Wisata di Bekas Kamp Liburan Adolf Hitler

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read
Bekas kamp liburan Nazi, Prora Solitaire Apartments & Spa (bussines insider)
- Advertisement -

jfid – Proraa, Pulau Rugen – Jika Anda mencari tempat menginap yang unik dan bersejarah di Jerman, mungkin Anda bisa mencoba menginap di bekas kamp liburan Adolf Hitler.

Ya, Anda tidak salah baca. Di Proraa, sebuah desa kecil di Pulau Rugen, tepat di sekitar Laut Baltik, terdapat sebuah kompleks bangunan yang dulunya merupakan proyek ambisius Hitler untuk menyediakan liburan murah bagi rakyat Jerman.

Proyek ini bernama Kraft durch Freude (KdF), yang berarti “Kekuatan melalui Kebahagiaan”. Hitler bermaksud membangun lima kamp liburan di seluruh Jerman, yang masing-masing dapat menampung 20.000 orang. Proraa adalah salah satu dari kamp tersebut, yang dibangun pada tahun 1936.

Namun, proyek ini tidak pernah selesai karena pecahnya Perang Dunia II. Selama perang, kamp ini digunakan sebagai rumah sakit, barak militer, dan tempat pelatihan bagi pasukan Nazi.

Ad image

Setelah perang, kamp ini dikuasai oleh Uni Soviet, yang menjadikannya sebagai markas besar mereka di Jerman Timur. Setelah reunifikasi Jerman pada tahun 1990, kamp ini ditinggalkan dan menjadi bangunan kosong yang menghantui.

Namun, sejak tahun 2004, kamp ini mulai direnovasi dan dikembangkan menjadi sebuah resor wisata yang menawarkan berbagai fasilitas, seperti hotel, apartemen, restoran, museum, bioskop, spa, dan taman bermain.

Resor ini bernama Prora Solitaire, yang mengambil nama dari kata Proraa dan solitaire, yang berarti “sendirian” atau “terpisah”. Nama ini menggambarkan kontras antara masa lalu yang suram dan masa kini yang cerah dari kamp ini.

Salah satu pengunjung yang menginap di Prora Solitaire adalah Ralf Schumacher, seorang pensiunan guru dari Berlin. Ia mengatakan bahwa ia tertarik untuk menginap di sini karena ingin mengetahui lebih banyak tentang sejarah kamp ini.

“Saya tahu bahwa tempat ini adalah bekas kamp liburan Hitler, tapi saya tidak tahu banyak detailnya. Saya ingin melihat sendiri bagaimana tempat ini berubah dari tempat yang mengerikan menjadi tempat yang menyenangkan,” katanya.

Schumacher mengaku tidak merasa takut atau risih menginap di tempat yang pernah menjadi saksi kekejaman Nazi.

“Saya tidak merasa ada aura negatif di sini. Saya malah merasa nyaman dan tenang. Tempat ini sangat bersih, modern, dan nyaman. Pemandangannya juga indah. Saya bisa melihat laut dari jendela kamar saya,” katanya.

Schumacher juga mengapresiasi upaya para pengelola resor untuk melestarikan sejarah kamp ini. Ia mengatakan bahwa ia sempat mengunjungi museum yang berada di salah satu blok bangunan, yang menampilkan berbagai foto, dokumen, dan artefak yang berkaitan dengan sejarah kamp ini.

“Saya kagum dengan museumnya. Saya bisa belajar banyak tentang sejarah kamp ini, mulai dari masa Nazi, Soviet, hingga reunifikasi. Saya juga bisa melihat bagaimana arsitektur dan desain kamp ini berubah seiring waktu,” katanya.

Schumacher menambahkan bahwa ia berencana untuk kembali menginap di Prora Solitaire di masa depan.

“Saya sangat puas dengan pengalaman saya di sini. Saya merasa mendapatkan sesuatu yang berharga, baik dari segi wisata, edukasi, maupun relaksasi. Saya juga ingin melihat perkembangan resor ini, karena saya tahu bahwa masih ada beberapa bagian yang belum selesai direnovasi. Saya harap resor ini bisa menjadi tempat yang lebih baik lagi,” katanya.

Prora Solitaire bukanlah satu-satunya resor yang berada di bekas kamp liburan Hitler. Di seberang Laut Baltik, di Pulau Usedom, terdapat sebuah resor yang bernama Seetelhotel Kaiserstrand Beachhotel, yang juga merupakan bekas kamp KdF.

Resor ini juga menawarkan fasilitas yang serupa dengan Prora Solitaire, seperti hotel, apartemen, restoran, spa, dan taman bermain. Resor ini juga memiliki museum yang menampilkan sejarah kamp ini.

Menurut Jürgen Schröder, seorang manajer di Seetelhotel Kaiserstrand Beachhotel, resor ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. “Resor ini memiliki lokasi yang strategis, dekat dengan pantai dan hutan. Resor ini juga memiliki arsitektur yang unik, yang mencerminkan gaya Nazi yang khas. Resor ini juga memiliki sejarah yang menarik, yang bisa menjadi bahan pembelajaran bagi para pengunjung,” katanya.

Schröder mengatakan bahwa resor ini tidak bermaksud untuk memuji atau mempromosikan ideologi Nazi, melainkan untuk menginformasikan dan mengedukasi para pengunjung tentang sejarah kamp ini.

“Kami tidak ingin menyembunyikan atau melupakan sejarah kamp ini, tapi kami juga tidak ingin mengagungkan atau membenarkan sejarah kamp ini. Kami ingin menunjukkan kepada para pengunjung bahwa sejarah kamp ini adalah bagian dari sejarah Jerman, yang harus diingat dan dipelajari, agar tidak terulang lagi di masa depan,” katanya.

Schröder menambahkan bahwa resor ini juga berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pengunjung, agar mereka merasa nyaman dan puas.

“Kami ingin memberikan pengalaman yang menyenangkan dan berkesan bagi para pengunjung. Kami ingin membuat mereka merasa seperti di rumah sendiri. Kami juga ingin membuat mereka merasa seperti bagian dari sejarah kamp ini, yang telah berubah dari tempat yang gelap menjadi tempat yang terang,” katanya.

Wisata di bekas kamp liburan Hitler mungkin terdengar aneh atau kontroversial bagi sebagian orang, tapi bagi sebagian lainnya, ini adalah sebuah pilihan yang menarik dan berbeda.

Bagi mereka, menginap di tempat ini bukanlah sebuah penghormatan atau penghinaan terhadap Hitler atau Nazi, melainkan sebuah cara untuk mengenal dan menghargai sejarah Jerman, yang penuh dengan liku-liku dan pelajaran.

Bagi mereka, menginap di tempat ini juga bukanlah sebuah penghinaan atau penghormatan terhadap korban-korban Nazi, melainkan sebuah cara untuk mengenang dan menghormati mereka, yang telah berjuang dan berkorban demi kebebasan dan kemanusiaan.

Bagi mereka, menginap di tempat ini adalah sebuah wisata yang tidak hanya menyajikan keindahan alam dan kemewahan fasilitas, tapi juga menyajikan kekayaan sejarah dan kearifan budaya.

- Advertisement -
Share This Article