Tom Lembong, Agro Maritim dan Garam: Menjawab Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia

Deni Puja Pranata By Deni Puja Pranata
12 Min Read
Tom Lembong, Agro Maritim dan Garam: Menjawab Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia
Tom Lembong, Agro Maritim dan Garam: Menjawab Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia
- Advertisement -

“Tom Lembong dalam pilpres 2024 tentu lebih smart menjawab Luhut dan Bahlil. Petani Garam mendukung AMIN karena Anies akan gunakan garam sumber baterai. Ternyata, Shodium Ion bisa gantikan Lithium Ion. Jawaban telak untuk Luhut dan Bahlil yang banggakan Hilirisasi.”

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Gema Pelaut AMIN


jfid – Ungkapan Tom Lembong di MetroTV sungguh membuat petani garam tercengang, sekaligus berharap, agar Agro Maritim Anies dapat manfaatkan ruang pesisir yang luas lahannya 40juta Hektar untuk di integrasikan dalam Tata kelola Lahan Garam sehingga perdebatan Tom Lembong dengan Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia dapat menjawab kegagalan rezim Jokowi yang tak bisa mengobati keresahan, kesusahan dan kemiskinan petani garam.

Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia belum paham bahwa Garam bisa gantikan Lithium menjadi baterai. Walaupun kapasitas baterai kecil. Tetapi ini, harapan kedaulatan sumberdaya mineral Indonesia yang tak dilirik sama sekali. Padahal, garam bisa perkuat program kebijakan Energi Terbaru dan Terbarukan.

Ad image

Dukung Tom Lembong, debat terbuka. Luhut dan Bahlil jangan bilang Hoaks kepada lawan debat. Buktikan saja datanya. Luhut dan Bahlil lebih lemah dalam argumentasi. Cenderung menyerang pribadi.

Padahal, Nikel kedepan sudah tak tersedia dan pasti beralih ke energi lain, seperti garam. Karena rezim Jokowi, keruk nikel hanya kepentingan jual. Bukan mementingkan kedaulatan rakyat dan negara. Ingat ekspor ilegal nikel ke China, lolos tanpa ada proses hukum. Ini pertanda hilirisasi nikel itu omong kosong.

Semua orang jadi menteri. Kalau prinsip jual. Pasti bisa semua. Apakah Luhut menko maritim dan Bahlil menteri BKIPM pernah memikirkan petani garam?.

Jawabannya, kabinet Jokowi, malah menuduh hasil produksi garam Indonesia tidak berkualitas. Hal itu alasan saja, supaya bisa impor jutaan ton garam. Main mafia lagi dalam impor. Ingat kasus impor garam 3 tahun lalu?. Visi poros maritim dunia itu omong kosong. Hanya jadi penarik investasi. Sejak kapan perhatikan petani garam, maupun petani rumput laut.

Front Nelayan Indonesia (FNI) sudah menghitung hasil petani garam sejak 2015 – 2024 ini. Tak lebih baik dan tak kunjung ada Common Will dari pemerintah untuk berdayakan ya. Malah lahan banyak dirampas oleh pengusaha atas nama negara. Lagi – lagi alasan Land Reform Agraria. Lahan petani diambil alih alasan masuk kawasan hutan lindungi. Lalu aparat dibayar untuk backup. Memang rusak kok negara ini. Sudah ngak bener.

Kalau melihat potensi hasil produksi garam, maka bisa diolah menjadi baterai pengganti nikel. Ada banyak kelompok Pugar dan Kugar, Tersebar di seluruh Indonesia seperti Rembang, Brebes, Cilacap, Demak, Batang, Kebumen, Purworejo, Jepara, Sampang, Pati, Indramayu, Sumenep, Bima, Demak, Pamekasan, Sumbawa, Lombok Barat, Kota Surabaya, Pangkajene, Jeneponto, Lamongan, Tuban, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo, Gresik. Kota Kupang, Aceh Timur dan lainnya. Masih banyak lainnya.

