Zero Waste Kelautan Perikanan NTB

Rusdianto Samawa By Rusdianto Samawa
6 Min Read
- Advertisement -

Limbah perikanan secara nasional berkisar 35 % dari total produksi atau 8,6 Juta ton. Wilayah NTB belum ada riset mendalam seputar jumlah limbah perikanan.”

jfid – Belum ada riset mendalam masalah pengelolaan limbah kelautan perikanan NTB. Padahal, sampah menjadi salah satu prioritas bagi Pemprov NTB. Melalui program NTB Zero Waste (NTB Bebas Sampah). Kedepan, berharap masalah-masalah terkait pengelolaan sampah bisa diselesaikan.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB selaku penanggung jawab program NTB Zero Waste harus lakukan riset mendalam seputar Limbah usaha budidaya, Unit Pengolahan Ikan, industri perikanan dan lainnya. Tentu, mewujudkan Zero Waste kelautan perikanan sangat penting dengan rencana rinci yang ditunjukkan dalam riset.

Berdasarkan data Dinas LHK NTB tahun 2018 sekitar 80% sampah di NTB masih belum bisa dikelola. Dari sekian persentase itu, belum tau jumlah pabrik pengolahan perikanan penghasil limbah. Kalaupun sudah ada mohon bisa di informasikan.

Ad image

NTB potensi sampah, per hari sebesar 3.388,76 ton. Masuk ke TPA sekitar 641,92 ton per hari. Berhasil daur ulang di bank sampah sekitar 51,21 ton per hari. Sebenarnya, target penyelesaian sampah NTB empat tahun ke depan, yaitu di tahun 2023.

Pengelolaan sampah NTB, gunakan teknologi daur-ulang organik menjadi kompos dan penggunaan metode Black Soldier Fly (BLF), disebut Pirolisis. Cara melakukan dekomposi sampah hingga menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Perlu dipahami, Pemerintah Provinsi NTB harus memikirkan penanganan limbah pabrik pengolahan sektor kelautan perikanan. Karena produktivitas, volume produksi dan kontribusi limbah masih medium. Artinya, kedepan akan lebih besar dan perlu antisipasi sesegera mungkin.

NTB sebagai salah satu Provinsi Kepulauan di Indonesia, memiliki potensi produksi Kelautan dan Perikanan yang melimpah. Produksi perikanan tangkap dan budidaya yang cukup besar. Pada tahun 2018 saja, jumlah produksi ikan tercatat 1,2 juta ton.

Meningkatnya produksi perikanan akan diikuti berkembangnya industri pengolahan perikanan. Namun, masih menyisakan limbah berupa tulang, kulit, sirip, kepala, sisik, jeroan, maupun cairan yang mencemari lingkungan. Alhasil, menimbulkan bau busuk dan mengganggu kesehatan manusia bahkan kematian.

Sebesar 30% – 40% produksi perikanan mencapai 80ribu ton menjadi limbah sejak 5 tahun lalu. Dari jumlah itu, sekitar 2000 ton terbuang sebagai limbah yang tidak termanfaatkan. Kalau limbah perikanan yang dihitung dari Unit Pengolahan Ikan (UPI) memiliki proporsi total berat ikan, moluska dan krustasea bagian kepala (12,0%), tulang (11,7%), sirip (3,4%), kulit (4,0%), duri (2,0%), dan isi perut atau jeroan (4,8%).

Adapun limbah dari kegiatan perikanan antara lain, ikan rucah yang sampai sekarang bernilai ekonomis rendah (harganya murah), bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri pengalengan, atau industri pemfiletan.

Kemudian, ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah. Limbah cangkang, kulit, dan bagian lain dari ikan, krustasea, dan moluska sampai limbah akibat kesalahan penaganan dan pengolahan.

Limbah hasil pengolahan produk kelautan dan perikanan yang dapat dijadikan sumber pendapatan seperti cangkang, kerang mutiara sebagai accecoris dan bahan kosmetik, cangkang rajungan menjadi produk chitosan, juga limbah kulit udang menjadi chitosan dan bahan tambahan penyusun pakan ikan dan ternak. Sampah kulit ikan nila, kakap dapat dijadikan snack, sedangkan kulit ikan pari dapat dijadikan acessoris seperti tas, dompet dan lainnya.

Pemanfaatan limbah kelautan perikanan oleh Pemvrop NTB sangat urgen. Tentu dibutuhkan penerapan teknologi tinggi berdasarkan prinsip ekonomi biru dengan sistem siklikal dalam proses produksi, sehingga tercipta produksi bersih. Artinya, limbah dari sebuah proses produksi akan menjadi bahan baku atau sumber energi bagi produk berikutnya.

Penyediaan teknologi pemanfaatan limbah perikanan menjadi produk bernilai tambah dan bermanfaat bagi manusia, termasuk pembangunan pabrik tepung ikan (skala mini-medium) di wilayah–wilayah sentra produksi perikanan tangkap yang banyak menghasilkan by catch dan trash fish dengan memanfaatkan gas buang dari pembangkit listrik.

Meski demikian, pemanfaatan limbah kegiatan perikanan ini masih banyak menemui tantangan, yakni kurangnya kesadaran dan pengetahuan yang rendah tentang pemanfaatan limbah hasil perikanan, kurang penyebaran informasi tentang konsep pengolahan limbah hasil perikanan. Selain itu, belum adanya unit khusus yang bertugas menangani limbah hasil perikanan di Provinsi NTB.

Mahalnya pembuatan unit pengolahan limbah hasil perikanan juga menjadi kendala. Kalangan usaha merasa tidak mendapatkan keuntungan dalam pengelolaan limbah. Di sisi lain sulitnya memperoleh peralatan dan zat kimia yang diperlukan dalam proses perebusannya contohnya pemanfaatan limbah cangkang kepiting.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Pemvrop NTB butuh strategi dan teknik pemanfaatan dan pengelolaan limbah perikanan lewat pemanfaatan hasil tangkap sampingan (by catch) dan ikan rucah (trash fish) yang jumlahnya mencapai 20% total hasil tangkap purse seiners, pukat ikan, pukat udang, dan alat tangkap lainnya. Juga diperlukan penerapan best handling practices sejak dari hulu hingga sistem rantai pasok perikanan.[]

Penulis: Rusdianto Samawa, Pendiri Teluk Saleh Institute

- Advertisement -
TAGGED:
Share This Article