Wall Street Menguat di Tengah Konflik Israel-Hamas

ZAJ By ZAJ - SEO Expert | AI Enthusiast
3 Min Read
- Advertisement -

jfid – Wall Street, bursa saham Amerika Serikat (AS), ditutup menguat pada hari Senin (9/10/2023) meski tengah berlangsung perang antara Israel dan Hamas, kelompok militan Palestina yang menguasai Jalur Gaza.

Kenaikan Wall Street didorong oleh saham-saham energi yang naik seiring dengan lonjakan harga minyak mentah dunia.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 197,07 poin atau 0,59% menjadi 33.604,65. Indeks S&P 500 naik 0,27% menjadi 4.246,44. Indeks Nasdaq Composite naik 0,21% menjadi 13.113,64.

Saham-saham energi menjadi pendorong utama kenaikan Wall Street. Chevron, Exxon Mobil, Marathon Oil, dan Occidental Petroleum melonjak antara 2,6% hingga 3,9%.

Ad image

Harga minyak mentah dunia mengalami rebound setelah anjlok pekan lalu akibat kekhawatiran akan permintaan global yang melemah di tengah pandemi Covid-19.

Harga minyak mentah Brent naik 3,8% menjadi US$ 85 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 4,3% menjadi US$ 82 per barel.

Lonjakan harga minyak mentah dunia dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah akibat konflik antara Israel dan Hamas.

Konflik Israel-Hamas memanas pada hari Sabtu (7/10/2023) setelah Hamas melancarkan invasi darat ke wilayah Israel, yang disebut sebagai Operasi Banjir Al Aqsa. Lebih dari 700 warga Israel tewas dalam serangan itu, dan setidaknya 490 warga Palestina tewas dalam serangan balasan Israel di Jalur Gaza.

Israel dan Palestina bukanlah pemain utama dalam sektor energi global, tetapi kedua negara tersebut berlokasi di kawasan penting untuk produksi minyak yang dapat memiliki implikasi lebih luas.

OPEC+, kartel minyak yang mencakup Rusia yang bukan anggota OPEC, akan tetap berhati-hati dalam setiap langkah untuk memperluas produksi minyak lebih lanjut dan mengubah rencana pengurangan.

Di sisi lain, pelaku pasar juga menantikan data inflasi AS yang akan dirilis pada hari Selasa (10/10/2023).

Data inflasi AS akan menjadi indikator penting untuk mengukur kebijakan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).

The Fed sebelumnya mempertahankan bunga acuan di kisaran 0%-0,25% dan mengatakan bahwa kenaikan inflasi hanya bersifat sementara.

Bank of America (BofA) memprediksi inflasi inti AS akan meningkat 0,3% secara bulanan pada September 2023. Inflasi inti AS adalah inflasi yang tidak memperhitungkan komponen makanan dan energi yang volatil.

Wall Street menguat di tengah konflik Israel-Hamas menunjukkan bahwa pelaku pasar masih optimis dengan prospek pemulihan ekonomi AS. Namun, risiko-risiko seperti pandemi Covid-19, inflasi tinggi, dan suku bunga naik masih membayangi pasar saham AS.

- Advertisement -
Share This Article