jfid – Perang antara Israel dan Hamas yang meletus pada awal Oktober 2023 telah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan besar di Jalur Gaza dan Israel. Namun, konflik tersebut juga berdampak pada negara tetangga mereka, terutama Suriah, yang sedang dilanda perang saudara selama 12 tahun.
Suriah, yang berbatasan dengan Israel di sebelah barat daya, telah menjadi sasaran serangan udara Israel sejak lama. Israel mengklaim bahwa serangan-serangan itu bertujuan untuk mencegah Iran dan kelompok militan Hizbullah, yang mendukung rezim Bashar al-Assad, untuk memperkuat kehadiran mereka di Suriah.
Namun, sejak perang Israel-Hamas pecah, intensitas dan frekuensi serangan udara Israel terhadap Suriah meningkat drastis. Menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sebuah kelompok pemantau yang berbasis di Inggris, sejak 7 Oktober hingga 31 Oktober 2023, Israel telah melakukan setidaknya 15 serangan udara terhadap Suriah, menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk tentara Suriah, milisi pro-Iran, dan warga sipil.
Salah satu serangan udara paling mematikan terjadi pada 24 Oktober 2023, ketika pesawat-pesawat tempur Israel mengebom sebuah perkemahan pengungsi di dekat kota Al-Hamamah, di barat laut Suriah. Serangan itu menghancurkan lebih dari 10 tenda kain dan menewaskan lima warga sipil, termasuk seorang ibu dan dua anak perempuannya.
Enad Aliwi, seorang pengungsi Suriah yang selamat dari serangan itu, mengatakan kepada DW bahwa ia kehilangan ibunya, saudara perempuannya, dan dua keponakannya dalam serangan itu. “Saya menemukan semuanya hancur,” katanya.
“Sepupu-sepupu kami, kerabat kami — seluruh perkemahan itu sekitar 50 keluarga. Saya kehilangan ibu saya, dua keponakan saya dan ibu mereka, saudara perempuan saya. Keponakan saya sedang tidur di tempat tidurnya ketika dia meninggal.”
Aliwi dan keluarganya, yang telah mengungsi dua kali selama perang saudara Suriah, telah tinggal di perkemahan itu selama tujuh tahun terakhir.
“Pesawat Rusia langsung mengarahkan antara tenda-tenda,” katanya.
“Mereka adalah tenda kain. Lebih dari 10 dari mereka hanya hancur lebur. Serangan itu jelas dimaksudkan untuk membunuh sebanyak mungkin orang,” katanya dengan sedih.
Serangan udara Israel terhadap Suriah tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan fisik, tetapi juga meningkatkan ketegangan politik dan militer di kawasan itu.
Suriah telah menuduh Israel melanggar kedaulatan dan integritas wilayahnya, serta melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia.
Suriah juga telah membalas serangan Israel dengan menembakkan artileri ke wilayah Israel yang diduduki di Dataran Tinggi Golan.
Di sisi lain, Israel mengatakan bahwa serangan-serangannya terhadap Suriah adalah tindakan pertahanan diri yang sah untuk melindungi keamanan nasionalnya dari ancaman Iran dan Hizbullah.
Israel juga menyalahkan Iran dan Hizbullah atas eskalasi kekerasan di Gaza, dengan mengklaim bahwa mereka menyediakan senjata dan pelatihan bagi Hamas.
Namun, para analis politik mengatakan bahwa ada motif lain di balik serangan udara Israel terhadap Suriah. Mereka berpendapat bahwa Israel mencoba untuk memanfaatkan krisis di Gaza sebagai kedok untuk melemahkan kekuatan Iran dan Hizbullah di Suriah, serta untuk menggagalkan upaya perdamaian yang dipimpin oleh PBB.
“Israel menggunakan krisis di Gaza sebagai alasan untuk meningkatkan serangan udara terhadap Suriah, dengan harapan dapat menghancurkan infrastruktur militer Iran dan Hizbullah di sana,” kata Fawaz Gerges, seorang profesor hubungan internasional di London School of Economics, kepada Al Jazeera.
“Israel juga ingin mengirim pesan kepada dunia bahwa ia tidak akan membiarkan Suriah menjadi panggung bagi Iran dan Hizbullah untuk melancarkan serangan terhadap Israel.”
Gerges menambahkan bahwa serangan udara Israel terhadap Suriah juga merupakan bentuk protes terhadap upaya PBB untuk mencapai solusi politik untuk perang saudara Suriah, yang melibatkan negosiasi dengan rezim Assad dan sekutu-sekutunya.
“Israel tidak ingin melihat Suriah stabil dan bersatu kembali, karena itu akan mengancam kepentingan strategis Israel di kawasan itu,” katanya.
Sementara itu, warga sipil Suriah yang tidak berdosa terjebak di tengah-tengah perang silang antara Israel dan Iran.
Mereka menghadapi ancaman konstan dari bom-bom yang jatuh dari langit, tanpa ada harapan akan perdamaian dan keadilan.
Mereka juga mengalami krisis kemanusiaan yang parah, dengan kekurangan makanan, air, obat-obatan, dan tempat tinggal.
“Kami tidak tahu kapan dan di mana bom-bom itu akan jatuh lagi,” kata Aliwi, pengungsi Suriah yang selamat dari serangan udara Israel. “Kami tidak punya tempat untuk pergi. Kami hanya ingin hidup dengan damai dan bebas dari kekerasan.”