Regulasi Impor Hasil Perikanan: Bukti Lemahnya Daulat Nelayan

Rasyiqi
By Rasyiqi
7 Min Read
Ilustrasi Nelayan Miskin Indramayu (foto: sapulidinews.com)
Ilustrasi Nelayan Miskin Indramayu (foto: sapulidinews.com)

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)


jf.id – Pemerintah harus benar-benar bekerja keras untuk memberikan optimisme kepada rakyat: nelayan dan masyarakat pesisir, agar titik lemah kebijakan sektor Kelautan dan Perikanan dapat di akselerasi lebih cepat sehingga bisa meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai: mutu ikan dan keamanan hasil perikanan.

Perlu dilakukan pencegahan agar tidak membeli ikan impor sehingga masyarakat tidak lagi bergantung pada konsumsi ikan impor maupun bahan baku impor Industri. Masyarakat harus ditumbuhkan kesadaran untuk mencegah impor ikan konsumsi secara terus menerus.

Tetapi, Presiden Joko Widodo pun secara resmi telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Penggaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Ya, bisa dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 5, Pasal 33, dan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, bahwa pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Peraturan Pemerintah sangat menyakiti perasaan masyarakat Indonesia. Karena memberikan peluang besar sebagai tukang impor. Pemerintah harus bertindak sebagai pengendali Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Penggaraman dalam rangka menjamin perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidayaan ikan, dan petambak garam. Sekaligus menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya hasil kelautan – perikanan untuk industri dalam negeri.

Berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 bahwa “Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Penggaraman sebagaimana dimaksud dilakukan melalui penetapan tempat pemasukan, jenis dan volume, waktu pemasukan, serta pemenuhan persyaratan administratif dan standar mutu.” Artinya rekomendasi tetap dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Begitu juga Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 bahwa “dalam hal Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong industri, penetapan rekomendasi diserahkan pelaksanaannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.” Persetujuan Impor diterbitkan oleh menteri di bidang perdagangan untuk bahan baku dan bahan penolong industri yang menyesuaikan dengan rekomendasi menteri bidang perindustrian setelah memenuhi persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam ketentuan peralihannya menyebutkan: “izin Impor untuk bahan baku dan bahan penolong industri yang telah diterbitkan pada tahun 2018 ditetapkan sebesar 2.370.054,45 ton dan terus meningkat. Dalam ketentuan penutup, peraturan perundang-undangan ini harus disesuaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Kebijakan izin impor hasil perikanan dan komoditas penggaraman yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan minus nilai manajemen dan usangnya nasionalisme sebagai bangsa maritim. Sebab, menumbuhkan karakter impor yang sangat berdampak pada pemiskinan bagi nelayan – nelayan dan masyarakat pesisir Indonesia, yang menaruh harapan begitu besar terhadap potensi kelautan dan perikanan Indonesia itu sendiri dengan harapan ada perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah.

Kejanggalan impor komoditas perikanan karena laut Indonesia dipenuhi sumberdaya perikanan yang melimpah, bahkan capai 12,94 juta ton ikan. Sektor perikanan yang seharusnya sebagai penyangga kebutuhan pangan masyarakat, malah ikut-ikutan di impor.

Sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2014 – 2019 selalu membanggakan tren kenaikan ikan dan total produksi perikanan tangkap yang meningkat. Disisi lain, pasar tradisional dan modern di Indonesia dipenuhi ikan impor atau hasil perikanan negara lain. Aneh. Pada tahun 2009, tangkapan ikan hanya 4.812.235 ton. Tetapi, melonjak drastis pada tahun 2014 menjadi 5.779.990 ton. Kemudian tahun 2016 menjadi 9,7 juta ton. Lalu naik kembali tahun 2017 sebesar 12,94 juta ton.

Sumberdaya perikanan diatas, tergantung pengelolaan dilakukan pemerintah. Masalah mainseat pemerintah sering membuat dalih bahwa hasil tangkapan nelayan tidak memenuhi syarat industri. Sehingga bahan baku itu harus impor. Padahal, produksi ikan nelayan Indonesia sangat tinggi, misalnya, jenis ikan makarel, tuna, tongkol dan cakalang, juga dengan kualitas yang sangat baik, terutama hasil tangkapan nelayan Indonesia Timur yang produksi ikan cukup tinggi, misalnya di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, Maluku dan Papua.

Di sisi lain, kebutuhan yang cukup besar di kota-kota besar di pulau Jawa. Masalahnya keterbatasan sarana dan prasarana logistik untuk produk segar dan bernilai hiegienis. Justru selama ini nelayan mengalami keterbatasan untuk distribusi dari wilayah timur ke pulau Jawa.

Untuk dapat meningkatkan tangkapan ikan dan mengelola hasil perikanan, pemerintah mesti lebih banyak menyediakan kapal penangkap sehingga kuota yang ada bisa terpenuhi, seperti menambah kapal – nelayan untuk memanfaatkan catch limit (batas tangkapan) sehingga bisa antisipasi kurangnya alokasi hasil tangkapan. Dengan sistem tersebut, maka impor bisa diatasi dan berhenti secara pelan-pelan.

Isu impor ini perlu menjadi perhatian pemerintah terharap buruknya regulasi perikanan. Pertama, pemerintah belum fokus pada alur distribusi produk perikanan, dimana masih terjadi gap antara daerah produksi dan pasar. Kedua, masih saja terjadi lambannya perizinan pengoperasian kapal. Ketiga, sistem logistik produk perikanan tangkap yang masih primitif sehingga sulit menstabilkan suplai ikan pada industri pengolahan.

Selain itu, untuk antisipasi masalah impor kedepannya, Pemerintah harus segera memaksimalkan konsep SLIN (Sistem Logistik Ikan Nasional). Sehingga impor ikan yang masuk Indonesia dapat diawasi dengan ketat dan sifatnya tidak meluas. Pemerintah juga harus bisa melakukan pengendalian dan pengawasan yang sangat ketat dan memperhatikan asas pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

Tentu, pemerintah juga pertimbangkan ketahanan pangan, gizi, jaminan mutu, keamanan pangan dan keberlanjutan industri. Sehingga pemasukan hasil perikanan ini didasarkan pada prinsip penting yang mengutamakan kedaulatan pangan dan kepentingan nasional.[]

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article