KIP-Kuliah dan BOPTN Dipangkas: Apakah Pemerintah Mengabaikan Pendidikan untuk Efisiensi?

ZAJ
By ZAJ - SEO Expert | AI Enthusiast
7 Min Read
KIP-Kuliah dan BOPTN Dipangkas: Apakah Pemerintah Mengabaikan Pendidikan untuk Efisiensi? (Ilustrasi)
KIP-Kuliah dan BOPTN Dipangkas: Apakah Pemerintah Mengabaikan Pendidikan untuk Efisiensi? (Ilustrasi)
- Advertisement -

jfid – Efisiensi anggaran negara yang digaungkan pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tampaknya mulai menunjukkan dampak serius terhadap dunia pendidikan.

Salah satu isu yang paling mencuat adalah pemangkasan anggaran program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).

Kebijakan ini memicu pertanyaan besar di masyarakat: apakah pemerintah sedang mengabaikan sektor pendidikan demi mengejar efisiensi? Simak analisis mendalam berikut.

Apakah KIP Kuliah Dipangkas?

https://x.com/billie9eulis/status/1890043769153831199?t=3Crs6pswc8liG9c0HbwwBw&s=19

Program KIP-Kuliah, yang menjadi harapan bagi ribuan mahasiswa dari keluarga kurang mampu, kini terancam tidak dapat berjalan optimal.

Ad imageAd image

Dari total alokasi awal Rp 14,6 triliun, anggaran program ini dipotong hingga 9% atau setara dengan Rp 1,3 triliun.

Dengan pemangkasan ini, jumlah mahasiswa penerima manfaat KIP-K yang semula mencapai 844.174 orang diperkirakan akan menyusut drastis. Data memperkirakan bahwa sekitar 663.821 mahasiswa berpotensi kehilangan akses terhadap beasiswa ini.

Bahkan, rencana penerimaan mahasiswa baru untuk program KIP-K juga dipastikan dihentikan pada tahun 2025.

Di media sosial, tagar #savekipkuliah dan #daruratpendidikan ramai diperbincangkan. Banyak netizen menyuarakan keprihatinan mereka, seperti salah satu cuitan yang menyatakan:

“Anak sekolahan dapet makan siang gratis tiap hari, tapi gak dapet kesempatan buat lanjut pendidikan. Perut kenyang, tapi masa depan terancam. Niat sekolah buat memutus rantai kemiskinan, tapi ‘terpaksa’ merelakan harapannya demi makan siang.”

Cuitan ini merefleksikan dilema yang dihadapi banyak keluarga miskin di Indonesia. Di satu sisi, program Makan Bergizi Gratis memberikan solusi jangka pendek untuk perut lapar.

Namun, di sisi lain, hilangnya akses pendidikan tinggi membuat mimpi mereka untuk memutus rantai kemiskinan semakin sulit diwujudkan.

Pemangkasan BOPTN: Biaya Kuliah Mahasiswa Terancam Naik

Selain KIP-Kuliah, program BOPTN yang mensubsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) juga mengalami pemangkasan signifikan. Anggaran BOPTN yang semula mencapai Rp 6,018 triliun dipotong hingga 50%, atau setara dengan Rp 3 triliun.

Dampak langsung dari pemangkasan ini adalah potensi kenaikan UKT di PTN. Subsidi yang berkurang berarti mahasiswa harus menanggung biaya kuliah lebih tinggi.

Bagi keluarga miskin, ini bisa menjadi beban tambahan yang sulit ditanggung. Banyak mahasiswa bahkan khawatir terpaksa putus kuliah karena ketidakmampuan membayar UKT yang naik.

Tagar #turunkanuktptn pun bergema di media sosial sebagai bentuk protes terhadap kebijakan ini.

Sejumlah aktivis pendidikan menyerukan agar pemerintah memprioritaskan subsidi pendidikan tinggi daripada mengalokasikan anggaran untuk program populis seperti Makan Bergizi Gratis.

Anggaran Pendidikan Dipangkas: Prioritas yang Salah?

Pemangkasan anggaran pendidikan senilai Rp 14 triliun dari total pagu Kemendikbudristek sebesar Rp 56,6 triliun menuai kritik tajam.

