Benarkah Guru Makan “Gaji Buta” ?

Herry Santoso
3 Min Read
Sumber ilustrasi gambar: halloriau.com
Sumber ilustrasi gambar: halloriau.com

jfID – Tuduhan “guru makan gaji buta” benar-benar menggores hati saya yang juga mantan guru! Sama tergoresnya ketika guru dianggap “seenaknya” saat memberi tugas siswa di tengah pandemi Covid 19.

Saya ingin menanggapi isu berseliweran tentang “gaji buta” — yang awalnya dipicu oleh seorang pria di Garut yang mulutnya nyelonong ke comberan menyoroti guru.

Andaikan pensiunan laik demo, hal itu memicu kembali “hobi lama” saya turun jalan berjilid-jilid seperti semasih berdinas dulu yang punya “sweet memory” menginap di polres, dan juga pernah di Jakarta memboikot makan siang yang disediakan oleh Kemendikmas, atau menghadap Gus Dur di Ciganjur, menghadap Akbar Tanjung, dan Ketua MPR (waktu itu) Amien Rais, dan dibon di berbagai PGRI daerah laiknya PGRI Banyuwangi menuntut Bupati Ratna turun tahta, dan lain-lain lantaran memperjuangkan “hak para guru”.

Guru tidak pernah makan gaji buta laiknya oknum parlemen dan oknum eksekutif ! Hanya keadaan saja jika guru mengajar dari rumah dan, atau kantor sekolah, dan itu sah nenurut peraturan perundang-undangan, bukan tanpa pedoman.

Laiknya kasus di Mumbay (India) konon lantaran sekolah tetap masuk di tengah pandemi lebih 1 juta anak terpapar virus Covid 19 yang nyaris “memakzulkan” PM Narendra !

Kita tidak ingin seperti itu, karena kita Indonesia yang cinta damai sejak dulu. Entahlah jika kelompok tertentu punya agenda (politik) lain dan menumpang pada profesi guru.

Gaji adalah hak seorang ASN (baca: guru) setelah menjalani semua tugasnya. Guru adalah juga manusia yang punya naluri kemanusiaan sungguhpun kadang terkebiri oleh regulasi dan kekuasaan yang (kadang) kurang berpihak pada guru.

Kalimat terakhirlah perlu diperjuangkan dalam organisasi profesi (sebut saja PGRI), semisal belakangan juga santer berhembus konon TPP akan dipertimbangkan untuk ditinjau kembali. Untuk itu, hanya bersatunya guru yang bisa meningkatkan posisi tawar (bargaining potition) di tengah alam demokratisasi. Sebab di alam demokrasi bebas laiknya sekarang ini yang (kadang) sok menjepit profesi guru di bilik yang dilematis. Bagaimana?

Herry Santoso adalah mantan Pengurus PGRI Kabupaten Blitar, mantan Ketua Forum Guru Proreformasi Blitar Raya, dan seorang jurnalis aktif.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

TAGGED:
Share This Article