Dosen Non-PNS Menjerit: Pemangkasan Anggaran Pendidikan 2025 Picu Krisis Kesejahteraan

fathorriadi
6 Min Read
Dosen Non-PNS Menjerit: Pemangkasan Anggaran Pendidikan 2025 Picu Krisis Kesejahteraan (Ilustrasi)
Dosen Non-PNS Menjerit: Pemangkasan Anggaran Pendidikan 2025 Picu Krisis Kesejahteraan (Ilustrasi)
- Advertisement -

jfid – Pemangkasan anggaran pendidikan sebesar Rp 306,7 triliun yang dicanangkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 telah menimbulkan gejolak di berbagai lapisan dunia pendidikan.

Salah satu kelompok yang paling terdampak adalah dosen non-PNS, yang kini menghadapi krisis kesejahteraan akibat pemotongan tunjangan hingga 25%. Bagaimana nasib mereka di tengah kebijakan efisiensi ini? Simak ulasan mendalam berikut.

Anggaran Pendidikan Dipangkas Berapa?

Sebelum instruksi efisiensi diberlakukan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memiliki pagu anggaran awal sebesar Rp 56,6 triliun untuk tahun 2025.

Namun, dengan adanya pemangkasan, anggaran tersebut turun drastis menjadi Rp 14,3 triliun. Artinya, lebih dari seperempat anggaran kementerian lenyap begitu saja.

Ad imageAd image

Salah satu pos yang terkena dampak signifikan adalah tunjangan dosen non-PNS, yang mengalami pemotongan sebesar Rp 676 miliar dari total alokasi awal Rp 2,7 triliun.

Dengan pengurangan ini, para dosen non-PNS harus berjuang lebih keras untuk mempertahankan standar hidup mereka di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks.

Kesejahteraan Dosen Non-PNS Terancam

Para dosen non-PNS, yang selama ini menjadi tulang punggung operasional perguruan tinggi, kini merasa terpinggirkan. Meskipun tidak termasuk dalam golongan pegawai tetap negara, kontribusi mereka terhadap dunia pendidikan sangat besar.

Namun, pemangkasan anggaran membuat mereka harus menghadapi risiko kesejahteraan yang serius.

  1. Penurunan Motivasi Kerja:
    Pengurangan tunjangan sebesar 25% berpotensi menurunkan motivasi kerja para dosen non-PNS. Mereka yang sudah bekerja keras untuk memberikan pendidikan berkualitas kepada mahasiswa kini harus berpikir dua kali untuk melanjutkan karier di dunia akademik. Beberapa bahkan mulai mencari pekerjaan sampingan demi memenuhi kebutuhan hidup.
  2. Ancaman Mutu Pendidikan:
    Dengan kesejahteraan yang terganggu, banyak dosen non-PNS terpaksa meninggalkan profesi mereka atau mengurangi jam kerja. Hal ini tentu akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. Mahasiswa mungkin tidak lagi mendapatkan bimbingan optimal, dan penelitian serta inovasi akademik pun terancam stagnan.
  3. Ketidakpastian Masa Depan:
    Banyak dosen non-PNS yang khawatir tentang masa depan mereka. Tanpa jaminan kesejahteraan yang memadai, mereka sulit merencanakan langkah-langkah jangka panjang, baik dalam karier maupun kehidupan pribadi. Kondisi ini juga memengaruhi minat generasi muda untuk terjun ke dunia pendidikan sebagai profesi.

Pemangkasan Anggaran 2025: Apakah Prioritas Tepat?

Pemangkasan anggaran pendidikan 2025 dilakukan sebagai bagian dari upaya efisiensi APBN. Namun, pertanyaannya adalah: apakah prioritas ini tepat?

Sementara program-program seperti Makan Bergizi Gratis mendapat tambahan dana hingga Rp 100 triliun, pos-pos penting seperti tunjangan dosen non-PNS justru dikorbankan.

  1. Efisiensi yang Kontradiktif:
    Di satu sisi, pemerintah berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program populis seperti Makan Bergizi Gratis. Namun, di sisi lain, pemangkasan anggaran pendidikan justru dapat menurunkan kualitas SDM jangka panjang. Padahal, pendidikan adalah investasi strategis yang seharusnya menjadi prioritas utama.
  2. Tidak Ada Solusi Alternatif:
    Hingga saat ini, belum ada solusi konkret dari pemerintah untuk mengatasi dampak pemangkasan anggaran bagi dosen non-PNS. Alih-alih mencari cara untuk memperbaiki kesejahteraan mereka, kebijakan ini justru memperburuk situasi.

Dampak Jangka Panjang bagi Dunia Pendidikan

Krisis kesejahteraan dosen non-PNS bukan hanya masalah individu, melainkan ancaman serius bagi dunia pendidikan secara keseluruhan. Berikut beberapa dampak jangka panjang yang perlu diwaspadai:

  1. Menurunnya Kualitas Pengajaran:
    Dengan kesejahteraan yang terganggu, dosen non-PNS mungkin tidak lagi fokus sepenuhnya pada tugas-tugas akademik. Hal ini berdampak langsung pada kualitas pengajaran yang diterima mahasiswa.
  2. Kehilangan Talenta Akademik:
    Banyak dosen non-PNS yang berpotensi menjadi ilmuwan atau peneliti hebat memilih meninggalkan dunia akademik karena ketidakpastian finansial. Kehilangan talenta ini akan memengaruhi kemajuan riset dan inovasi di Indonesia.
  3. Gangguan pada Transformasi Digital Pendidikan:
    Dalam era digital, dosen memegang peran penting dalam mentransformasi metode pembelajaran. Namun, tanpa dukungan kesejahteraan yang memadai, proses ini bisa terhambat.

Langkah yang Harus Diambil

Untuk mengatasi krisis kesejahteraan dosen non-PNS, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis berikut:

  1. Revisi Skala Prioritas Anggaran:
    Pemerintah harus memprioritaskan anggaran untuk program-program yang memiliki dampak langsung pada kualitas pendidikan, termasuk kesejahteraan dosen non-PNS.
  2. Optimalisasi Dana yang Tersedia:
    Efisiensi anggaran tidak harus selalu berarti pemotongan. Pemerintah dapat mengoptimalkan penggunaan dana yang tersisa dengan mengurangi pengeluaran pada pos-pos yang kurang esensial.
  3. Libatkan Swasta dan Donatur:
    Kolaborasi dengan sektor swasta dan organisasi nirlaba dapat membantu mendanai program-program pendidikan, termasuk tunjangan dosen non-PNS.
  4. Transparansi dan Akuntabilitas:
    Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang tersisa digunakan secara transparan dan tepat sasaran. Ini akan membantu membangun kepercayaan publik terhadap kebijakan pendidikan.

Kesimpulan

Pemangkasan anggaran pendidikan 2025 telah memicu krisis kesejahteraan bagi dosen non-PNS, yang berdampak langsung pada mutu pendidikan di Indonesia.

Jika tidak ditangani dengan serius, kebijakan ini dapat menghambat pencapaian visi pembangunan SDM unggul yang menjadi salah satu pilar utama pemerintahan Prabowo Subianto.

Pendidikan adalah fondasi utama bagi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang berkaitan dengan dunia pendidikan harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak merugikan generasi mendatang. Dosen non-PNS adalah aset berharga yang harus dilindungi, bukan diabaikan.

- Advertisement -
Share This Article