy Prabowo, semoga langkahnya dimudahkan mengarungi dua panggung: pangan untuk Covid-19 dan ekspor hasil perikanan untuk perkuat ekonomi negara. Paling penting: Selamat Hari Nelayan Nasional 6 April 2020.[]

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article