Sementara program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis mendapat tambahan dana hingga Rp 100 triliun, pos-pos penting dalam pendidikan justru dikorbankan.

Menurut data, anggaran pendidikan yang dipangkas mencakup berbagai aspek vital, termasuk tunjangan dosen non-PNS, bantuan kelembagaan perguruan tinggi swasta (PTS), hingga proyek Sekolah Unggul Garuda.

Ini menunjukkan bahwa kebijakan efisiensi tidak hanya memengaruhi mahasiswa, tetapi juga seluruh ekosistem pendidikan tinggi.

Pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah pemerintah sedang mengabaikan pendidikan demi mengejar efisiensi?

Ekonom senior Bhima Yudhistira menyebut bahwa pemangkasan anggaran pendidikan ini “brutal” dan kontradiktif dengan visi pembangunan SDM unggul yang digaungkan pemerintah.

“Jika anggaran pendidikan terus dipangkas, bagaimana mungkin kita bisa menciptakan generasi emas 2045? Pendidikan adalah investasi jangka panjang, bukan pengeluaran yang bisa dikorbankan,” ujarnya dalam sebuah diskusi publik.

Dampak Jangka Panjang bagi Masa Depan Bangsa

Pemangkasan KIP-Kuliah dan BOPTN tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masa depan bangsa secara keseluruhan. Berikut beberapa dampak jangka panjang yang perlu diwaspadai:

  1. Putus Sekolah Massal:
    Ribuan mahasiswa dari keluarga miskin terancam putus kuliah akibat tidak mampu membayar biaya pendidikan. Hal ini akan memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi.
  2. Penurunan Kualitas SDM:
    Dengan berkurangnya akses pendidikan tinggi, kualitas sumber daya manusia Indonesia akan sulit bersaing di kancah global. Ini bertentangan dengan target pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
  3. Gagalnya Program Pemberdayaan:
    Program seperti KIP-Kuliah dirancang untuk membantu keluarga miskin memutus rantai kemiskinan. Namun, dengan pemangkasan anggaran, tujuan ini semakin sulit dicapai.
  4. Krisis Kepercayaan Publik:
    Kebijakan ini berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Banyak pihak merasa bahwa pendidikan sebagai hak dasar warga negara sedang diabaikan.

Solusi Alternatif untuk Menyelamatkan Pendidikan

Agar tidak mengorbankan pendidikan demi efisiensi, pemerintah perlu mencari solusi alternatif, seperti:

  1. Revisi Skala Prioritas Anggaran:
    Alih-alih mengalokasikan dana besar untuk program populis seperti Makan Bergizi Gratis, pemerintah harus memprioritaskan anggaran untuk pendidikan yang memiliki dampak jangka panjang.
  2. Optimalisasi Penggunaan Dana:
    Efisiensi tidak harus selalu berarti pemotongan. Pemerintah dapat mengurangi pengeluaran pada pos-pos yang kurang esensial, seperti percetakan suvenir dan kegiatan seremonial.
  3. Libatkan Swasta dan Donatur:
    Kolaborasi dengan sektor swasta dan organisasi nirlaba dapat membantu mendanai program-program pendidikan, termasuk KIP-Kuliah dan BOPTN.
  4. Transparansi dan Akuntabilitas:
    Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang tersisa digunakan secara transparan dan tepat sasaran. Ini akan membantu membangun kepercayaan publik terhadap kebijakan pendidikan.

Kesimpulan

Pemangkasan anggaran KIP-Kuliah dan BOPTN menunjukkan bahwa pendidikan sebagai sektor strategis sedang menghadapi ancaman serius akibat kebijakan efisiensi.

Jika tidak ditangani dengan bijak, kebijakan ini dapat menghambat pencapaian visi pembangunan SDM unggul yang menjadi salah satu pilar utama pemerintahan Prabowo Subianto.

Pendidikan adalah fondasi utama bagi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang berkaitan dengan dunia pendidikan harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak merugikan generasi mendatang.

Apakah pemerintah benar-benar mengabaikan pendidikan demi efisiensi? Jawaban atas pertanyaan ini ada di tangan para pembuat kebijakan.

- Advertisement -
Share This Article