17 Agustus dan Manifestasi Tradisi

Rasyiqi
By Rasyiqi
9 Min Read
Permainan Slodor adalah permainan tradisional yang hampir ditinggalkan (foto: redaksi)
Permainan Slodor adalah permainan tradisional yang hampir ditinggalkan (foto: redaksi)


Merdeka! Merdeka! Merdeka!

17 Agustus adalah hari lahir Indonesia, begitulah kesepakatan para pejuang NKRI. Di tanggal itu setiap kecamatan mengadakan upacara peringatan kemerdekaan.

Mungkin sekitar 20 menitan upacara sudah terlaksana. 20 menit berdiri dengan matahari hingga tubuh mengkeringat. Sedangkan di desa-desa pasti ada lomba yang diikuti anak-anak. Dari lomba lari bendera, klereng, balap karung, dan catur pasti diselenggarakan. Akan tetapi desa yang mengadakan hanya beberapa desa saja.


Pada zaman sebelum merdeka, mengangkat senjata demi berkibarnya merah putih sangatlah utama bagi para pecinta tanah air.

Akan tetapi untuk saat ini, merdeka adalah ketika kekayaan kita terjaga dengan aman. Kekayaan itu tidak terlepas dari hasil alam, budaya, dan folklore yang ada di bumi Indonesia.

Tiga hal itu sangat penting bagi Indonesia. Hasil alam jelas fungsinya bagi kehidupan masyarakat. Budaya merupakan salah satu penjaga moral dan mengandung norma di masyarakat.

Sedangkan folklor selain memiliki fungsi dan peran di kehidupan masyarakat, juga dikelompokkan dalam kekayaan yang sangat unik.

Contoh permainan rakyat anak, selain mendidik pada perkembangan tubuh anak, juga terdapat makna yang mendalam.


Jika diamati ke tengah masyarakat, banyak anak-anak yang sudah tidak memainkan lagi permainan nenek moyangnya. Banyak anak-anak yang menggelengkan kepala saat ditanya tentang nama-nama permainan rakyat yang pernah ada di rumahnya.

Dari salah satu dasar itu, dapat dinyatakan bahwa, memang benar negara kita sudah merdeka, akan tetapi penerus bangsa lebih tepatnya anak-anak Indonesia masih terjajah. Banyak anak-anak yang lebih suka memainkan Hp (youtobe, fb, game online) dari pada bermain permainan yang dicipta oleh nenek moyangnya sendiri. Bumi Indonesia tidak mengatakan Hp itu tidak baik.

Akan tetapi bumi Indonesia hanya mengingatkan bahwa permainan rakyat merupakan salah satu tulang pendidikan non-formal di masyarakat.

Bumi Indonesia mengingatkan bahwa di masa anak-anak itu seharusnya lebih diarahkan pada bermain dan belajar, bukan bermain dan bertarung.


HP sebenarnya baik, akan tetapi anak-anak Indonesia masih belum menyimak contoh penggunakan HP dengan baik dan benar. Dampak negatif saat anak-anak sering menggunakan Hp adalah mereka akan kehilangan satu pelajaran.

Pelajaran tersebut adalah tinggi-rendahnya nada komunikasi masyarakat. Sedangkan permaninan rakyat anak terdapat pembalajaran tentang tinggi rendahnya nada komunikasi.

Jadi alangkah tepatnya bila orang tua dan kakak mengarahkan anak ke permainan yang diciptakan oleh nenek moyang kita. Sebab kemerdekaan mereka terdapat pada pembelajaran nenek moyangnya serta pada pemanfaatan teknologi secara baik.


Baiklah saudara yang budiman, mengingat 17 Agustus merupakan hari kemerdekaan Indonesia, alangkah baiknya jika kita pahami kemerdekaan itu sendiri.

Kemerdekaan itu sendiri dapat disandingkan pada tiga waktu yakni, kemerdekaan bagi kemarin, kemerdekaan pada saat ini, dan kemerdekaan untuk masa depan.

Kemerdekaan bagi kemarin dapat digolongkan pada kemerdekan yang diperjuangkan oleh Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Jendral Sudirman, dan para pahlawan lainnya. Kemerdekaan saat ini adalah kemerdekaan yang kita hadapi.

Contohnya kemerdekan hak berdemokrasi, kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan mengkeritik, kemerdekaan bersatunya beribu manusia yang hampir terpecah belah oleh pemilihan preseden kemarin, kemerdekaan membimbing generasi penurus bangsa Indonesia agar rasa cinta akan tanah air semakin mengakar pada akal dan hatinya.

Sedangkan kemerdekaan untuk masa depan adalah kemerdekaan yang berorientasi pada arahan bagi semua ormas agar lebih menggeluti rakyat baik dari wong cilik hingga wong gedde.

