Sejarah Prabowo Sebagai Calon Presiden Ketiga Kalinya dan Masih Akan Maju Lagi di 2024

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
10 Min Read
- Advertisement -

Prabowo Subianto adalah seorang politisi, pengusaha, dan mantan perwira tinggi militer Indonesia yang telah berulang kali mencoba untuk menjadi presiden Republik Indonesia. Namun, setiap kali ia maju dalam pemilihan presiden (pilpres), ia selalu mengalami kekalahan. Berikut adalah sejarah perjuangan Prabowo sebagai calon presiden dari tahun 2004 hingga 2024.

Pilpres 2004: Gagal di Konvensi Golkar

Pada tahun 2004, Prabowo mencoba untuk maju sebagai calon presiden melalui Partai Golkar, partai yang didirikan oleh mantan mertuanya, Soeharto. Prabowo mengikuti konvensi partai yang diadakan untuk menentukan calon presiden dari Partai Golkar. Namun, dalam konvensi tersebut, Prabowo hanya mendapatkan 39 suara, yang merupakan perolehan terendah dari lima calon ketika itu.

Calon lainnya adalah Wiranto, Akbar Tanjung, Aburizal Bakrie, dan Surya Paloh. Konvensi ini akhirnya dimenangkan oleh Wiranto, mengalahkan Akbar Tanjung di putaran kedua. Wiranto kemudian maju sebagai calon presiden Partai Golkar pada pilpres 2004 berpasangan dengan Solahuddin Wahid, adik dari almarhum presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid. Pasangan ini kalah di putaran pertama dengan perolehan suara sebesar 22,15 persen.

Pilpres 2009: Cawapres Megawati

Pada tahun 2009, Prabowo kembali mencalonkan diri, kali ini lewat partai politik yang dibentuknya, Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Saat itu Gerindra hanya memperoleh 26 kursi di DPR (dari total 560 kursi) dan tidak mencukupi syarat minimum untuk mengajukan calon sendiri sehingga mereka harus berkoalisi. Prabowo kemudian menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Ad image

Pasangan ini diusung oleh koalisi partai-partai politik seperti PKS, PAN, PPP, dan PBB. Namun, pasangan ini kalah oleh petahana Susilo Bambang Yudhoyono yang didampingi oleh Boediono. Pasangan SBY-Boediono memenangkan pilpres dengan perolehan suara sebesar 60,80 persen, sementara pasangan Megawati-Prabowo hanya mendapatkan 26,79 persen.

Pilpres 2014: Kalah Tipis dari Jokowi

Pada tahun 2014, Prabowo menjadi calon presiden untuk pertama kalinya. Selain diusung oleh Gerindra, kali ini ia didukung oleh koalisi yang terdiri atas partai-partai politik seperti Golkar, PPP, PAN, PKS, PBB, dan Partai Hanura. Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa, mantan menteri koordinator bidang perekonomian. Lawannya adalah Joko Widodo (Jokowi), mantan gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Pasangan Jokowi-JK diusung oleh PDIP dan partai-partai politik lainnya seperti NasDem, PKB, Hanura, dan PKPI. Pilpres 2014 berlangsung sangat ketat dan sengit. Kedua pasangan calon mengklaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) yang berbeda-beda.

Namun, setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil resmi rekapitulasi suara pada 22 Juli 2014, pasangan Jokowi-JK dinyatakan sebagai pemenang dengan perolehan suara sebesar 53,15 persen. Sementara itu, pasangan Prabowo-Hatta hanya mendapatkan 46,85 persen. Prabowo tidak menerima hasil tersebut dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, MK menolak gugatan Prabowo dan mempertahankan hasil KPU.

Pilpres 2019: Kembali Kalah dari Jokowi

Pada tahun 2019, Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai presiden. Ia masih diusung oleh Gerindra dan partai-partai politik lainnya seperti PKS, PAN, Berkarya, dan Demokrat. Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Uno, mantan wakil gubernur DKI Jakarta.

Lawannya masih Jokowi, yang kini berpasangan dengan Ma’ruf Amin, mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pasangan Jokowi-Ma’ruf diusung oleh sembilan partai politik, yaitu PDIP, Golkar, NasDem, PKB, PPP, Hanura, PKPI, Perindo, dan PSI. Pilpres 2019 juga berlangsung dengan alot dan alot. Prabowo kembali mengklaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat yang berbeda dengan hasil KPU.

Namun, setelah KPU menetapkan hasil resmi rekapitulasi suara pada 21 Mei 2019, pasangan Jokowi-Ma’ruf dinyatakan sebagai pemenang dengan perolehan suara sebesar 55,50 persen. Sementara itu, pasangan Prabowo-Sandi hanya mendapatkan 44,50 persen. Prabowo kembali tidak menerima hasil tersebut dan mengajukan gugatan ke MK. Namun, MK kembali menolak gugatan Prabowo dan mempertahankan hasil KPU.

Pilpres 2024: Siap Maju Lagi

Pada tahun 2024, Prabowo akan mencalonkan diri sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Ia telah menerima pencalonan dari Partai Gerindra yang disampaikan oleh 34 DPD partai di seluruh Indonesia. Ia juga mendapat dukungan dari partai-partai politik lainnya seperti PKS dan Demokrat.

