jf
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
No Result
View All Result
Nulis
jf.
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
jf.
Menulis
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
Home Headline

Derrida, Dekonstruksi, dan Perempuan

by Heru Harjo Hutomo
07/20/2020
in Headline, Kolumnis
Reading Time: 4 mins read
2.3k
A A
0
"Nglalu," 42x53 cm, goresan jari, abu rokok di atas kertas, Heru Harjo Hutomo, 2018

"Nglalu," 42x53 cm, goresan jari, abu rokok di atas kertas, Heru Harjo Hutomo, 2018

Share on FacebookShare on Twitter

jfID – Pada 15 Juli 1930, Jacques Derrida terlahir di El Biar, Aljazair. Dalam sebuah wawancaranya, sembari berkelakar, ia pernah ingin menjadi seorang pesepakbola. Tapi kenyataannya, ia justru menjadi seorang pemikir yang mengancam kemapanan para intelektual Perancis saat itu. Seperti yang dialami oleh Foucault dalam sebuah seminar, Derrida, yang pengaruhnya kala itu masih terbatas pada orang-orang tertentu, sudah menunjukkan orisinalitasnya sebagai seorang pemikir mandiri. Konon Foucault terdiam ketika Derrida berupaya mempertanyakan eksistensi mimpi dan ketaksadaran pada prinsip cogito-nya Descartes yang menjadi salah satu bahasan dalam Madness and Civilization, sebuah kitab yang melambungkan nama Foucault ke kancah intelektual Perancis dan internasional.

Derrida, selaiknya kalangan pemikir poststrukturalisme, memang selalu hadir dengan segala kontroversi. Atas implikasi gaya pemikirannya yang dekonstruktif, konon beberapa intelektual yang berpengaruh di Universitas Cambridge, Inggris, pernah menolak pemberian gelar Doktor Honoris Causa padanya. Rupanya, karena pendekatan pemikirannya itu, ia memiliki hubungan yang tak selalu mudah dengan pihak universitas yang notabene memiliki otoritas pengetahuan. Gayanya yang gemar untuk mempertanyakan asumsi-asumsi dasar dan meretas batas disinyalir membahayakan paham-paham yang telah menjadi ideologi. Terlepas dari segudang kontroversi yang melekat pada dekonstruksi yang merupakan pendekatan pemikirannya yang khas, Derrida tak selamanya hadir secara mengambang—atau dalam istilahnya sendiri: différance.

Baca Juga

No Content Available

Saya pribadi pernah secara khusus terpengaruh oleh menantu Jacques Lacan tersebut. Dan dalam hal ini saya pada dasarnya malas untuk menjelaskan apa itu dekonstruksi yang membuat nama Derrida melambung ke berbagai benua dan bidang pengetahuan. Mulai dari filsafat, kritik sastra, arsitektur, politik, matematika, hingga radikalisme dan terorisme yang pernah saya pakai dekonstruksinya sebagai pisau analisis (Melongok Dari yang Tak Pokok, Heru Harjo Hutomo, https://jalandamai.net).

Tak pula saya melulu membeo pada “seniman nalar” yang menghembuskan nafas terakhirnya karena kanker pankreas pada 09 Oktober 2004, setahun sebelum saya lulus kuliah. Saya masih ingat ketika masih muda, untuk mencoba mendekonstruksi dekonstruksinya yang tahun-tahun itu seperti di sembah selaiknya Dewa Siwa sang penghancur. Seperti dalam salah satu kitabnya tentang Nietzsche, Spurs: Nietzsche’s Style (1978), dimana ia menyuguhkan Nietzsche yang selama ini dikenal misoginis (Nietzsche, Politik Kebiri, dan Insting Kerumunan, Heru Harjo Hutomo, https://geotimes.co.id) sebagai seorang dinamit yang feminim. Dan penemuan saya atas pembacaan dekonstruktif Derrida pada Nietzsche menemukan pula sosok Derrida yang juga bertolak-belakang dengan citra dirinya selama ini yang mendekonstruksi phallogocentrism dalam teks sekaligus memberi ruang pada femininitas. Dengan kata lain, dalam teksnya atas teks orang lain, dalam hal ini Nietzsche, teks Derrida sendiri justru sangat jantan (“Sambat Sebut”: “Duh Gusti… Trondholo!”, Heru Harjo Hutomo, https://alif.id). Bukankah hanya seorang lelaki yang tahu kelemahan lelaki dalam rangka memberi ruang pada perempuan, sebagaimana feminisme Gayatri C. Spivak yang lahir dari rahim dekonstruksi Derrida? Dengan demikian, saya kira, tantangannya di sini adalah kapankah para perempuan benar-benar perempuan sejak dari titik-awal dimana ia bertolak? Maju terus dengan titik-tolak dan paradigma kelelakian atau mereinterpretasikan warisan sejarah yang tak dapat diidentifikasi sebagai lelaki maupun perempuan (Perempuan dalam Kacamata Islam Nusantara, Heru Harjo Hutomo, https://jurnalfaktual.id)?     

