jfid – Mubeng Beteng Kraton Jogja, juga dikenal sebagai Tapa Bisu Mubeng Beteng, merupakan tradisi tahunan yang diadakan oleh Keraton Yogyakarta untuk menyambut pergantian tahun baru dalam kalender Hijriah.
Prosesi ini tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi juga mengandung makna spiritual yang mendalam bagi para pesertanya.
Asal Usul dan Sejarah
Tradisi Mubeng Beteng telah berlangsung selama bertahun-tahun, diwariskan dari generasi ke generasi oleh keluarga Keraton Yogyakarta.
Awalnya, kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk doa dan permohonan perlindungan serta berkah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk tahun yang akan datang.
Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dian Laksmi Pratiwi, menyatakan bahwa inti utama dari Mubeng Beteng bukan hanya perjalanan fisiknya, melainkan nilai kontemplasi dan perenungan yang terkandung di dalamnya.
Pelaksanaan Prosesi
Prosesi Mubeng Beteng dimulai pada pukul 24.00 WIB, dimana para peserta, yang terdiri dari abdi dalem keraton, keluarga keraton, dan masyarakat umum, berjalan mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta dalam keheningan.
Rute yang dilalui dimulai dari Kamandhungan Lor, melalui Ngabean, Pojok Beteng Kulon, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan, hingga kembali ke Alun-Alun Utara.
Selama prosesi, peserta diharuskan untuk tidak berbicara, sebagai simbolisasi dari Tapa Bisu, yang berarti kontemplasi dalam keheningan.
Makna Spiritual
Mubeng Beteng memiliki makna spiritual yang mendalam bagi para pesertanya. Prosesi ini menjadi sarana introspeksi dan refleksi diri selama satu tahun ke belakang, serta permohonan perlindungan dan berkah untuk perjalanan hidup satu tahun ke depan.
Dalam prosesi ini, peserta diajak untuk merenung dan mengingat kembali apa yang telah dilakukan selama setahun terakhir, serta mempersiapkan diri dengan doa untuk tahun yang akan datang.
Dian Laksmi Pratiwi menambahkan bahwa tradisi ini juga berfungsi sebagai bentuk pelestarian kebudayaan di DIY, yang telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbudristek.
Pengalaman Peserta
Banyak peserta yang merasa mendapatkan pengalaman spiritual yang mendalam selama mengikuti Mubeng Beteng.
Salah satu peserta, Siti, mengungkapkan bahwa prosesi ini membantunya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan merenungi perjalanan hidupnya.
“Saat berjalan dalam keheningan, saya merasa lebih tenang dan bisa lebih fokus untuk merenung dan berdoa,” ujarnya.
Penutupan
Mubeng Beteng Kraton Jogja bukan sekadar tradisi tahunan yang diwariskan dari generasi ke generasi, tetapi juga sebuah prosesi yang penuh dengan makna spiritual.
Dalam keheningan malam, para peserta diajak untuk merenung, berdoa, dan memohon perlindungan serta berkah untuk tahun yang akan datang.
Tradisi ini tidak hanya memperkaya budaya Yogyakarta tetapi juga memberikan pengalaman spiritual yang mendalam bagi setiap pesertanya.