Mataram, Jurnalfaktual.id | Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 kembali menggelar diskusi kamisan membahas calon Sekda NTB. Kali ini, diskusi kedua tersebut bertajuk “Pendapat Publik untuk Sekda NTB Idola.”
Diskusi yang digelar di De-Lima Cafe Kota Mataram pada Kamis malam, (31/10) bekerjasama dengan Lombok Global Institute (Logis).
Sebelumnya, hasil seleksi calon Sekda telah berhasil menjaring tiga nama yang telah diserahkan pada Gubernur NTB. Namun, Gubernur enggan membuka tiga nama tersebut.
Lima nama calon Sekda yang sebelumnya ikut berkompetisi masing-masing adalah Asisten Setda NTB, Dra. Hj. Baiq Eva Nurcahyaningsih, M. Si, Kepala Distanbun NTB, Ir. H Husnul Fauzi, M. Si, Kepala Bappenda NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M. Si, Kepala DPMPTSP NTB, Drs. H. L. Gita Ariadi, M.Si dan Asisten II Setda NTB, Ir. H. Ridwan Syah, MM, M.TP.
Pembicara utama yang dihadirkan adalah mantan Sekda NTB, HM Nur.
Direktur M16, Bambang Mei Finarwanto, dalam sambutan mengatakan sengaja menghadirkan HM Nur sebagai pembicara utama agar memberi pemahaman utuh soal Sekda ideal.
“Pembicara utama adalah mantan Sekda NTB supaya kita memiliki pemahaman utuh bagaimana Sekda ideal,” katanya.
Didu sapaan akrabnya mengatakan, kelima calon Sekda memiliki peluang yang sama untuk menjadi Sekda, jika dilihat dari rekam jejak masing-masing.
“Ada isu calon Sekda prioritas saya rasa belum dan bisa jadi enggak. Bisa jadi limanya berpeluang sama. M16 tetap merasa calon Sekda ideal dua laki-laki dan satu perempuan,” ujarnya.
Tiga Kriteria Sekda Ideal
Mantan Sekda NTB, HM Nur, mengatakan kriteria Sekda ideal ada tiga, yakni kemampuan pada bidang akademis, fungsional dan managerial. Dengan kemampuan tersebut maka akan mewujudkan pemerintahan yang baik.
“Kemampuan akademis, kemampuan teknis fungsional bisa diukur dari jenjang jabatan, kemudian kemampuan managerial. Namun paling mendasar adalah nasionalisme, jika tidak memiliki nasionalisme maka semua akan runtuh,” ungkapnya.
“Nasionalisme hadir jika memiliki rasa kebangsaan, tidak membedakan bahasa dan bangsanya. Perbedaan yang mengikat kita untuk bersatu. Konfigurasi tiga aspek itu melahirkan nasionalisme,” ucapnya.
Dia mengungkapkan peran Sekda juga sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, sehingga Sekda harus netral dari segala kepentingan diri, kelompok maupun golongan.
“Sekda harus netral dari segala kepentingan. Ketika ada kepentingan personal atau kelompok maka pasti kebijakan tidak pada rakyat,” ujarnya.
Sekda Harus Pintar Komunikasi
Pembicaraan dari unsur akademisi, hadir Dr Wildan. Dia menjelaskan Sekda sangat penting sehingga Mendagri hingga presiden ikut menentukan, karena Sekda dipandang sebagai pengawal kepentingan nasional.
“Proses rekrutmen Sekda kenapa sampai Mendagri dan presiden menentukan karena posisi Sekda sebagai pembina kepegawaian bahwa diharapkan dapat mengawal kepentingan nasional,” ujarnya.
Dr Wildan berharap Sekda NTB terpilih nantinya tidak hanya memiliki integritas, tapi juga kemampuan komunikasi. Dia mencontohkan, banyak dinamika yang buntu antara pemerintah daerah dengan dewan atau DPRD, karena ketidakmampuan komunikasi Sekda sendiri.
“Sekda harus memiliki kemampuan komunikasi, karena banyak dinamika dengan dewan kadang buntu karena kemampuan komunikasi,” jelasnya.
Dia meminta Sekda harus dapat membangun jaringan dengan pemerintah pusat maupun kementerian. “Orang pintar dan jujur belum tentu memiliki kemampuan jaringan seperti itu,” ujarnya.
Terkahir, dia berharap Sekda tidak menjadi “tukang ketik” penetapan pegawai. Karena, Sekda memiliki tugas mengembangkan pegawai secara profesional dan jujur.
“Sekda harus memiliki kemampuan khusus pengembangan pegawai, harus memiliki perhatian lebih. Sekda juga tidak boleh menjadi ‘tukang ketik’ dalam penempatan pegawai, karena dia mengawal pengembangan karier dan profesionalisme pegawai,” tegasnya.
Sekda Harus Jadi Penasehat Gubernur
Akademisi sekaligus Pengamat Politik Universitas Mataram, Dr Asrin, menjelaskan Sekda ideal harus dapat meyakinkan gubernur soal kebijakan yang akan dikeluarkan, sehingga gubernur tidak terjebak dalam kekeliruan melahirkan kebijakan yang berdampak pada publik maupun politik.
“Bagaimana mampu meyakinkan gubernur bahwa kebijakan tidak berakibat fatal dengan masyarakat dan berakibat fatal secara politik. Sehingga gubernur tidak salah arah dalam mengambil keputusan, apalagi ketika politik interes sangat tinggi,” tuturnya.
“Jika Sekda hanya sebagai tukang ketik, maka bangkrut negara ini. Pemda ini bangkrut,” katanya.
Sekda menurutnya dapat memahami apa keinginan daerah sekaligus apa keinginan masyarakat. Pada posisi tersebut peran profesionalitas Sekda dipertaruhkan, karena terkadang, kepentingan daerah dipengaruhi kepentingan politis, sehingga berdampak pada masyarakat.
“Kita berharap Sekda NTB ke depan cerah dan bisa memberikan pertimbangan pada gubernur,” ucapnya.
Sekda Jadi Bodyguard Gubernur
Hadir mewakili pemuda, Mantan Ketua Umum GPII , Karman BM , Dia menceritakan posisi Sekda pada suatu titik akan mengalami dilema. Satu sisi Sekda harus pasang badan ketika gubernur dikritik, di sini lain Sekda “tidak boleh” lebih pintar dari gubernur, khususnya saat di pemerintah pusat.
“Sekda di waktu tertentu tidak boleh lebih pintar dari pimpinan, tetapi ketika gubernur dikritik yang pasang badan adalah Sekda,” katanya.
Sekda juga harus siap menjadi pengawal bagi gubernur ketika mendapat respon negatif terhadap kinerjanya.
“Sekda harus mampu merespon dinamika di luar sebelum masuk ke Pemprov. Kemudian bisa menjadi bodyguard untuk gubernur,” ucapnya.
Diskusi berlangsung menarik dengan banyaknya peserta yang menyumbang saran untuk calon Sekda NTB ke depannya. (Lns)