(Heru Harjo Hutomo/ penulis kolom, peneliti lepas, menggambar dan bermain musik)

Advertisement. Scroll to continue reading.
Order Order Order
Share3760Tweet2350Pin847

Dapatkan pembaruan langsung di perangkat Anda, berlangganan sekarang.

Unsubscribe

Pos Terkait

"Tingwe," 90x100 cm, kapur di atas papan, Heru Harjo Hutomo, 2020.

Nggumun

1 bulan ago
10.1k

jfid - Egalitarianisme sebenarnya adalah suatu gagasan yang paling problematis, setidaknya pada tataran non-politis. Ia...

Gambar ilustrasi kekuatan barat dan timur (foto: istimewa)

SDA Indonesia di antara Jepitan Ambisi Barat dan Idealisme Timur

2 bulan ago
10k

jfid - PERCAYA atau tidak, biaya perang Rusia - Ukraina membakar dana 117 triliyun rupiah/hari!...

Perang Rusia-Ukraina (foto: istimewa)

Menyoal Kecongkaan dan Hegemoni Barat atas Invasi Rusia terhadap Ukraina

3 bulan ago
10.1k

jfid - PERANG Rusia-Ukraina meletus (Kamis, 24/2/22). Dunia terkejut dan kalang kabut. Betapa tidak, dua...

Warga Desa Wadas/Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Masih Tentang Wadas

3 bulan ago
10.1k

jfid - Wadas mengusik nurani banyak orang. Mulai mahasiswa, aktivis, ilmuwan, akademisi sampai para pemuka...

Load More
Next Post
Gambar Ilustrasi: Boosman

Wajib Dihukum Mati!

Leave Comment
ADVERTISEMENT

Recommended

Inilah Hasil Seleksi Administrasi CPNS Sumenep 2019

Inilah Hasil Seleksi Administrasi CPNS Sumenep 2019

12/16/2019
10.6k
Kasi Intel Kajari Sumenep saat menerima laporan kasus Korupsi secara simbolis dari warga (Foto: Redaksi)

LBH Madura: Kejaksaan Negeri Sumenep Jalan Mundur

12/09/2019
10.3k

Popular Story

  • Deklarasi Humairoh Perjuangan di kecamatan Blega

    Humairoh Perjuangan Kini Hadir di Kecamatan Blega, Begini Harapan Mahfud

    9124 shares
    Share 3650 Tweet 2281
  • Dibalik Lirik Lagu Tahun 2000 Grup Kosidah Nasidaria, Lihat Faktanya Saat Ini

    9597 shares
    Share 3839 Tweet 2399
  • Media Sosial dan Ancaman Disintegrasi Bangsa

    9535 shares
    Share 3814 Tweet 2384
  • Servomechanism

    9246 shares
    Share 3698 Tweet 2312
  • Beda Perbup, Perda dan Instruksi Bupati dalam Perspektif Hukum

    10866 shares
    Share 4346 Tweet 2717
Jurnal Faktual

© 2022

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Saran Translate

Terhubung

  • Login
  • Sign Up
No Result
View All Result
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata

Welcome Back!

Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.