Kelompok Pemberdayaan Usaha Garam (PUGAR) jumlahnya mencapai 11 ribuan dan Kelompok Usaha Garam (KUGAR) sebanyak 12.728 yang terdiri dari 216.399 petambak garam rakyat di 541 desa di 200-an kecamatan dan 60 Kabupaten/Kota dengan luas lahan 33.854,36 ha dengan lahan produksi garam seluas 24.130,92 hektar. Berarti existing lahan pakai per orang (kepala keluarga) sekitar 1 hektar – 156 hektar.

Tahukah kah, bahwa produksi garam di Indonesia selalu melimpah sepanjang tahun. Kualitasnya pun tak perlu diragukan lagi mulai dari yang biasa hingga yang premium dengan harga 1000 – 2500 rupiah. Kasian petani kita. Sekilo saja garamnya harganya segitu.

Tak kurang dari 6 daerah di bawah ini terkenal sebagai daerah penghasil garam di Indonesia. Tersebar di 5 provinsi yang berbeda, di antaranya ada di NTT, NTB, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Kualitas garam yang dihasilkan juga bersaing dengan produksi garam impor. Tetapi tetap pemerintah dan mafia bilang, rendah kadarnya. Duh Omon – Omon.

Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia tak berpihak ke petani garam. Hanya Tom Lembong dan Anies Baswedan dalam visi Agro Maritim mau perjuangkan hak – hak penggunaan garam. Apalagi menjadi bahan baku baterai. Maka kedepan petani garam Indonesia, menang banyak. Bisa – bisa penambang batubara dan nikel pindah ke penambang garam.

Bagi Anies dan Tom Lembong, garam bisa jadi terobosan untuk energi terbarukan bahwa baterai Shodium Ion (Garam) berpotensi mengurangi biaya dengan menyediakan kapasitas penyimpanan empat kali lebih besar dengan bahan Lithium Ion yang sumber bahan baku nikel. Shodium Ion kurangi biaya dalam jangka panjang, dan mulai tinggalkan nikel. Karena sudah habis nikelnya. Lalu apa yang mau di hilirisasi?.

Saat iklim memanas, ada kebutuhan mendesak untuk beralih ke sumber energi terbarukan, seperti Garam, Angin dan Matahari. Tapi, energi terbarukan tidak selalu konsisten dengan sumber lain, yang berarti baterai diperlukan untuk menyimpan listrik yang digunakan.

Banyak baterai dibuat dengan logam tanah seperti litium, grafit, dan kobalt. Demi mencapai netralitas iklim, pada 2050 kedepan, Uni Eropa butuh lithium 60 kali lebih banyak baterai. Padahal Nikel menipis. Pada akhirnya nanti Garam yang digunakan.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan “Garam akan segera jadi lebih penting daripada minyak dan gas. Garam akan dibayar mahal. Karena problemnya, ekstraksi litium berakibat kekurangan air, hilangnya keanekaragaman hayati, rusaknya fungsi ekosistem, dan degradasi tanah. Ketika logam diproduksi menggunakan kolam penguapan, misalnya, dibutuhkan sekitar 2,2 juta liter untuk menghasilkan satu metrik ton. Ini juga mahal secara finansial untuk menambang dalam skala besar. Maka Garam solusinya.

Di sinilah petani garam berperan sebagai plasma inti penyiapan bahan baku baterai yang bersumber energinya dari garam sehingga garam menjadi alternatif dimasa depan. Baterai Garam bukanlah konsep baru. Telah ada selama 50 tahun lalu. Sekarang sala satu alternatif yang lebih rendah biaya, dengan siklus hidup energi yang panjang.

Shenlong Zhao dari University of Sydney sudah meriset dan mencoba bahwa garam merupakan elektroda untuk meningkatkan reaktivitas belerang, elemen kunci yang menentukan kapasitas penyimpanan. Produk yang dihasilkan menunjukkan kapasitas super tinggi dan masa pakai sangat lama pada suhu ruangan sehingga garam bisa menjadi alternatif baterai lithium ion bisa penyimpanan berkualitas tinggi yang tidak merugikan bumi dan mudah diakses di tingkat lokal atau regional.

