jfid – Taipei – Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyampaikan harapan untuk memulai kembali dialog dengan China dalam pidato Tahun Baru terakhirnya sebelum meninggalkan jabatan pada Mei mendatang.
Tsai, yang telah menjabat selama dua periode, mengatakan bahwa Taiwan mengupayakan hidup berdampingan secara damai dengan China melalui interaksi yang bebas, tidak terbatas, dan tidak terbebani.
Pidato Tsai ini disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan antara Taiwan dan China, yang mengklaim pulau tersebut sebagai bagian dari wilayahnya dan tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan untuk merebutnya.
China juga telah meningkatkan tekanan militer, diplomatik, dan ekonomi terhadap Taiwan, termasuk menggelar latihan perang di dekat perairan Taiwan sejak Agustus 2022.
Tsai, yang berasal dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berhaluan pro-kemerdekaan, mengatakan bahwa Taiwan tidak akan menyerah pada ancaman China dan akan terus menjunjung demokrasi dan melindungi perdamaian.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan tentang hubungan masa depan Taiwan dan China harus diambil berdasarkan kemauan bersama rakyat Taiwan, yang merupakan negara demokratis.
Tsai juga mengomentari pidato Malam Tahun Baru Presiden China Xi Jinping, yang mengatakan bahwa Taiwan “pasti akan bersatu kembali” dengan China. Tsai menilai bahwa pernyataan Xi tersebut tidak mencerminkan realitas dan aspirasi rakyat Taiwan.
“Keputusan harus diambil berdasarkan kemauan bersama rakyat Taiwan. Bagaimanapun, kita adalah negara demokratis. Hubungan seperti apa yang akan kita bentuk dengan China di masa depan harus ditentukan oleh prosedur demokrasi kita untuk membuat keputusan akhir,” ujarnya kepada wartawan setelah pidatonya.
Taiwan akan mengadakan pemilu presiden pada 20 Januari 2024, yang akan menentukan arah hubungan dengan China. Kandidat DPP adalah Wakil Presiden Lai Ching-te, yang dikenal sebagai pendukung kemerdekaan Taiwan.
Sementara itu, kandidat dari partai oposisi Kuomintang (KMT) Hou Yu-ih dan Partai Rakyat Taiwan Ko Wen-je telah menjanjikan hubungan yang lebih bersahabat dengan China.
Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Taiwan Public Opinion Foundation, Lai unggul tipis atas Hou dengan 36,6 persen berbanding 35,8 persen, sementara Ko berada di posisi ketiga dengan 15,4 persen. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa 54,2 persen responden mendukung status quo Taiwan, 23,4 persen mendukung kemerdekaan, dan 12,5 persen mendukung penyatuan dengan China.