Selain itu kemerdekan untuk masa depan adalah dengan mempersiapkan anak-anak dan pemuda agar mencintai budaya serta sastra nenek moyangnya, juga mempertahankan segala budaya dan satra Indonesia.

Jika perlu, mari menyebarkan keberadaan lestarinya budaya dan sastra lisan melalui media yang dianggap modern itu. Sebab, pada saat ini, sudah banyak anak-anak serta pemuda yang lupa pada permainan dan sastra lisan ciptaan nenek moyangnya.


Saudara yang budiaman, di kekeringan akan peduli pada permainan rakyat ini, ternyata ada yang masih menjaga permainan yang berasal dari nenek moyangnya. TALE, atau bisa disebut dengan sebutan komunitas tanian lembung itu menggelar lomba 17 agutus dengan permainan rakyat sebagai alat lombanya.

Di kampung Lembung desa Plakaran Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang sayembara bernama Slodor ini digelar dan dijadikan salah satu lomba 17 san di kampung itu.

Slodor, acap kali dimainkan oleh anak-anak kampung lembung pada setiap sore. Slodor tidak diketahi pengarangnya, akan tetapi dimainkan dari dahulu hingga sekarang di Kampung Lembung.

Slodor merupakan permainan berkelompok minimal delapan anak. Empat orang menjaga dan empat orang menyerang. Jika yang bermain delapan orang maka perlu garis empat saf dan satu banjar tepat di tengah-tengah garis saf. Sebelum dimulai, anak-anak yang ingin bermaian harus melakukan ding ta’ bending.

Ding ta’ bending adalah cara anak-anak kampung lembung melakukan pembagian kelompok. Biasanya diiringin dengan lagu “ding ta’ bending je’ ngamok” berkali-kali sampai pembagian selesai.

Setelah itu yang kalah dalam pemilihan kelompok akan menjaga. Mereka berdiri tepat di garis yang sudah dilukai dengan cangkul.

Sedangkan yang menang harus mengatur setrategi untuk meloloskan dari anak yang berjaga di tiap garis sampai kembali ke tempat mereka memulai.

Garis yang dilukai dengan cangkul itu akan membentuk ruang-ruang yang dikunci oleh anak yang berjaga. Jika yang bermainan delapan orang, maka garis akan membentuk empat ruang.

Dan jika pemain yang harus meloloskan diri dari penjagan memasuki ruang hinggi tiga orang, maka pemain akan dinyatakan gugur.

Jika pelolos tersentuh badan atau bajunya, maka kelompok pelolos juga akan dinyatakan gugur, meski yang tertangkap hanya satu anak. Jika pelolos mampu berangkat dan kembali ke tempat semula tidak terperangkap hingga tiga anak pada satu ruang dan tubuhnya tidak kena sentuh oleh sang penjaga, maka, pelolos itu akan mendapat poin satu.


Makna kena satu maka gugur semua adalah mengajarkan rasa persaudaraan yang sangat penting dalam hidup bersaudara. Sedangkan penjaga dan pelolos ibaratkan seorang pencuri dengan sang pemilik bahan yang dicuri.

Kebetulan dulu sapi-sapi di kampung itu sering diambil maling. Dan kebetulan juga, dulu pada masa VOC banyak rakyat yang kelaparan.

Sehingga para pendekar terpaksa harus menerobos markas Belanda untuk mendapat suatu hal yang dapat menjawab rakyat-rakyat yang kelaparan. Jadi, mungkin permainan itu berasal dari salah satu kejadian itu.


Kami mengadakan kegiatan lomba sebenarnya hanya ingin menyelamatkan permainan rakyat anak yang pernah ada di kampung ini.

Sebenarnya kami tidak hanya memilih slodor untuk dijadikan lomba tujuh belas Agustusan, akan tetapi, kami juga akan mengambil permainan Bhenteng, ca’ enca’, selep, len bulenan, dan dhi’ endhi’ ria rio.

Akan tetapi pemuda yang menjadi panitia sangat minim. Kebetulan lomba tujuh belasan ini baru kami lakukan di kampung Lembung, jadi kami hanya fokus pada cara agar anak-anak di kampung lembung tertarik mengikuti lomba tujuh belasan.

Begitulah kata kak Aryo saat di tanya tentang lomba 17 Agustus di tahun ini. Beberapa kalimat dari kak aryo di atas merupakan akhir dari perjumpaan kita. Semoga kita mampu memerdekakan kata merdeka itu sendiri.


Salam berjuang!!
Merdeka!!

Penulis: Kak Usi adalah Mahasiswa Akhir, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Trunojoyo Madura.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article