Apa sih Pengaruhnya? Himbauan Gubernur, Soal Keringanan Biaya Kuliah

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read
Kurnia Saleh, SH (Penulis)
Kurnia Saleh, SH (Penulis)

Oleh : Kurnia Saleh, S.H.
Mahasiswa S2 Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Univ. Sriwijaya | Legal Consultant, Akademisi Hukum Tata Negara

jfID – Negara dan Daerah dalam Penyelenggaraan Pendidikan merupakan bagian dari Hak asasi warga negara yang diembankan kepada negara dan negara wajib untuk memenuhi, menghormati dan melindungi hak atas pendidikan sebagaimana amanat dari Konstitusi UUD RI Tahun 1945.

Dalam dimensi kebijakan publik, pendidikan adalah konten pokok dan prioritas yang oleh negara perlu dikedepankan, mengingat lingkupnya juga menyentuh hajat hidup orang banyak. Peran konkrit negara adalah menyelenggarakan pendidikan secara proporsional melalui pendanaan di APBN pada sektor pendidikan.

Selain itu, daerah juga turut aktif menyelenggarakan pendidikan di lingkungannya, mengingat daerah sebagai perpanjangan tangan negara dari Pusat. Selaras dengan negara, daerah juga dapat menganggarkan anggaran pendidikan bagi setiap warga negara didaerah baik melalui pendanaan APBD hingga menyentuh sektor Anggaran desa.

Hadirnya instrumen APBN dan APBD adalah dalam rangka meningkatkan kualitas SDM Indonesia yang saat ini sangat lemah dalam kacamata indeks pendidikan negara didunia yang menempatkan Indonesia pada peringkat 72 dari 77 negara dunia, sebagaimana data Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2019 lalu.

Kemajuan sebuah bangsa pada prakteknya sangat dipengaruhi seberapa besar terselenggaranya pendidikan bagi warga negaranya.

Pandemi dan Dilematis Biaya Kuliah
Pandemi covid-19 menimbulkan efek domino tidak hanya pada sektor ekonomi tetapi menyentuh sektor pendidikan. Peliburan aktifitas pendidikan formal disekolah hingga pada tingkatan kampus juga menjadi polemik.

Pada lingkup kampus, metode belajar secara virtual dengan modal uang pribadi dianggap tidak sebanding dengan tetap diwajibkannya pembayaran uang kuliah semester. Kewajiban administratif ini secara sistem, wajib untuk dipenuhi jika mahasiswa tetap ingin dianggap secara sah sebagai mahasiswa dan mendapatkan hak dan kewajibannya di kampus.

Hanya saja secara etis, nampaknya Kampus bersama Menteri Pendidikan sebagai perwakilan ekskutif pusat perlu untuk merefleksikan kebijakan kampus pada persoalan biaya kuliah per-semester ini, apalagi dimasa pandemi ini.

Persoalan pandemi hari ini hanyalah salah satu batu uji bagaimana poltical will negara dalam menyelenggarakan pemenuhan hak atas pendidikan khususunya pada lingkup kampus, meskipun memang secara peraturan pelaksana negara tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pendidikan pada tingkat kampus, dan eksistensi Kartu Indonesia Pintar telah berjalan, namun secara fakta di lapangan terdapat disparitas antara cita dan realita.

Secara prinsip konstitusi menghendaki warga negara Indonesia secara equality mendapatkan haknya untuk mendapat pendidikan tinggi, diaturnya hak atas pendidikan, di dalam Konstitusi memberikan ketegasan bahwa, dengan atau tanpa Covid-19 pendidikan tetap dijamin dan menjadi tanggung jawab negara.

APBN dan APBD yang setiap tahun diperbaharui sesuai kebutuhan dirasa belum menyentuh secara optimal di lapangan. Kecemasan para orangtua atas ketakutan tidak bisa membiayai anaknya merupakan potret bahwa negara belum optimal dalam menyelenggarakan pendidikan, khususnya pada pendidikan tinggi.

Kekuatan Himbauan dalam Dimensi Peraturan Perundang-Undangan

Permohonan Gubernur Sumsel untuk meringankan biaya kuliah SPP/UKT pada seluruh kampus negeri dan swasta di Sumatera Selatan patut diapresiasi secara konten konseptual. Hanya saja pada persoalan kontekstual, Surat Himbauan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, yang berarti dilaksanakan atau tidak oleh Kampus tidak akan berdampak secara hukum apapun pada Kampus.

Jauh dari pada itu, secara struktural, kampus tidak tunduk pada jabatan gubernur karena struktural kampus bertanggung jawab vertikal ke atas kepada Presiden melalui Menteri Pendidikan, bukan kepada Gubernur maupun kepala daerah. Sehingga secara hukum, himbauan gubernur tidak mengikat pihak kampus maupun mahasiswa.

Himbauan peringanan biaya kuliah oleh Gubernur kepada kampus setidaknya berdampak pada psikologi kampus, khususnya organisasi eksekutif mahasiswa di kampus untuk mengikhtiarkan advokasi kepada petinggi kampus guna meringankan biaya kuliah. Himbauan ini akan menjadi legacy dari tim advokasi mahasiswa kampus kepada elit dan tentu saja dapat melibatkan gubernur sebagai penengah pada problem pembayaran SPP di kampus.

Alternatif Kebijakan Kepala Daerah dan Pejabat Kampus

Gubernur atau Kepala Daerah sebetulnya punya instrumen hukum yang jauh lebih berdampak jika dibandingkan dengan Surat Himbauan a quo. Persoalan biaya kuliah di tengah pandemi atau tanpa pandemi sebetulnya bisa diatasi jika konten peringanan biaya kuliah tersebut dikemas dalam wujud Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah.

Tentu peringanan biaya kuliah akan lebih berdampak secara hukum dan secara kontekstual tanpa perlu repot memberikan saran dan himbauan kepada kampus. Secara konkrit Gubernur bersama pemerintahan daerah dapat mengeluarkan APBD sebagai alternatif solusi untuk menganggarkan subsidi biaya pendidikan di tataran pendidikan tinggi.

Jika Perda APBD pada 2020 ini dirasa belum memfasilitasi pendidikan dimasa Pandemi, maka revisi Perda APBD adalah pilihan terbaiknya. Implikasi Revisi Perda APBD bersama Peraturan Gubernur di tataran pelaksanaan menurut hemat penulis dinilai lebih tepat dan berdampak baik secara regulasi legalitas maupun legitimasi dalam ikhtiar solusi penyelenggaraan pemenuhan Hak atas Pendidikan agar dirasakan oleh semua warga negara secara proporsional.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article