Pemilu 2024 di Indonesia akan menjadi ajang perebutan kekuasaan yang sengit, tidak hanya di antara partai-partai politik dalam negeri, tetapi juga di antara kepentingan-kepentingan asing yang berusaha mempengaruhi hasil pemilihan. Beberapa pakar dan politikus mengingatkan bahaya infiltrasi tangan asing di Pemilu 2024, yang bisa mengancam kedaulatan dan demokrasi Indonesia.
Salah satu negara yang diduga kuat mencampuri Pemilu 2024 di Indonesia adalah Amerika Serikat, melalui agen-agen rahasianya seperti Central Intelligence Agency (CIA). CIA dikenal memiliki sejarah panjang dalam melakukan operasi intelejen untuk mengintervensi pemilu di berbagai negara, terutama yang dianggap strategis bagi kepentingan Amerika Serikat.
Menurut sebuah laporan dari RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian yang berbasis di Amerika Serikat, CIA telah melakukan intervensi pemilu di 81 negara antara tahun 1946 dan 2000, dengan tujuan untuk mendukung kandidat atau partai yang pro-Amerika Serikat atau menggagalkan kandidat atau partai yang anti-Amerika Serikat. Beberapa contoh kasus intervensi CIA di pemilu asing adalah:
Pemilu 1953 di Iran, di mana CIA bersama dengan agen Inggris berhasil menjatuhkan Perdana Menteri Mohammad Mossadegh, yang ingin menasionalisasi industri minyak Iran, dan mengembalikan kekuasaan Shah Reza Pahlavi, yang bersahabat dengan Barat.
Pemilu 1954 di Guatemala, di mana CIA mendanai dan melatih pasukan pemberontak untuk menggulingkan Presiden Jacobo Arbenz, yang melakukan reforma agraria dan menantang kepentingan United Fruit Company, sebuah perusahaan Amerika Serikat yang menguasai sebagian besar lahan di Guatemala.
Pemilu 1968 di Guyana, di mana CIA mengarahkan kampanye untuk memastikan kemenangan Forbes Burnham, seorang pemimpin sayap kanan yang menghadapi tantangan dari Cheddi Jagan, seorang pemimpin sayap kiri yang didukung oleh Uni Soviet.
Pemilu 1973 di Chile, di mana CIA berusaha mencegah kemenangan Salvador Allende, seorang sosialis yang ingin melakukan reforma sosial dan ekonomi di Chile, dan kemudian mendukung kudeta militer yang dipimpin oleh Augusto Pinochet, seorang diktator yang pro-Amerika Serikat.
Pemilu 1996 di Rusia, di mana CIA membantu kampanye Boris Yeltsin, yang menghadapi ancaman dari Partai Komunis Rusia, dengan memberikan bantuan finansial, logistik, dan media.
Selain CIA, Amerika Serikat juga memiliki agen-agen lain yang bisa digunakan untuk mencampuri Pemilu 2024 di Indonesia, seperti National Endowment for Democracy (NED), sebuah organisasi nirlaba yang didanai oleh Kongres Amerika Serikat dan bertujuan untuk mendukung demokrasi di seluruh dunia.
Namun, beberapa kritikus menuduh bahwa NED sebenarnya adalah alat untuk mengganti rezim yang tidak disukai oleh Amerika Serikat dengan cara memberikan dana dan dukungan kepada kelompok-kelompok oposisi, aktivis, media, dan organisasi masyarakat sipil.
Beberapa contoh kasus keterlibatan NED dalam pemilu asing adalah:
Pemilu 1986 di Filipina, di mana NED memberikan bantuan kepada gerakan People Power yang berhasil menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos, seorang diktator yang korup dan brutal, dan menggantikannya dengan Corazon Aquino, seorang pemimpin demokrat yang pro-Amerika Serikat.
Pemilu 1990 di Nikaragua, di mana NED mendanai dan melatih partai-partai oposisi yang bersatu dalam Uni Nasional Oposisi (UNO), yang berhasil mengalahkan Front Pembebasan Nasional Sandinista (FSLN), sebuah partai sayap kiri yang didukung oleh Kuba dan Uni Soviet.
Pemilu 2000 di Serbia, di mana NED memberikan dana dan bantuan teknis kepada gerakan Otpor, yang memimpin protes massal yang mengakhiri kekuasaan Slobodan Milosevic, seorang pemimpin nasionalis yang bertanggung jawab atas perang dan kejahatan kemanusiaan di Balkan, dan menggantikannya dengan Vojislav Kostunica, seorang pemimpin demokrat yang pro-Barat.
Pemilu 2004 di Ukraina, di mana NED mendukung gerakan Revolusi Oranye, yang menolak hasil pemilu yang curang yang memenangkan Viktor Yanukovych, seorang pemimpin pro-Rusia, dan menuntut pengulangan pemilu yang jujur dan adil, yang kemudian dimenangkan oleh Viktor Yushchenko, seorang pemimpin pro-Barat.
Pemilu 2019 di Bolivia, di mana NED mendanai dan mendukung kelompok-kelompok oposisi yang menuduh Presiden Evo Morales, seorang pemimpin sayap kiri yang anti-imperialis, melakukan kecurangan dalam pemilu, dan kemudian melakukan kudeta yang menggulingkannya dan menggantikannya dengan Jeanine Anez, seorang pemimpin sayap kanan yang pro-Amerika Serikat.
Selain Amerika Serikat, ada juga negara-negara lain yang berpotensi mencampuri Pemilu 2024 di Indonesia, seperti Rusia, Tiongkok, dan Iran.
Negara-negara ini memiliki kepentingan geopolitik dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, dan mungkin ingin mempengaruhi hasil pemilu di Indonesia untuk menguntungkan diri mereka sendiri atau merugikan lawan-lawan mereka.
Beberapa cara yang bisa digunakan oleh negara-negara ini untuk mencampuri Pemilu 2024 di Indonesia adalah:
Melakukan serangan siber terhadap infrastruktur pemilu, seperti sistem penghitungan suara, basis data pemilih, atau situs web resmi, untuk mencuri, merusak, atau memanipulasi informasi yang berkaitan dengan pemilu, atau untuk mengganggu jalannya pemilu.
Melakukan operasi informasi, seperti menyebarkan propaganda, desinformasi, atau misinformasi melalui media sosial, media online, atau media lainnya, untuk mempengaruhi opini publik, memperkuat atau melemahkan kandidat atau partai tertentu, atau menimbulkan keraguan atau ketidakpercayaan terhadap proses pemilu.
Melakukan operasi pengaruh, seperti memberikan bantuan finansial, politik, atau lainnya kepada kandidat atau partai tertentu, atau menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh penting, seperti pejabat, aktivis, akademisi, atau jurnalis, untuk mempromosikan kepentingan atau agenda mereka, atau untuk mendapatkan akses atau pengaruh di dalam negeri.
Pemilu 2024 di Indonesia adalah sebuah momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk menentukan arah dan masa depan negara ini. Namun, pemilu ini juga rentan terhadap campur tangan asing yang bisa mengancam kedaulatan dan demokrasi Indonesia.
Oleh karena itu, para pemangku kepentingan, seperti pemerintah, penyelenggara pemilu, partai politik, kandidat, media, masyarakat sipil, dan pemilih, harus bersikap waspada dan kritis terhadap segala bentuk upaya intervensi asing, dan harus berusaha untuk menjaga integritas dan kredibilitas pemilu, serta menghormati hak dan kehendak rakyat Indonesia.