Sejarah Kapal Pinisi, Warisan Budaya tak Benda dari Negeri Indonesia

Deni Puja Pranata By Deni Puja Pranata
7 Min Read
- Advertisement -

jfid – Kapal pinisi adalah salah satu simbol kejayaan maritim Indonesia. Kapal ini merupakan hasil karya masyarakat Suku Bugis, Konjo, dan Mandar di Sulawesi Selatan yang telah ada sejak abad ke-14.

Kapal pinisi memiliki ciri khas dua tiang utama dan tujuh layar yang menjulang tinggi. Kapal ini digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari perdagangan, perang, hingga wisata. Kapal pinisi juga telah mendunia dan diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2017.

Bagaimana sejarah, karakteristik, proses pembuatan, dan fungsi dari kapal pinisi? Simak ulasan berikut ini.

Sejarah Kapal Pinisi

Ad image

Menurut naskah La Galigo, kapal pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, putra mahkota Kerajaan Luwu pada abad ke-14. Sawerigading membuat kapal pinisi dari pohon Welengreng (pohon dewata) yang dikenal memiliki karakteristik cukup kuat dan kokoh.

Sawerigading membuat kapal pinisi untuk digunakan dalam perjalanan menuju Tiongkok. Tujuannya adalah untuk mempersunting seorang gadis yang bernama We Cudai.

Setelah berhasil mempersunting gadis pujaan hatinya, ia memutuskan untuk menetap di sana untuk beberapa waktu. Saat ingin berlayar kembali ke kampung halamannya, perahu yang ditumpangi oleh Sawerigading diterjang oleh badai besar. Peristiwa itu mengakibatkan kapalnya pecah menjadi tiga bagian dan terdampar di wilayah Ara, Tanah Beru, dan Lemo-lemo di Kabupaten Bulukumba. Pecahan-pecahan kapal tersebut kemudian dirakit kembali oleh masyarakat setempat menjadi sebuah kapal yang megah. Kapal itulah yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan kapal pinisi. 

Sejak saat itu, kapal pinisi menjadi kapal andalan bagi masyarakat Suku Bugis, Konjo, dan Mandar dalam mengarungi lautan. Kapal pinisi digunakan untuk berdagang, berperang, maupun berpetualang ke berbagai negeri. Kapal pinisi juga menjadi salah satu faktor yang membuat Kesultanan Makassar menjadi kerajaan maritim yang kuat dan disegani. Kapal pinisi bahkan mampu menembus pasar internasional, seperti di Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, hingga Afrika. 

Karakteristik Kapal Pinisi

Kapal pinisi memiliki karakteristik yang unik dan khas. Kapal ini memiliki dua tiang utama yang disebut tiang agung (tiang depan) dan tiang baji (tiang belakang). Tiang agung memiliki tiga layar, yaitu layar agung (layar utama), layar tanpa (layar atas), dan layar depan. Tiang baji memiliki empat layar, yaitu layar baji (layar utama), layar tanpa baji (layar atas), layar buritan (layar belakang), dan layar jangkar (layar kecil di dekat buritan).

Kapal pinisi memiliki lambung yang berbentuk lancip di bagian depan dan belakang. Lambung kapal pinisi terbuat dari kayu yang dipilih dengan teliti dan disusun dengan teknik khusus. Kayu yang digunakan biasanya adalah kayu ulin, kayu besi, kayu meranti, atau kayu welengreng. Kayu-kayu tersebut disambung dengan menggunakan pasak kayu, bukan paku besi. Hal ini untuk menghindari karat dan kerusakan pada lambung kapal.

Kapal pinisi memiliki dua jenis, yaitu palari dan lambo. Palari adalah bentuk awal dari kapal pinisi dengan lunas (bagian terbawah kapal) yang ukurannya lebih lebar, serta kemudi di samping dari jenis lamba. Palari biasanya digunakan untuk berperang atau berdagang dengan kecepatan tinggi. Lambo adalah bentuk modifikasi dari kapal pinisi dengan lunas yang ukurannya lebih sempit, serta kemudi di tengah dari jenis roda. Lambo biasanya digunakan untuk mengangkut barang atau penumpang dengan kapasitas besar. 

Proses Pembuatan Kapal Pinisi

Proses pembuatan kapal pinisi adalah sebuah seni yang turun-temurun dari generasi ke generasi. Proses pembuatan kapal pinisi melibatkan berbagai tahapan, mulai dari pemilihan kayu, pembuatan rangka, penutupan lambung, pemasangan tiang dan layar, hingga pengecatan dan penamaan kapal. Proses pembuatan kapal pinisi juga mengandung berbagai ritual adat dan kepercayaan yang harus dijalankan oleh para pembuat kapal. 

Pemilihan kayu adalah tahap awal dan penting dalam pembuatan kapal pinisi. Kayu yang dipilih harus memiliki kualitas yang baik, kuat, dan tahan lama. Kayu yang dipilih juga harus sesuai dengan ukuran dan bentuk kapal yang diinginkan. Kayu yang dipilih kemudian dibelah dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Kayu yang sudah dibentuk kemudian disusun dan disambung dengan menggunakan pasak kayu untuk membentuk rangka kapal.

Pembuatan rangka kapal adalah tahap kedua dalam pembuatan kapal pinisi. Rangka kapal terdiri dari lunas, geladak, haluan, buritan, dan balok-balok penyangga. Rangka kapal dibuat dengan menggunakan teknik khusus yang disebut ngaju deppa, yaitu teknik mengukur dan menyesuaikan kayu tanpa menggunakan alat ukur. Teknik ini mengandalkan pengalaman, intuisi, dan keahlian dari para pembuat kapal.

Penutupan lambung adalah tahap ketiga dalam pembuatan kapal pinisi. Lambung kapal ditutup dengan menggunakan kayu-kayu tipis yang disebut papan kulit. Papan kulit dipasang dengan rapat dan rapi untuk mencegah kebocoran. Papan kulit juga dilapisi dengan damar atau getah pohon untuk menambah ketahanan dan kedap air. Penutupan lambung juga melibatkan ritual adat yang disebut mapasilaga tedong, yaitu ritual menyembelih kerbau sebagai tanda syukur dan permohonan keselamatan.

Pemasangan tiang dan layar adalah tahap keempat dalam pembuatan kapal pinisi. Tiang dan layar dipasang sesuai dengan ukuran dan bentuk kapal. Tiang dan layar dibuat dari kayu dan kain yang kuat dan tahan angin. Tiang dan layar juga dihias dengan berbagai motif dan warna yang melambangkan identitas dan asal-usul kapal. Pemasangan tiang dan layar juga melibatkan ritual adat yang disebut mapacci, yaitu ritual mengibarkan bendera sebagai tanda selesai dan siap berlayar.

Pengecatan dan penamaan kapal adalah tahap kelima dan terakhir dalam pembuatan kapal pinisi. Kapal pinisi dicat dengan berbagai warna yang cerah dan menarik. Warna-warna yang digunakan biasanya adalah merah, kuning, hijau, biru, dan putih. Warna-warna ini memiliki makna dan simbol tersendiri bagi para pembuat dan pemilik kapal. Kapal pinisi juga diberi nama yang memiliki arti dan harapan bagi kapal tersebut. Nama kapal biasanya diambil dari nama orang, tempat, binatang, atau benda. 

- Advertisement -
Share This Article