Banyak Anak adalah Jihadnya Perempuan Gaza

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read
Banyak Anak Adalah Jihadnya Perempuan Gaza
Fatma Abu Musabbeh, selebgram cantik berusia 21 tahun. (Foto: Instagram/fatma_mosabah)
- Advertisement -

jfid – Konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza telah menelan ribuan korban jiwa, termasuk bayi dan anak-anak yang tak berdosa.

Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, lebih dari 11.000 orang Palestina tewas di Gaza, termasuk sekitar 4.500 anak-anak.

Sementara itu, Israel juga mengalami korban jiwa sekitar 1.400 orang, termasuk 30 anak-anak yang diculik oleh Hamas.

Namun, di tengah kengerian dan kesedihan yang melanda Gaza, ada pula fenomena yang menarik perhatian: angka kelahiran di wilayah tersebut tergolong sangat tinggi.

Ad image

Menurut data dari Bank Dunia, Gaza memiliki tingkat kesuburan total (jumlah anak yang dilahirkan per wanita) sebesar 4,4 pada tahun 2022.

Angka ini jauh lebih tinggi daripada rata-rata dunia yang hanya 2,4. Bahkan, Gaza memiliki tingkat kesuburan tertinggi di antara negara-negara Arab.

Bagaimana bisa Gaza memiliki angka kelahiran yang tinggi di tengah kondisi yang mengerikan? Apa yang mendorong wanita-wanita di Gaza untuk tetap melahirkan anak-anak di bawah ancaman kematian? Apakah memiliki anak merupakan jihadnya wanita di Gaza?

Faktor

Beberapa faktor yang dapat menjelaskan fenomena ini adalah:

Faktor agama

Sebagian besar penduduk Gaza beragama Islam, yang mengajarkan bahwa memiliki anak-anak adalah salah satu tujuan pernikahan dan cara untuk memperbanyak umat.

Selain itu, Islam juga memberikan harapan kepada orang-orang yang kehilangan anak-anak mereka akibat perang, bahwa mereka akan bertemu kembali di surga sebagai syuhada (martir).

Beberapa wanita di Gaza mengatakan bahwa mereka ingin melahirkan anak-anak sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel, yang berusaha menghapus keberadaan bangsa Palestina .

Faktor sosial

Gaza merupakan masyarakat yang konservatif dan patriarkal, di mana peran wanita masih didominasi oleh fungsi reproduksi dan domestik.

Wanita di Gaza diharapkan untuk menikah muda, taat kepada suami, dan melahirkan banyak anak, terutama laki-laki, yang dianggap sebagai penerus keluarga dan pembela tanah air.

Wanita yang tidak memiliki anak atau hanya memiliki anak perempuan sering mengalami diskriminasi dan tekanan sosial .

Faktor ekonomi

Gaza mengalami krisis ekonomi yang parah akibat blokade Israel yang membatasi akses ke sumber daya, perdagangan, dan pekerjaan. Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Gaza mencapai lebih dari 50%.

Dalam situasi seperti ini, memiliki anak-anak dapat memberikan manfaat ekonomi bagi keluarga, seperti bantuan dari organisasi-organisasi kemanusiaan, atau sumber pendapatan di masa depan jika anak-anak dapat bekerja atau bergabung dengan kelompok bersenjata .

Faktor biologis. Gaza memiliki populasi yang sangat muda, dengan rata-rata usia 18 tahun. Hal ini berarti bahwa sebagian besar wanita di Gaza berada dalam usia subur dan produktif.

Selain itu, akses ke layanan kesehatan reproduksi dan kontrasepsi di Gaza sangat terbatas akibat perang dan blokade.

Banyak klinik dan rumah sakit yang rusak atau kekurangan obat dan peralatan. Banyak wanita yang tidak mendapatkan informasi atau pelayanan yang memadai tentang pengaturan kelahiran .

Salah satu dampak dari tingginya angka kelahiran di Gaza adalah fenomena kelahiran kembar. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza, ada sekitar 1.500 pasang kembar yang lahir di Gaza setiap tahunnya.

Ini berarti bahwa ada sekitar 41 pasang kembar per 1.000 kelahiran, yang jauh lebih tinggi daripada rata-rata dunia yang hanya 13 pasang kembar per 1.000 kelahiran.

Faktor Lain

Beberapa penjelasan yang mungkin untuk fenomena ini adalah:

Faktor genetik

Gaza memiliki populasi yang homogen dan terisolasi, yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi genetik yang berhubungan dengan kelahiran kembar.

Selain itu, Gaza juga memiliki tingkat perkawinan sedarah yang tinggi, yaitu sekitar 40%. Perkawinan sedarah dapat mempengaruhi penurunan kualitas sperma dan sel telur, yang dapat menyebabkan pembelahan sel yang tidak normal dan menghasilkan kembar identik.

Faktor lingkungan

Gaza mengalami polusi udara, air, dan tanah yang tinggi akibat perang dan blokade. Banyak bahan kimia berbahaya yang tersebar di lingkungan, seperti fosfor putih, timbal, dan uranium.

Paparan bahan kimia ini dapat mempengaruhi sistem hormonal dan reproduksi wanita, yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ovulasi ganda dan menghasilkan kembar fraternal.

Faktor medis

Banyak wanita di Gaza yang mengalami kesulitan hamil atau mengalami keguguran akibat stres dan trauma yang dialami selama perang.

Beberapa dari mereka mencari bantuan medis untuk meningkatkan kesuburan mereka, seperti penggunaan obat-obatan atau prosedur inseminasi buatan.

Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kelahiran kembar, terutama jika dosis atau metode yang digunakan tidak tepat atau tidak terkontrol .

Kelahiran kembar di Gaza dapat memberikan kebahagiaan dan harapan bagi keluarga yang menginginkan anak, tetapi juga dapat menimbulkan tantangan dan risiko bagi kesehatan ibu dan bayi.

Banyak wanita yang mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan akibat mengandung kembar, seperti preeklampsia, diabetes gestasional, perdarahan, atau kelahiran prematur.

Banyak bayi kembar yang lahir dengan berat badan rendah, cacat lahir, atau masalah pernapasan.

Banyak pula yang tidak dapat mendapatkan perawatan yang memadai akibat keterbatasan fasilitas kesehatan di Gaza.

Kesimpulan

Gaza merupakan wilayah yang mengalami kontradiksi antara kematian dan kelahiran. Di satu sisi, Gaza menghadapi kekerasan dan kematian yang terus-menerus akibat konflik dengan Israel.

Di sisi lain, Gaza juga memiliki angka kelahiran yang tinggi, termasuk fenomena kelahiran kembar, yang mencerminkan kehidupan dan perjuangan rakyat Palestina.

Memiliki anak-anak di Gaza bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukanlah hal yang sia-sia.

Bagi banyak wanita di Gaza, memiliki anak-anak merupakan jihadnya, yaitu cara untuk mempertahankan identitas, martabat, dan harapan mereka di tengah situasi yang suram.

- Advertisement -
Share This Article