Media dan Tuhannya

Deni Puja Pranata
3 Min Read
Gambar Ilustrasi (antimedia.id)
Gambar Ilustrasi (antimedia.id)

jfid – Tidak sedang berkisah di tepi Sungai Rhein, saat Johannes Gutenberg menemukan mesin pengatur Dunia. Tepat di tahun 1450 di kota Mainz, Jerman, pertama kali mesin pengatur dan penghancur Dunia ditemukan. Ya, sebuah mesin cetak, mesin yang sering kali membuat gaduh Dunia.

Sepuluh tahun sebelumnya, Johannes Gutenberg melakukan experimen untuk membuat lembaran kertas dengan produksi mesin. Akhirnya, Johannes berhasil, walau kesulitan mencari bahan kayu yang sesuai dengan kebutuhan produksi.

Jauh sebelum Johannes menemukan mesin, media dan asal usul jurnalistik sudah exsis di zaman masyarakat beradab. Namun, kisah itu seperti cinta Romeo dan Juliet. Penuh dengan romantisme sejarah dan hegemoni Eropa.

Jika dalam buku-buku sejarah diajarkan asal muasal jurnalistik, pers, wartawan, reporter, dan koresponden, itu adalah bentuk penyeragaman pengetahuan. Lalu kita dipaksa untuk ber-Tuhan pada sejarah. Walau kita tau, jika sejarah produk kekuasaan. Siapa yang berkuasa, maka ia mencipta sejarah.

Era yang disebut-sebut sebagai kejayaan masa lampau itu, Istana Romawi penuh dengan hiasan emas. Lalu muncul sebuah papan pengumuman sebagai berita rakyat, seperti penobatan raja atau sayembara. Disanalah dimulainya asal muasal media dan jurnalistik. Saat Amenhotep III memerintahkan semua pembawa kabar untuk memberikan surat berita ke semua pejabat dipenjuru Provinsi.

Saya bertanya? Apakah di zaman batu, di zaman orang bertelanjang bulat, apakah orang-orang di zaman itu tidak mengukir, apakah tidak memahat, sebagai bentuk expresi dari jiwa. Apakah di zaman batu orang-orang kala itu tidak menggambar? Lalu kenapa kebakuan selalu bermula pada zaman kekuasaan. Saya sangat ingat, pada petikan sajak Bertolt Brecht pujangga Jerman, yang berbunyi:

Siapa yang membangun tujuh gerbang Thebes
Di buku-buku kalian akan menemukan nama raja-raja
Namun apakah raja-raja yang mengangkut batu berbongkah-bongkah
Dan Babilonia berapa kali dihancurkannya
Siapakah yang mendirikannya kembali? Di rumah mana
Yang bersimbah emas di Lima, tinggal dimanakah para pembangunnya?
Kemanakah, di malam setelah Tembok Besar Cina selesai berdiri,
Kemanakah para tukang batu pergi? Di Roma yang Agung.

Bertolt Brecht dalam sajaknya menggambarkan kekuasaan raja yang selalu tertulis dalam buku-buku sejarah. Namun, para kuli dan pekerja selalu terpendam dalam catatan sejarah.

Pertanyaannya? Apakah kita masih mau bertuhan pada sejarah? Sejarah yang selalu dibuat oleh para penguasa. Apakah benar asal muasal media dan jurnalistik sejak zaman Amenhotep III? Apakah Dewan Pers sudah melakukan riset soal rekayasa sejarah media dan Jurnalistik?

Media yang selalu ber- Tuhan pada sejarah hegemoni Eropa. Baik dalam kehancurannya, seperti kematian yang baru menjemputnya. Tercacat sederet nama-nama besar yang sudah gulung tikar dan tidak cetak lagi. Era digital, ledakan media online, Siapa Tuhanmu?

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article