Federasi Eropa untuk Transportasi dan Lingkungan (TE) bahwa Garam (Natrium) di undang-undang baru sebagai pengganti Baterai Lithium yang bisa mengubah permainan dagang global sebagai sumber energi dan produksi daur ulang.

Mulai Juli 2024, produsen baterai yang menjual produknya di Eropa harus melaporkan total jejak karbon produk, mulai dari penambangan hingga daur ulang. Data itu kemudian akan digunakan untuk menetapkan batas maksimum karbon dioksida agar baterai mulai berlaku paling cepat Juli 2027.

Garam Baterai jauh lebih berkelanjutan daripada membakar fosil. Aturan baru Eropa tentang jejak karbon, daur ulang, dan pemeriksaan uji tuntas berarti Garam baterai yang dijual di Eropa adalah yang paling berkelanjutan secara global, menetapkan standar untuk seluruh dunia.

Luhut dan Bahlil sendiri, tidak mau menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan menekan penggunaan sumber energi fosil. Perkembangan teknologi EBT berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah permintaan baterai sebagai energi storage.

Data Investor.id merilis bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) katakan: kebutuhan baterai dunia pada 2035 akan capai 5.300 giga watt hour (gWh) atau 5,3 terra watt hour (TWh). Namun, sudah diramal akan menyebabkan gejolak dunia yang mengalami kekurangan pasokan mineral nikel.

Ramalan tersebut diperkuat adanya analisis bahwa harga lithium yang cukup tinggi sementara nilai komersialnya belum sebanding. Hal ini salah satu penghalang investor untuk berinvestasi. Baterai berbasis lithium mengancam keberlanjutan lingkungan karena proses penambangan material dasarnya yang sangat masif di negara penghasil lithium. Setiap ton lithium yang ditambang dari batuan keras menghasilkan 15 ton limbah gas karbondioksida.

Selanjutnya setiap proses ektraksi lithium akan menyebabkan lingkungan sekitarnya terkontaminasi limbah yang mengganggu kelangsungan ekosistem. Selain itu baterai ion lithium membutuhkan bahan seperti kobalt, nikel, dan litium, yang langka, mahal, dan harus diekspor dari negara penghasil bahan tersebut sehingga biaya produksinya menjadi sangat mahal.

Mengapa Sodium Ion (Garam) bisa menjadi alternatif. Teknologi baterai sodium ion bukan merupakan teknologi yang baru karena sudah dikenal sejak 1970-an akan tetapi pengembangannya tidak sepesat lithium.

Seiring berjalannya waktu teknologi baterai sodium semakin dilirik oleh para peneliti. Hal tersebut dikaitkan dengan posisi ion sodium yang berdekatan dengan ion lithium pada tabel periodik unsur sehingga diyakini para peneliti bahwa kandungan fisika dan kimiawi antara kedua ion tersebut hampir sama.

Baterai sodium mempunyai kelebihan yaitu paling mendominasi keberadaan di bumi. Material sodium 12.000 kali lebih melimpah daripada lithium. Hal ini sangatlah penting bagi dunia yang ingin mengatasi masalah terkait sumber energi berbasis karbon. Kelebihan lainnya yaitu sodium lebih ramah lingkungan dan lebih aman pada suhu tinggi dibandingkan lithium.

Apabila dilihat dari segi harga bahan baku Sodium hidroksida (NaOH) adalah $300-$800 per metrik ton, sedangkan harga Lithium hidroksida (LiOH) $78.000 per metrik ton. Hal tersebut sangatlah untung jika baterai sodium ion dikomersilkan karena bisa menekan harga hingga 1/10 kalinya. Ke depannya, baterai sodium ion akan menjadi alternatif hemat biaya yang berkelanjutan dibandingkan dengan baterai lithium ion.

Jadi para petani garam, pilih Anies pada pilpres 2024 karena masa depan garam Indonesia ada pada pasangan AMIN. Sementara, nikel Indonesia selama ini dirampok China.[]

- Advertisement -
TAGGED:
Share This Article