Harapan buat Prabowo Subianto

Syahril Abdillah
5 Min Read
Kiri, Prabowo Subianto Resmi dilantik sebagai Menteri Pertahanan dan Kanan Edy Prabowo sebagai Menteri Kelautan (Foto: Tribun)
Kiri, Prabowo Subianto Resmi dilantik sebagai Menteri Pertahanan dan Kanan Edy Prabowo sebagai Menteri Kelautan (Foto: Tribun)

TNI KUAT, RAKYAT BERMARTABAT

Oleh : Herry Santoso

Jurnalfaktual.id, – SAH, Prabowo Subianto jadi menteri Jokowi, menempati pos Menteri Pertahanan (Menhan). Itulah realitas politik, meski dulu Prabowo merupakan rival terkuat Jokowi, siapa sangka kini menjadi bawahannya.

Dalam manajemen politik modern, fenomena tersebut bukan sesuatu yang tabu, karena dalam berpolitik tidak ada lawan atau kawan abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi.

Pertanyaannya kemudian adalah kepentingan apa kira-kira yang dibawa Prabowo Subianto dengan manuver politiknya seperti itu ?

Pertama, secara ideal, karena Prabowo turut bertanggung jawab terhadap keutuhan NKRI, Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Dari sini akhirnya gamblang mengapa Prabowo tega meninggalkan partai dan massa pendukungnya yang setia. Karena dalam analisa politik acap disebutkan bahwa Prabowo terjebak pada pusaran politik (agama) yang bermuatan Islam radikal. Pendukung Prabowo saat itu para ulama dan ormas pro-khilafah misalnya eks-HTI yang baru dibredel oleh Jokowi.

Kedua, secara tersirat, masuknya Prabowo ke kabinet Jokowi mungkin sebagai starting point untuk maju lagi di kontestasi Pilpres 2024, dan (mungkin pula) akan bergandeng tangan dengan PDI-P. Sebab menurut hipotesa, politik “nasi goreng” yang digagas Megawati Soekarnoputri tempo hari sekaligus sebagai konsensus ke depan “Prabowo presiden”. bergandengan dengan trah Soekarno. Kalau pun ini benar, Puan Maharani yang akan digadang mendampingi Prabowo kelak.

Ketiga, saat debat presiden yang lalu, Prabowo kuat menyoroti lemahnya pertahanan Indonesia di forum Asia, maupun di forum dunia. Hal tersebut lantaran alutsista yang miliki TNI rata-rata sudah uzur dan ketinggalan zaman meski posisi Indonesia secara militer menduduki Ranking ke-15 dunia (2019), dan keempat, untuk mempererat kembali rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang sempat terpolarisasi selama proses dan pelaksanaan Pemilu 2019.

Membedah Kebekuan Politik Purnawirawan – TNI Aktif

Tidak bisa dipungkiri hubungan antara TNI Aktif – Punawirawan saat ini mengalami kebekuan politik ( political freeze ) sebagai efek samping dari euforia Pilpres 2019. Para elite purnawirawan mayoritas merapat ke Prabowo, sungguhpun hal tersebut merupakan fenomena wajar, namun secara psikopolitik akan berpengaruh pada wahana politik khususnya di ikat primordial keluarga TNI. Sebab baik TNI aktif maupun purnawirawan tetap terbingkai oleh doktrin Sapta Marga.

Kebekuan tersebut yang akan dikanalisasi oleh Prabowo yang sangat fkeksibel dan sekarang berkedudukan sebagai Menhan.

Modernisasi Alutsista

Tidak sedikit program alutsista TNI yang terganjal oleh kebijakan politik global. Macetnya kontrak TNI dengan Rusia mengenai pembelian jet tempur super flanker Sukhoi-35. Sebagaimana kita ketahui TNI mengakusisi 11 jet tempur super canggih Generasi 4,5 SU-35, dengan cara imbal beli. Artinya pembayarannya sebagian melalui produk pertanian laiknya kopi, teh, coklat, karet, dan sawit. Akan tetapi pembelian tersebut tidak semulus yang kita bayangkan karena adanya warning dari Amerika Serikat (AS) : negara manapun yang membeli alutsista dari Rusia, harus berhadapan sanksi embargo AS.

Untuk kasus Indonesia, rupanya Washington “setengah hati” untuk memberlakukan hal tersebut pada Jakarta lantaran selain besarnya kepentingan kedua negara sekaligus Indonesia adalah negara non-blok. Alhasil John Matis Panglima AB – AS melakukan negosiasi dengan Ryamisad (Menhan RI). Hasilnya, Indonesia kemungkinan terbebas dari sanksi (embargo), asalkan mau nembeli sekitar 48 ekor jet tempur muthakhir F-16 Blok 72 yang dikenal dengan F-16 Viper.

Nah, dari rumit dan krusialnya masalah pertahanan yang dialami RI itulah maka pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin melobi Prabowo untuk bergabung dan sekarang duduk di kursi Menhan.

Lepas dari kelebihan dan kekurangan Prabowo, yang terpenting adalah dengan bergabungnya Ketum Gerindra tersebut akan membawa persfektif cerah lima tahun ke depan. Sebab, bangsa ini semakin menghadapi masalah berat misalnya : persaingan global yang kian kompetitif termasuk perang dagang, sumber daya manusia, krisis energi, dan ketenagakerjaan yang mendesak harus kita tangani. Atau kita hanya menjadi penonton dan tong sampah pasar dan produk global ? Nah…***

Herry Santoso, seorang jurnalis, pemerhati masalah sosial-politik, budaya, dan pendidikan menetap di Blitar Jawa Timur.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article