Mabuk Tahun Baru

Deni Puja Pranata
4 Min Read

jfid – Sebuah Bir dan aneka macam minuman beralkohol lainnya. Setiap akhir tahun, diborong oleh para muda-mudi untuk memuaskan diri dengan merayakan dan menyambut tahun baru. Sejak kapan, budaya itu masuk? Mungkin sejak perayaan Tahun Baru dirayakan di Indonesia.

Expansi budaya itu, begitu cepat masuk dan entah dimulai semenjak tahun berapa merebak di tanah air, saya masih belum menemukan refrensi. Peristiwa itu, setiap tahun menjadi panen tugas bagi kepolisian.

Mabuk dan seks bebas menjadi hal yang terikat seperti halnya dua sisi mata koin. Jauh sebelum 1 Januari tiba, di kota-kota besar, hotel-hotel sudah dibooking. Dan kita pasti bisa menebak, berita tayang telivisi pada setiap 1 Januari.

“Sepasang muda-mudi digrebek polisi, karena pesta miras dan narkoba,”

“Polisi amankan muda-mudi di kamar hotel dan barang bukti narkoba,”

Iya, itu biasa kita tonton setiap tahun, ditayangan telivisi pada awal tahun atau menjadi berita Headline di salah satu surat kabar. Setiap awal tahun, Negeri ini diawali dengan khomer.

Minuman keras dan perilaku mabuk memang sudah ada semenjak Heraclius menyembah dewa Zeus atau pada zaman kenabian.

Konspirasi Mabuk dalam sejarah peradaban, pernah tercatat menghancurkan sebuah bangsa dan negara. Tentu kita mengingat tentang India yang dimabukkan Candu oleh Inggris. Dan penaklukan dua ratus tentara Mongol di Jawa yang disuguhkan tuak raden Wijaya.

Mabuk adalah sebuah luapan kegembiraan yang diekspresikan dengan miras atau narkoba. Atau sebuah ekspresi, mencoba lari dari situaasi pandemi yang serba rumit.

Problem moralitas anak bangsa dengan platform Revolusi Mental oleh pemerintah (Jokowi). Yang bertujuan untuk berdikari dalam politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya, sebetulnya sudah sejak lama ditawarkan oleh Soekarno.

Ketika Revolusi Mental mengalami jalan buntu dalam sudut pandang. Perlawanan ide dan gagasan muncul dari gerakan bergamis yang meneriakkan revolusi ahlaq.

Revolusi Mental menjadi sebuah Tesis yang memuculkan perlawanan ide dan gagasan dari seorang Rizieq dengan Antitesa Revolusi Ahlaq.

Saya mendiagnosa, Revolusi Ahlaq sendiri, secara terminologi mengalami klise dalam konsep. Revolusi yang lahir dari barat dan Ahlaq yang lahir dari timur. Bagaimana mungkin sebuah oposisi binner dapat dipersatukan dengan damai.

Namun, terlepas dari Revolusi Mental dan Revolusi Ahlaq. Mengutip dakwah seorang ulama terkemuka di Indonesia, jika maksiat terbesar yang dilakukan ummat Rasulullah setiap tahun menjelang 1 Januari.

Dari sekte kaum muslimin, tidak mengakui jika pergantian tahun baru sebagai tahun baru. Dan kaum muslimin tetap teguh pada 1 Muharrom sebagai tahun baru islam. Namun, gagasan-gagasan itu terus bermunculan setiap tahun menjelang 1 Januari, hanya sebagai pencerah.

Indonesia butuh ketegasan peran Negara dalam mencegah demoralisasi anak bangsa. Persoalan semacam ini, hanya menjadi wacana mabuk setiap menjelang pergantian tahun. Jangan sampai, peristiwa Negara di dalam Negara terjadi. Seperti sweping, sweping, sweping. Perilaku amoral diselesaikan secara amoral.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article