jfid – Tiongkok kembali mencatatkan prestasi luar biasa dalam upaya menciptakan sumber energi yang tak terbatas dan ramah lingkungan melalui proyek ‘Matahari Buatan’ mereka.
Dalam eksperimen terbaru, Tokamak Superkonduktor Eksperimental Lanjutan (EAST) di Hefei berhasil mencapai suhu plasma lebih dari 158 juta derajat Fahrenheit (70 juta derajat Celsius), melebihi suhu inti matahari.
Prestasi ini menandai tonggak penting dalam penelitian energi fusi nuklir yang diharapkan dapat mengubah paradigma energi global di masa depan.
Menurut laporan dari Institute of Plasma Physics di Chinese Academy of Sciences, EAST mampu mempertahankan suhu ekstrem tersebut selama 1.056 detik.
Ini merupakan rekor dunia baru untuk operasi plasma terpanjang dan terpanas, memecahkan rekor sebelumnya yang dicapai pada Januari 2022, di mana plasma dipanaskan hingga lima kali lebih panas dari inti matahari selama 403 detik.
Profesor Song Yuntao, direktur Institute of Plasma Physics, menyatakan, “Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan kemampuan teknis kami dalam mempertahankan plasma pada suhu tinggi dalam waktu lama, tetapi juga membawa kami selangkah lebih dekat untuk mencapai energi fusi yang stabil dan terjangkau.”
Teknologi dan Proses di Balik ‘Matahari Buatan’
EAST menggunakan hidrogen dan deuterium sebagai bahan bakar, dua isotop dari hidrogen, yang dipanaskan hingga mencapai suhu ekstrem melalui medan elektromagnetik.
Proses ini meniru reaksi fusi nuklir yang terjadi di inti matahari, di mana atom-atom hidrogen bergabung membentuk helium dan melepaskan energi dalam jumlah besar.
Teknologi ini berpotensi menghasilkan energi yang melimpah dan bersih, tanpa emisi gas rumah kaca atau limbah radioaktif jangka panjang.
Suhu plasma yang dicapai dalam eksperimen ini adalah salah satu indikator utama dari kemampuan teknologi tokamak untuk mencapai kondisi yang diperlukan untuk fusi nuklir yang stabil.
Dengan suhu yang jauh lebih tinggi dari inti matahari, EAST menunjukkan potensi besar untuk merevolusi produksi energi.
Rencana Komersialisasi dan Tantangan
Tiongkok memiliki rencana ambisius untuk mengkomersialkan teknologi fusi nuklir ini pada tahun 2050.
Namun, masih ada banyak tantangan teknis yang harus diatasi, seperti pengelolaan panas ekstrem dan pengembangan material superkonduktor yang tahan lama.
Meski demikian, kemajuan yang telah dicapai menunjukkan bahwa tujuan ini semakin mendekati kenyataan.
Menurut laporan dari Kompas, “Tiongkok terus melakukan inovasi dan peningkatan pada teknologi tokamak mereka, dengan tujuan jangka panjang untuk menyediakan energi bersih dan tak terbatas bagi dunia.”
Namun, tidak semua pihak setuju dengan pandangan optimis ini. Beberapa ahli mengkritik biaya yang sangat tinggi dan kompleksitas teknis dari proyek ini.
Mereka berpendapat bahwa investasi besar dalam teknologi fusi mungkin tidak sebanding dengan hasilnya jika dibandingkan dengan pengembangan teknologi energi terbarukan lainnya seperti angin dan matahari.
“Proyek fusi nuklir adalah usaha jangka panjang dengan risiko tinggi. Sementara itu, kita harus terus mengembangkan dan memperluas penggunaan sumber energi terbarukan yang sudah tersedia dan lebih murah,” kata Dr. Li Ming, seorang ahli energi terbarukan di Beijing University.
Penelitian ‘Bulan Buatan’
Selain ‘Matahari Buatan’, Tiongkok juga meluncurkan proyek ‘Bulan Buatan’ yang akan digunakan untuk menguji teknologi dalam lingkungan gravitasi rendah sebelum dikirim ke bulan.
Fasilitas ini menggunakan efek levitasi diamagnetik, yang memungkinkan material untuk berada di udara tanpa berat, dan akan mendukung misi eksplorasi bulan Tiongkok termasuk Chang’e 4 dan Chang’e 5.
Menurut laporan dari Detik, “Fasilitas ini diharapkan dapat membantu peneliti memahami bagaimana berbagai material dan teknologi berfungsi dalam kondisi bulan, sehingga mempersiapkan kita lebih baik untuk misi eksplorasi bulan yang lebih besar di masa depan.”
Dampak Global
Jika berhasil, energi fusi nuklir bisa menjadi sumber energi utama dunia di masa depan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meminimalkan dampak lingkungan dari produksi energi.
Selain itu, keberhasilan proyek ini juga akan memperkuat posisi Tiongkok sebagai pemimpin global dalam penelitian dan pengembangan teknologi energi.
“Matahari Buatan Tiongkok merupakan langkah penting dalam pencapaian energi hijau. Ini akan berdampak signifikan tidak hanya bagi Tiongkok tetapi juga bagi seluruh dunia dalam menghadapi krisis energi dan perubahan iklim,” ujar Dr. Zhang Xuesong, peneliti senior di Institute of Plasma Physics.
Kesimpulan
Proyek ‘Matahari Buatan’ Tiongkok adalah bukti ambisi dan kemampuan teknis negara tersebut dalam mengejar teknologi energi masa depan.
Dengan suhu plasma yang melampaui inti matahari dan potensi untuk menghasilkan energi bersih yang hampir tak terbatas, Tiongkok menunjukkan jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Meskipun tantangan dan risiko tetap ada, langkah ini adalah tonggak penting dalam pencarian manusia akan sumber energi yang lebih baik dan lebih bersih.