DN Aidit: Pimpinan PKI yang Khatam Al-Qur’an

Deni Puja Pranata
4 Min Read

jfid – Dipa Nusantara Aidit, atau yang lebih dikenal dengan DN Aidit, adalah seorang politikus berhaluan komunis yang juga menjabat sebagai ketua senior Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia diduga kuat sebagai dalang dari tragedi G30S PKI dan juga pemimpin dari gerakan yang menewaskan jenderal-jenderal besar Indonesia kala itu (sebatas dugaan). Namun, dibalik sosoknya yang kontroversial, DN Aidit ternyata lahir dan besar dari keluarga muslim yang taat. Bagaimana kisah hidupnya?

DN Aidit lahir dengan nama asli Ahmad Aidit pada tanggal 30 Juli 1923 di Belitung. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Abdullah bin Ismail dan Ayu Mailan. Ayahnya adalah seorang tokoh agama dan panutan masyarakat, juga mantri kehutanan. Ia pendiri organisasi Nurul Islam yang berorientasi kepada Muhammadiyah. Kakeknya dari ayah, Haji Ismail, adalah pengusaha ikan yang sukses sekaligus sosok yang dihormati lantaran sudah menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Sementara dari garis ibu, kakeknya, Ki Agus Haji Abdul Rahman, adalah seorang tuan tanah, kaya-raya.

Sejak kecil, DN Aidit dididik secara islami oleh keluarganya. Ia belajar mengaji dari pamannya, Abdurrachim, hingga akhirnya ia menjadi muazin di kampungnya, Desa Pangkal Lalang. Ia juga bersekolah di Sekolah Rakyat Muhammadiyah di Tanjung Pandan. Pada usia 14 tahun, ia mengubah namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit, merujuk kepada nama idolanya, Pangeran Diponegoro.

Masa kanak-kanak Adit juga sarat pendidikan keagamaan. Konon, suaranya indah sehingga kerap diminta melantunkan azan. Dia pun khatam Al-Qur’an.

DN Aidit tidak hanya piawai dalam hal agama, tetapi juga dalam hal politik. Ia tergabung dalam gerakan perlawanan terhadap kolonialisme di angkatan muda. Ia memiliki kontribusi terhadap upaya kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1945, ia membantu menyebarkan berita kemerdekaan kepada rakyat saat Soekarno hendak berpidato di Lapangan Ikada.

Setelah Indonesia merdeka, DN Aidit mulai aktif dalam dunia politik. Ia bergabung dengan PKI pada tahun 1946 dan naik pangkat dengan cepat. Di bawah kendali DN Aidit, PKI menjelma menjadi salah satu kekuatan politik besar di Indonesia. Pada Pemilu 1955, PKI menempati posisi keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU dengan meraih 16,4 persen suara. Pada tahun 1960-an, PKI mengklaim punya anggota lebih dari 3 juta. Jumlah anggota partai ini membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan Uni Soviet pada masa itu.

Namun, kesuksesan DN Aidit membawa PKI menjadi partai besar kemudian runtuh seketika setelah terjadi G30S PKI pada tanggal 30 September 1965. Peristiwa ini merupakan salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia yang menimbulkan korban jiwa ratusan ribu orang. DN Aidit dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas tewasnya tujuh pahlawan revolusi.

DN Aidit sendiri berhasil melarikan diri dari Jakarta ke Yogyakarta bersama beberapa rekannya. Namun, ia akhirnya ditangkap oleh pasukan TNI di Solo pada tanggal 1 November 1965. Ia dibawa ke markas Kodam Diponegoro untuk diinterogasi dan dieksekusi.

Hanya satu kata sebelum tubuhnya terkena berondongan peluru: “Hidup PKI”. Kata itu yang keluar dari mulut DN Aidit pada tanggal 22 November 1965. Ketua Umum PKI ini sebenarnya lahir dari keluarga muslim yang taat. Namun, ia memilih jalan hidupnya sendiri sebagai seorang komunis yang gigih. Ia meninggalkan sejarah yang penuh dengan misteri dan kontroversi.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article