jfid – AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu kumpulan gejala dan infeksi yang muncul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit ini pertama kali diidentifikasi secara resmi pada tahun 1984, dan sejak saat itu telah menyebar ke seluruh dunia dan menimbulkan kematian jutaan orang.
Menurut data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2020, terdapat sekitar 37,7 juta orang yang hidup dengan HIV di dunia, dan 690 ribu orang meninggal karena penyakit terkait AIDS. Selain itu, terdapat 1,5 juta orang yang baru terinfeksi HIV pada tahun 2020, dan hanya 27,4 juta orang yang menerima terapi antiretroviral (ART) untuk menghambat perkembangan virus.
Meskipun telah terdapat kemajuan dalam penelitian, pencegahan, pengobatan, dan perawatan HIV/AIDS, namun masih banyak tantangan yang dihadapi, terutama di tengah pandemi COVID-19 yang berdampak pada akses layanan kesehatan, sosial, dan ekonomi bagi orang-orang yang terdampak oleh HIV/AIDS. Oleh karena itu, perlu adanya upaya bersama dari seluruh pemangku kepentingan untuk mengakhiri epidemi HIV/AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat global.
Salah satu upaya tersebut adalah dengan memperingati Hari AIDS se Dunia setiap tanggal 1 Desember. Hari peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, solidaritas, dan dukungan terhadap orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS, serta mengenang mereka yang telah meninggal karena penyakit ini. Selain itu, Hari AIDS se Dunia juga dimanfaatkan untuk mengadvokasi kebijakan, program, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk merespons HIV/AIDS secara efektif dan inklusif.
Hari AIDS se Dunia pertama kali digagas oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, dua orang pegawai informasi publik dalam Program Global AIDS WHO di Jenewa, Swiss, pada Agustus 1987. Keduanya terinspirasi oleh pidato Direktur Jenderal WHO saat itu, Dr. Halfdan Mahler, yang menyerukan perlunya mobilisasi global untuk menghadapi fenomena AIDS dengan langkah yang paling efektif.
Bunn, yang merupakan mantan jurnalis, percaya bahwa pengetahuan akan HIV/AIDS dapat membantu orang-orang melindungi diri mereka sendiri dan orang lain dari penularan virus. Ia punya gagasan untuk membuat sebuah “hari khusus” AIDS yang diperingati setiap tahun, seperti halnya Thanksgiving dan banyak momen lainnya, untuk menyebarkan edukasi tentang AIDS ke seluruh dunia.
Netter, yang merupakan mantan produser televisi, setuju dengan ide tersebut dan membantu Bunn untuk merancang konsep dan strategi komunikasi untuk Hari AIDS se Dunia. Mereka kemudian menyampaikan ide tersebut kepada Dr. Jonathan Mann, Direktur Program AIDS Global WHO saat itu, yang kemudian dikenal sebagai UNAIDS. Mann menyukai ide tersebut dan menyetujui usulan Bunn bahwa peringatan Hari AIDS se Dunia yang pertama dilakukan pada tanggal 1 Desember 1988.
Tanggal 1 Desember dipilih karena dianggap sebagai waktu yang tepat untuk mendapatkan perhatian media dan publik. Tanggal tersebut sudah cukup lama berselang sejak pemilihan presiden Amerika Serikat pada November, sehingga media dapat beralih fokus. Selain itu, tanggal tersebut juga bertepatan dengan sebelum hari libur Natal dan Tahun Baru, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Pada tahun 1988, WHO menetapkan tema pertama untuk Hari AIDS se Dunia, yaitu “Komunikasi”. Tema ini menggambarkan tujuan utama dari peringatan ini, yaitu untuk menyampaikan informasi dan pesan tentang HIV/AIDS kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok yang rentan dan terpinggirkan. Tema ini juga menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur, dan saling menghormati antara orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS dan orang-orang yang tidak terinfeksi.
Sejak saat itu, setiap tahunnya, Hari AIDS se Dunia memiliki tema yang berbeda-beda, sesuai dengan isu-isu yang relevan dan mendesak terkait dengan HIV/AIDS. Beberapa tema yang pernah dipakai antara lain adalah “Pemuda”, “Perempuan dan AIDS”, “Hak Asasi Manusia dan AIDS”, “Saya Peduli. Apa dengan Anda?”, “Hentikan AIDS. Jaga Janji”, “Nol Baru Infeksi. Nol Diskriminasi. Nol Kematian Terkait AIDS”, “Tahu Statusmu”, dan “Komunitas Membuat Perbedaan”.
Pada tahun 1996, UNAIDS dibentuk sebagai program bersama dari enam organisasi PBB, yaitu WHO, UNICEF, UNDP, UNESCO, UNFPA, dan World Bank, untuk mengoordinasikan dan memperkuat respons global terhadap HIV/AIDS. UNAIDS kemudian mengambil alih tanggung jawab untuk mempromosikan dan mendukung Hari AIDS se Dunia, bersama dengan mitra-mitra lainnya dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, media, dan komunitas yang terdampak oleh HIV/AIDS.
Pada tahun 2004, UNAIDS meluncurkan sebuah kampanye global yang disebut “Light for Rights”, yang bertujuan untuk menyoroti hak asasi manusia sebagai elemen kunci dalam merespons HIV/AIDS. Kampanye ini mengajak orang-orang di seluruh dunia untuk menyalakan lilin, obor, atau lampu pada tanggal 1 Desember sebagai simbol solidaritas dan dukungan terhadap orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS, serta sebagai tanda protes terhadap diskriminasi dan stigma yang mereka alami.
Pada tahun 2011, UNAIDS mengumumkan visi “Getting to Zero” atau “Menuju Nol”, yang merupakan target ambisius untuk mencapai nol baru infeksi HIV, nol diskriminasi, dan nol kematian terkait AIDS pada tahun 2015. Visi ini didasarkan pada bukti-bukti ilmiah dan pengalaman-pengalaman lapangan yang menunjukkan bahwa dengan menerapkan strategi yang tepat, komprehensif, dan berbasis hak asasi manusia, respons terhadap HIV/AIDS dapat dipercepat dan dampaknya dapat diminimalkan.
Pada tahun 2015, UNAIDS bersama dengan para pemimpin dunia mengadopsi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, yang merupakan kerangka kerja global untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang berkelanjutan, termasuk dalam bidang kesehatan. Salah satu target yang ditetapkan dalam agenda ini adalah untuk mengakhiri epidemi AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat global pada tahun 2030.
Pada tahun 2016, UNAIDS meluncurkan sebuah kampanye global yang disebut “Hands Up for #HIVprevention”, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tindakan terhadap pencegahan HIV, terutama di antara populasi kunci yang paling berisiko dan rentan terhadap infeksi. Kampanye ini mengajak orang-orang di seluruh dunia untuk mengangkat tangan mereka dan menyampaikan pesan-pesan tentang apa yang mereka butuhkan untuk mencegah HIV, seperti kondom, tes HIV, obat-obatan, layanan kesehatan, pendidikan, perlindungan hukum, dan partisipasi.
Pada tahun 2020, UNAIDS meluncurkan sebuah kampanye global yang disebut “Global Solidarity, Shared Responsibility”, yang bertujuan untuk menyoroti pentingnya solidaritas dan tanggung jawab bersama dalam merespons HIV/AIDS, terutama di tengah pandemi COVID-19 yang menimbulkan tantangan baru dan mengancam kemajuan yang telah dicapai. Kampanye ini mengajak orang-orang di seluruh dunia untuk bersatu dan berkolaborasi untuk mengatasi h