jfid – Serangan udara Israel terhadap Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, yang merupakan rumah sakit terbesar di wilayah tersebut, telah menimbulkan dampak yang merugikan bagi Israel sendiri.
Serangan yang dilakukan pada Minggu (12/11/2023) itu tidak hanya menghancurkan bangsal jantung dan menewaskan belasan orang, termasuk dua bayi prematur, tetapi juga menimbulkan kecaman internasional dan meningkatkan kekuatan Hamas.
Menurut Wakil Menteri Kesehatan di Jalur Gaza, Youssef Abu Rish, serangan Israel telah menghancurkan departemen jantung di rumah sakit Al-Shifa, yang merupakan bangunan dua lantai.
Selain itu, serangan itu juga mengakibatkan kematian 13 orang, termasuk dua bayi yang dirawat di unit perawatan intensif neonatal, yang berhenti bekerja karena kekurangan listrik dan oksigen.
Sementara itu, 37 bayi lainnya yang berada di inkubator terancam meninggal jika rumah sakit kehabisan bahan bakar.
Serangan Israel juga membuat ribuan pasien, petugas medis, dan pengungsi terjebak di sekitar rumah sakit tanpa listrik dan persediaan lainnya. Direktur RS Al-Shifa, Muhammad Abu Salmiya, mengatakan bahwa jika situasi bencana ini terus berlanjut, semua pasien di ICU akan meninggal.
Ia juga mengatakan bahwa rumah sakit tersebut telah menjadi sasaran serangan Israel secara terus-menerus, dan menuduh Israel menggunakan alasan palsu bahwa Hamas menggunakan fasilitas medis atau terowongan di bawahnya sebagai pusat komando dan tempat persembunyian.
Israel, yang telah membantah sengaja menargetkan rumah sakit tersebut, mengklaim menemukan pusat komando dan senjata di RS Al-Shifa, dan menunjukkan rekaman video yang diduga menunjukkan aktivitas militan di sana.
Namun, klaim ini dibantah oleh Hamas, yang menyebutnya sebagai propaganda murahan.
Hamas juga mengatakan bahwa Israel telah melakukan serangan intens terhadap rumah sakit tersebut selama lebih dari satu jam, dan mengecamnya sebagai kejahatan perang⁷.
Serangan Israel terhadap RS Al-Shifa juga telah menimbulkan reaksi keras dari komunitas internasional, yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional oleh Israel.
Qatar, misalnya, mendesak penyelidikan internasional terhadap serangan Israel terhadap fasilitas medis di Gaza, dan mengecam operasi terbaru Israel di RS Al-Shifa yang menargetkan Hamas dengan menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, juga mengatakan bahwa laporan tentang serangan militer Israel terhadap RS Al-Shifa sangat memprihatinkan, dan menyatakan bahwa WHO telah kehilangan kontak dengan petugas rumah sakit.
Serangan Israel terhadap RS Al-Shifa juga tampaknya telah memberikan dorongan bagi Hamas, yang merupakan kelompok perlawanan Palestina yang menguasai Gaza.
Menurut laporan media, Hamas telah berhasil menembakkan lebih dari 300 roket ke arah Israel sejak serangan Israel terhadap RS Al-Shifa, dan menewaskan sedikitnya tiga orang di Israel.
Hamas juga mengklaim telah menembak jatuh dua pesawat tempur Israel, dan menangkap seorang pilot Israel yang melarikan diri dengan parasut.
Israel, bagaimanapun, membantah klaim tersebut, dan mengatakan bahwa tidak ada pesawat tempur atau pilot yang hilang.
Serangan Israel terhadap RS Al-Shifa di Gaza, yang merupakan rumah sakit terbesar di wilayah tersebut, telah menimbulkan dampak yang merugikan bagi Israel sendiri.
Serangan yang dilakukan pada Minggu (12/11/2023) itu tidak hanya menghancurkan bangsal jantung dan menewaskan belasan orang, termasuk dua bayi prematur, tetapi juga menimbulkan kecaman internasional dan meningkatkan kekuatan Hamas.
Serangan ini menunjukkan bahwa Israel tidak menghormati hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional, dan juga tidak mampu menghentikan perlawanan Hamas, yang terus berjuang untuk membebaskan Gaza dari penjajahan Israel.