jfid – Rupiah adalah mata uang resmi Indonesia yang telah digunakan sejak masa kemerdekaan. Namun, apakah Anda tahu bahwa rupiah sebenarnya tidak pernah menguat, melainkan terus melemah sejak dulu era Soekarno? Bagaimana bisa hal ini terjadi? Apa penyebabnya? Dan apa dampaknya bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia?
Sejarah Rupiah
Rupiah pertama kali diperkenalkan pada Oktober 1946 oleh pemerintah Republik Indonesia yang berjuang melawan penjajahan Belanda.
Rupiah menggantikan mata uang gulden Hindia Belanda yang telah digunakan sejak masa kolonial. Rupiah berasal dari kata “rupa” yang berarti “bentuk” atau “wujud” dalam bahasa Sanskerta.
Pada awalnya, rupiah memiliki nilai tukar yang cukup tinggi terhadap mata uang asing. Pada 13 Desember 1965, kurs resmi ditetapkan sebesar Rp0,25 per dolar AS.
Namun, nilai ini tidak mencerminkan kenyataan, karena sistem nilai tukar ganda masih berlaku saat itu. Artinya, ada kurs resmi yang ditetapkan oleh pemerintah dan kurs pasar yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar bebas.
Sistem nilai tukar ganda ini menyebabkan banyak spekulasi dan manipulasi yang merugikan perekonomian Indonesia.
Selain itu, faktor-faktor lain seperti inflasi, defisit anggaran, hutang luar negeri, korupsi, politik dan sosial juga mempengaruhi nilai rupiah. Sejak saat itu, rupiah mengalami beberapa kali devaluasi dan revaluasi yang drastis.
Periode Krisis
Salah satu periode paling kritis bagi rupiah adalah saat krisis moneter Asia pada tahun 1997-1998. Krisis ini dipicu oleh serangan spekulan terhadap mata uang Thailand, baht, yang menyebabkan depresiasi mata uang di seluruh kawasan Asia Tenggara. Rupiah pun tidak luput dari tekanan tersebut.
Pada Juli 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk melepas ikatan rupiah dengan dolar AS dan membiarkan rupiah mengambang bebas sesuai dengan mekanisme pasar.
Akibatnya, rupiah anjlok dari Rp2.400 per dolar AS menjadi Rp16.800 per dolar AS dalam waktu enam bulan². Pada Januari 1998, rupiah mencapai titik terendahnya yaitu Rp17.000 per dolar AS.
Krisis rupiah ini berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi negatif, inflasi melonjak, perusahaan bangkrut, pengangguran meningkat, kemiskinan meluas, dan gejolak sosial meletus.
Pemerintah harus meminta bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menyelamatkan situasi. Namun, bantuan ini juga disertai dengan syarat-syarat yang ketat dan kontroversial.
Periode Stabilisasi
Setelah krisis berlalu, rupiah mulai stabilisasi dan membaik secara bertahap. Pemerintah melakukan berbagai reformasi ekonomi dan politik untuk memperbaiki kondisi makroekonomi dan iklim investasi. Bank Indonesia juga menerapkan kebijakan moneter yang lebih prudent dan transparan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Pada tahun 2000-an, rupiah bergerak di kisaran Rp8.000-Rp10.000 per dolar AS. Pada tahun 2010-an, rupiah menguat hingga mencapai Rp8.500 per dolar AS pada September 2011. Namun, sejak itu rupiah kembali melemah akibat faktor-faktor eksternal dan internal.
Faktor-faktor eksternal antara lain adalah perlambatan ekonomi global, krisis utang Eropa, pengetatan kebijakan moneter AS, perang dagang AS-China, dan pandemi Covid-19. Faktor-faktor internal antara lain adalah defisit neraca transaksi berjalan, defisit anggaran, inflasi, tekanan politik, dan ketidakpastian hukum.
Pada tahun 2020, rupiah mencatatkan pelemahan terbesar sejak krisis 1998. Pada Maret 2020, rupiah menyentuh level Rp16.575 per dolar AS, terendah sejak Juni 1998². Pada akhir tahun 2020, rupiah berada di level Rp14.000 per dolar AS.
Dampak Pelemahan Rupiah
Pelemahan rupiah memiliki dampak positif dan negatif bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia. Dampak positifnya adalah meningkatkan daya saing ekspor Indonesia di pasar internasional, karena produk-produk Indonesia menjadi lebih murah dan menarik bagi pembeli asing. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan devisa dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dampak negatifnya adalah meningkatkan biaya impor Indonesia, karena produk-produk asing menjadi lebih mahal dan sulit dijangkau bagi pembeli domestik. Hal ini dapat meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat Indonesia.
Selain itu, pelemahan rupiah juga meningkatkan beban hutang luar negeri Indonesia, baik pemerintah maupun swasta, karena harus membayar lebih banyak rupiah untuk melunasi hutang dalam mata uang asing.
Oleh karena itu, pelemahan rupiah harus diantisipasi dan diatasi dengan cara yang tepat dan bijaksana. Pemerintah harus menjaga keseimbangan neraca transaksi berjalan dan anggaran, serta mendorong diversifikasi ekspor dan substitusi impor.
Bank Indonesia harus menjaga stabilitas nilai tukar dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan moneter yang efektif dan efisien. Masyarakat harus bersikap rasional dan tidak panik dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar.
Kesimpulan
Rupiah adalah mata uang yang terus terpuruk sejak dulu era Soekarno. Rupiah tidak pernah menguat, melainkan terus melemah akibat berbagai faktor ekonomi, politik, dan sosial.
Pelemahan rupiah memiliki dampak positif dan negatif bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pelemahan rupiah harus diantisipasi dan diatasi dengan cara yang tepat dan bijaksana.