Belum diketahui siapa yang akan menjadi pasangan Prabowo dalam pilpres mendatang. Lawannya juga belum pasti, namun ada beberapa nama yang muncul sebagai calon kuat, seperti Ganjar Pranowo (gubernur Jawa Tengah), Anies Baswedan (gubernur DKI Jakarta), Ridwan Kamil (gubernur Jawa Barat), Sandiaga Uno (mantan cawapres Prabowo), dan Agus Harimurti Yudhoyono (putra mantan presiden SBY).

Apakah Prabowo akan berhasil menjadi presiden pada pilpres 2024? Ataukah ia akan kembali mengalami kekalahan untuk ketiga kalinya? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Tokoh Dunia yang Punya Sejarah Mirip Prabowo

Prabowo bukanlah satu-satunya tokoh dunia yang pernah mengalami kekalahan berulang kali dalam pemilihan presiden. Ada beberapa tokoh dunia yang punya sejarah mirip dengan Prabowo, yaitu:

  • Abraham Lincoln: Presiden Amerika Serikat ke-16 ini pernah kalah dalam pemilihan anggota legislatif sebanyak delapan kali, pemilihan wakil presiden satu kali, dan pemilihan senat dua kali sebelum akhirnya terpilih menjadi presiden pada tahun 1860.
  • Charles de Gaulle: Presiden Perancis ke-18 ini pernah kalah dalam referendum konstitusi pada tahun 1946 dan mengundurkan diri dari jabatan kepala pemerintahan sementara. Ia baru terpilih menjadi presiden pada tahun 1958 setelah krisis politik di Perancis.
  • Nelson Mandela: Presiden Afrika Selatan ke-11 ini pernah dipenjara selama 27 tahun karena perjuangannya melawan apartheid. Ia baru terpilih menjadi presiden pada tahun 1994 setelah apartheid dihapuskan.
  • Mahathir Mohamad: Perdana Menteri Malaysia ke-4 dan ke-7 ini pernah mundur dari jabatan perdana menteri pada tahun 2003 setelah menjabat selama 22 tahun. Ia kemudian kembali mencalonkan diri sebagai perdana menteri pada tahun 2018 sebagai calon dari koalisi partai-partai politik yang berseberangan dengan pemerintahan Najib Razak. Ia berhasil memenangkan pemilihan umum dan menjadi perdana menteri tertua di dunia pada usia 92 tahun.

Happy Ending atau Sad Ending?

Apakah cerita Prabowo sebagai calon presiden akan berakhir dengan happy ending atau sad ending? Jawaban atas pertanyaan ini tentu saja tergantung pada sudut pandang masing-masing orang. Bagi pendukung Prabowo, tentu saja mereka berharap Prabowo akan berhasil menjadi presiden pada pilpres 2024 dan mewujudkan visi dan misinya untuk Indonesia.

Bagi lawan Prabowo, tentu saja mereka berharap Prabowo akan kembali mengalami kekalahan dan mengakui hasil pilpres secara konstitusional. Bagi netral Prabowo, tentu saja mereka berharap Prabowo akan bersikap demokratis dan menjaga stabilitas politik di Indonesia.

Namun, jika kita melihat dari sisi historis, kita bisa melihat bahwa ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi peluang Prabowo untuk menjadi presiden, yaitu:

  • Popularitas: Prabowo memiliki popularitas yang cukup tinggi di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan pemilih nasionalis dan religius. Ia juga memiliki basis massa yang loyal dan militan. Namun, popularitas Prabowo juga disertai dengan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, terutama terkait dengan masa lalunya sebagai perwira militer yang diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.
  • Koalisi: Prabowo memiliki koalisi yang cukup solid dengan partai-partai politik yang mendukungnya. Ia juga memiliki hubungan yang baik dengan beberapa tokoh politik penting, seperti SBY, Amien Rais, dan Zulkifli Hasan. Namun, koalisi Prabowo juga rentan terhadap perpecahan dan konflik internal, terutama jika ada perbedaan pendapat atau kepentingan antara partai-partai politik atau tokoh-tokoh politik yang mendukungnya.
  • Program: Prabowo memiliki program yang cukup jelas dan tegas dalam menawarkan solusi bagi berbagai masalah bangsa, terutama terkait dengan ekonomi, pertahanan, dan kedaulatan. Ia juga memiliki visi yang cukup ambisius untuk menjadikan Indonesia sebagai negara adidaya di Asia Tenggara. Namun, program Prabowo juga dianggap oleh beberapa pihak sebagai tidak realistis dan populis, terutama terkait dengan anggaran, sumber daya, dan implementasi.

Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa Prabowo memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai calon presiden. Apakah ia akan berhasil atau gagal dalam pilpres 2024, kita hanya bisa menunggu hasilnya nanti. Yang pasti, kita berharap bahwa siapapun yang menjadi presiden Indonesia nantinya, ia akan bekerja untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia.

- Advertisement -
Share This Article