jfID – Anda pasti sudah tahu. Meme gambar babi yang bergelut dengan manusia di kubangan lumpur. Lalu diberikan caption di dalamnya:
“Janganlah kamu melawan babi di dalam lumpur. Tubuhmu akan kotor. Sedangkan babi akan menikmati permainan itu. Karena berlumuran dengan kotoran merupakan gaya hidupnya. Inilah perumpamaan agar kamu berhati-hati melayani perdebatan dengan orang yang berkelakuan bodoh. Karena kamu lebih mulia dari apa yang mereka kerjakan.”
Dalam beberapa forum kita tahu, seseorang secara tengil memancing-mancing kita untuk menanggapi ucapannya. Menyindir, menyinyir, dan memelintir.
Kita yang terlalu besar harga dirinya pasti mudah tersulut. Lalu habis waktumu untuknya yang memang menginginkan bermain di arena lumpur itu. Lawanmu riang, sedang kamu kepayahan.
Orang-orang seperti itu saya yakin. Haus perhatian dalam hidupnya. Haus kasih sayang dalam pertumbuhannya. Lalu bagaimana mungkin kita yang bertanggungjawab membayar perhatian dan kasih sayang itu? Enak saja. Yang benar saja.
Akan ada seseorang yang berupaya mendikte hidup kita dengan dengki dan hasutnya. Menggiring kita melakukan apa-apa yang diharapkannya berupa kemarahan dan kegilaan. Menjadikan emosimu sebagai komoditas pemuas hasratnya.
Maka inilah tips sederhana untuk menghadapi mereka:
- Latihlah hatimu tahan baper. Tahan sensi. Tahan banting. Sebagai latihan, barangkali kamu ingat-ingat bagaimana kamu dulu bisa tahan patah hati.
- Buat jari dan lisanmu tetap lucu. Tetap woles. Tetap santuy. Jaga jari dan bibirmu agar tidak tegang. Ingat, bibir yang tegang mudah menjelma jadi shower.
- Setiap kali diprovokasi, ucapkan kata ini tujuh kali: babi, babi, babi, babi, babi, babi, babi. Ini bertujuan agar terbangun di alam bawah sadar bahwa kamu sedang diajak bermain di lumpur. Kamu jangan mau.
- Tetaplah fokus pada amal dan perkataan yang bermanfaat. Ini adalah tips yang paling menyakitkan pelaku hasad terhadapmu. Sebab tidak semua orang bisa melakukannya. Termasuk orang yang hasad kepadamu.
Maka tetaplah bahagia dan jangan merusak kebahagiaan itu dengan pembelaan “harga diri” yang remeh temeh itu. Sebab harga diri yang terbaik adalah keleluasaan bagimu memenuhi kebaikan yang bisa kau lakukan. Tanpa ada yang merampas kesempatannya.
Saudaramu, Bramada Pratama Putra